Kuliah.. Kuliah... dan terus Kuliah..
“aku pengen bisa dibanggakan papa mama...”
Alasan
mengapa harus mengambil jenjang Program Doktor Ilmu Hukum ?
Berawal dari
pada saat proses bimbingan konsultasi dan
termotivasi dari pembimbing penulisan
hukum (tesis) saya pada saat menempuh pendidikan profesi Strata 2 (Magister Kenotariatan) untuk dapat
menjadi mewujudkan cita-cita saya dari kecil untuk menjadi seorang Notaris PPAT,
saya diberi buku karangan beliau mengenai perbankan syariah.. belum sampai
membuka dan membaca halaman pertama dari buku beliau, saya melihat dan membaca biografi
beliau, melihat seseorang yang masih di usia yang masih muda mampu
menyelesaikan jenjang pendidikan doktornya dengan hasil cumlaude 3,96 dalam waktu yang singkat
sehingga di usia yang masih muda membuat beliau
dapat dipercaya oleh universitas untuk menjadi Ketua Program Study
jenjang Sarjana serta memiliki komunitas hukum yang sangat luas, hal tersebut
membuat saya memiliki tekat dan
keinginan untuk merefleksikannya tentang pilihan hidup yang saya jalani.
Kasarnya, saya sebenarnya sedang bertanya pada diri sendiri “Kenapa aku tidak bisa seperti itu? Aku pengen
seperti beliau....”.
Dukungan beliau
baik secara moral, mental dan tentunya akademik sangat membantu untuk membuat
saya akhirnya dapat melalui suatu proses UJIAN PENDADARAN untuk sebuah gelar embel-embel
dibelakang nama saya yaitu Magister Kenotariatan (MKn).
Yang Pertama..
“aku pengen bisa dibanggakan papa mama...”
Wujud “bekti”
anak kepada kedua orang tua, membuat mereka dapat bercerita kepada dunia
membanggakan anaknya adalah sesuatu hal yang tidak dapat terbeli. Melihat mereka
menyebut nama saya dengan menceritakan hal yang membuat mereka dapat tersenyum
di hadapan orang lain membuat hati sangat bahagia dan berkat “terima kasih, ya Allah.. mungkin inilah
sedikit hal yang bisa aku lakukan untuk membuat mereka bahagia, selain hal
lainnya yaitu mengecewakan atau membuat mereka bersedih”.
Yang Kedua..
Tidak dipungkiri di Indonesia, gelar akademik lebih jauh
dipertimbangkan di negara kita daripada memiliki pengalaman ataupun kemampuan
yang sebetulnya mungkin melebihi seorang Profesor bahkan, namun budaya dan cara
pandang yang sudah melekat di masyarakat membuat pemegang gelar S3 mendapatkan
hak atau privilege
dalam berbagai bentuk, yang tidak bisa dinikmati dengan gelar S2 atau S1. Dalam persyaratannya baik
dalam dunia pekerjaan terlebih di dunia pendidikan hampir semua mencari calon
yang bergelar doktor. Contohnya untuk mencari kandidat pejabat perguruan tinggi
(dekan atau rektor). Padahal sebetulnya benarkah seorang doktor selalu lebih
mumpuni dalam hal pengelolaan institusi pendidikan tinggi dibandingkan seorang
master atau sarjana? Persyaratan tersebut lebih bertujuan untuk menjaga image
branding, akreditasi dan sebagainya, tidak ada yang tahu jawaban pastinya,
namun itu bisa dijadikan wacana penelitian atau bahan diskusi selanjutnya. Pada
tataran informalpun, dijumpai budaya “look who’s talking”. Pendapat dari seorang doktor pada
umumnya lebih diperhatikan daripada pendapat orang yang bukan doktor. Sehingga
wajar hal semacam ini memicu orang meraih derajad akademik tertinggi ini.
Yang Ketiga..
“Aku pengen bisa bikin dan punya buku sendiri,
pengen aktif nulis di media massa...”
Pada awalnya, tidak pernah terlintas untuk bisa menulis sebuah
buku dan diterbitkan, ketika saya dipanggil oleh beliau pembimbing tesis
kenotariatan, beliau berkata “Mbak,
tesisnya dibukukan ya...”, hal tersebut membuat saya membayangkan untuk
dapat menulis bukan hanya sebuah buku tetapi nama saya bisa berkibar-kibar sebagai
narasumber di media massa yang pada saat
itu yang terlintas adalah majalah perbankan, menjadi konsultan hukum seperti
beliau yang pertimbangan serta pemikiranya diakui bahkan untuk para pejabat,
aparat penegak hukum ataupun masyarakat umum. Hal tersebut, saya utarakan
kepada beliau “saya pengen pinter seperti
bapak...” dan beliau menyarankan “kalau
mau tambah pinter ya sekolah lagi...”, sehingga membuat saya selesai
menghadap langsung ke ruangan sebelah yaitu ke sekretariat program doktor-S3
ilmu hukum.
Dengan dasar pendidikan yang saya miliki sebelumnya sebagai
seorang Sarjana Hukum dan Magister Kenotariatan, maka pilihan hati saya tetap
jatuh kepada Doktor Ilmu Hukum. Dengan mantap mengisi dan menyelesaikan proses
pendaftaran, melewati ujian baik tertulis dan wawancara untuk dapat diterima
menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum.
Melakukan studi literatur memaksa saya membaca banyak jurnal
penelitian yang sudah dilakukan, buku-buku, dari yang dulunya browsing untuk
cari-cari baju bagus, sepatu, atau cara make up yang oke perlahan beralih
menjadi mencari teori-teori hukum dari favorit saya Hans Kelsen dengan teori
hukum murninya menurut para ahli dan analisis-analisisnya, Laurence M. Friedman,
sampai Prof. Satjipto Rahardjo, Prof. Tandyo dan dosen teori hukum kesayangan
mahasiswa khususnya yang cewek-cewek yang kuliah di fakultas hukum yaitu Prof.
Adi Sulistyono. Semakin membaca semakin saya merasa kecil, masih terlalu dangkal
pengetahuan saya mengenai hukum. Ternyata masih sangat banyak hal yang tidak
saya ketahui dan saya pahami. Sehingga sekolah, sekolah dan sekolah lagi
mungkin adalah pilihan dan keputusan yang tepat bagi saya.
Ketika kecil sangat ngefans berat dengan Doraemon, maka seiring
bergulirnya waktu posisi Doraemon di hati menjadi tergantikan dengan figur tokoh
masyarakat yang sangat saya idolakan yaitu Prof J.E.
Sahetapy, lahir di Saparua Maluku, seorang pakar hukum Indonesia dan merupakan guru besar dalam ilmu hukum di Universitas Airlangga.
Seseorang yang memiliki integritas, sering saya lihat baik dalam acara ILC
(Indonesia Lawyer Club) ataupun videonya di youtube. “pinter tenan dirimu prof... prof...” membuat saya membulatkan
keinginan untuk dapat menerapkan disiplin ilmu yang didapat untuk menambah rasa
percaya diri bagi saya pribadi khususnya, serta menambah kemampuan di bidang akademik
bagi seorang Notaris PPAT sehingga dapat memberikan pelayanan jasa dalam bidang
hukum kepada masyarakat umumnya, dan dapat memberikan sumbangan
Tidak ada penyesalan dalam diri
saya untuk kuliah lagi walaupun, sudaaah capek...
Pada akhirnya, dengan merenung dan memikirkan baik-baik dan berbekal
restu serta dorongan orang tua terutama papa tersayang maka mengambil kuliah S3
tidaklah menjadi keputusan yang salah dalam hidup saya. Saya tidak menyesal untuk
mengambil keputusan ini.
Tulisan ini adalah sebuah pendapat pribadi tentang pengalaman pribadi
saya dan dapat menjadi masukan untuk yang sedang bingung atau galau dalam
mengambil keputusan untuk melanjutkan kuliah lagi atau tidak, anyway.. your success is your choice –
Marlon Smith.
"DO THE BEST and let GOD DO THE REST.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar