Pidato Pengukuhan Guru Besar
Prof.Djamal Wiwoho
Sebagai Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret
17 Nop 2010, www.jamalwiwoho.com
Sinkronisasi Kebijakan Corporate
Social Responsibility (CSR) dengan Hukum Pajak Sebagai Upaya Mewujudkan
Kesejahteraan Di Indonesia[1]
Semenjak keruntuhan rezim Orde
Baru, masyarakat semakin berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan
tuntutannya terhadap perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah
semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial (social control) terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku
bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku
bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan (profit) dari usahanya, melainkan juga mereka memberikan kontribusi
positif terhadap lingkungan sosialnya yang diwujudkan melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
Schermerhorn, memberi definisi CSR sebagai suatu kepedulian
organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam
melayani kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal. CSR merupakan
pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi
bisnis mereka dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) berdasarkan prinsip
kesukarelaan dan kemitraan
Nama lain
yang memiliki kemiripan atau diidentikkan dengan CSR adalah :
1.
Pemberian/ Amal Perusahan (Corporate Giving/Charity)
2.
Kedermawanan Perusahaan (Corporate Philanthropy)
3.
Relasi Kemasyarakatan Perusahan (Corporate Community/Public Relations)
4.
Pengembangan Masyarakat (Community Development)
Sementara itu Konsep Piramida CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol,
CSR adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan identik
dengan tanggung jawab filantropis. yang meliputi :
1. Tanggung
jawab Ekonomi, dengan kata kunci make a
profit
2. Tanggung
jawab legal, kata kuncinya obey the law
3.
Tanggung jawab etis, kata kuncinya Be ethical
4. Tanggung
jawab filantropis, kata kuncinya nonfiduciary
responsibility
Adapun
faktor-faktor pendorong utama bagi perusahaan mengapa perusahaan harus
mengimplementasikan CSR adalah :
1.
Terjadinya perubahan nilai-nilai (values)
2.
Strategy perusahaan
3. Public pressure
Sebagai
sebuah Corporate Philantrophy kita mengenal empat model yaitu :
1.
Keterlibatan langsung, contohnya adalah SCTV
peduli, Peduli Indosiar dll.
2.
Melalui yayasan, contohnya Yayasan Coca-cola
Company, Yayasan Dharma Bakti ASTRA dll
3.
Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium,
Contohnya Yayasan Mitra Mandiri
4.
Bermitra dengan pihak lain, sebagai contoh
Pertamina memberikan bantuan kepada UNS sebesar satu milyar rupiah untuk
penyempurnaan perpustakan UNS
Ditinjau dari sudut pandang hukum pajak, program CSR yang dilaksanakan
di perusahaan-perusahaan dapat terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh) maupun
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), misalnya:
1.
Dalam bidang Lingkungan Hidup,
Hal ini berkaitan dengan biaya
pengolahan limbah
2. Pada
hasil produk dan konsumen,
Hal ini bisa dilakukan dengan
memberikan produknya secara gratis kepada masyarakat, meningkatkan kepuasaan
pelanggan dengan memberi pelayanan setelah penjualan, dll
3. Dalam
bidang ketenagakerjaan
Berkaitan dengan program pelatihan-pelatihan,pemberian
tunjangan,mutasi dan promosi pada para karyawan
4. CSR
dalam bidang kesehatan
Hal ini berkaitan dengan program
pemberian sarana dan prasarana kesehatan, misalnya puskesmas, khitanan massal,
imunisasi, dll
5. Dalam
bidang pendidikan
Hal ini berkaitan dengan program
beasiswa kepada siswa yang berprestasi dan siswa yang tidak mampu, atau
sumbangan untuk sarana dan prasarana sekolah
Kegiatan CSR
dan pembayaran pajak bagi perusahaan mestinya bersifat komplementer sebab
kebijakan CSR dan hukum pajak di Indonesia saat ini masih bersifat sektoral dan
belum ada sinkronisasi baik secara horizontal maupun vertikal. Idealnya kedua
kebijakan itu saling menyempurnakan yang pada akhirnya dapat menghadirkan
kesejahteraan kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.
Sebagai
ilustrasi di Kanada, policy CSR dengan hukum pajak telah ada sinkronisasi dan
saling melengkapi. Setiap orang yang tinggal di Kanada harus mempunyai Social Insurance Number (SIN). Kartu SIN
merangkap fungsi KTP dan NPWP, dengan SIN pemerintah memonitor kesejahteraan
masyarakat. Pajak yang dibayar oleh pemberi kerja disetor dengan menyebutkan
SIN pekerja, dan pihak bank juga akan menerima transfer pembayaran gaji dari
pemberi kerja dengan menyertakan SIN. Setiap penduduk wajib menyerahkah tax
return atau semacam “nisab harta tahunan”. Kemudian dikurangi dengan biaya
hidup dan tanggungan keluarga setahun. Besarnya biaya hidup ditentukan negara,
bila sisa harta kurang dari jumlah yang ditentukan maka tergolong miskin, dan
tidak wajib membayar pajak.
Si miskin
yang telah membayar pajak dari upah yang dia terima dan semua pajak dari barang
konsumsi selama setahun, maka ia berhak mendapatkan pengambalian atas pajak
yang dipungut. Bahkan pemerintah memberikan skema subsidi untuk penduduk
penghasilan rendah, seperti subsidi perumahan. Yang menarik adalah kedudukan
transasksi harta yang bersifat non ekonomi seperti hibah, shodaqoh, infaq yang
dikelola oleh lembaga khusus. Lembaga ini menerima sumbangan dari perusahan dan
orang kaya, dan tiap tahun harus melaporkan laporan keuangannya kepada negara.
Bukti penyumbang dari lembaga tersebut dapat digunakan sebagai pengurang
pendapatan sebelum dikenai pajak.
Dalam pandangan Prof. Djamal Wiwoho, sistem CSR dan perpajakan yang
dijalankan di atas mengadopsi nilai-nilai yang diajarkan di dalam agama.
1. Pertama
adalah konsep tentang peran Negara dalam mengatur perekonomian rakyat di mana
Negara bertugas menciptakan pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi
rakyat.
2. Kedua
adalah konsep sodaqoh.
Di samping zakat yang wajib, agama menganjurkan
masyarakat untuk beramal di luar zakat, seperti shodaqoh dan infaq. Shodaqoh
yang tidak disiarkan kepada khalayak adalah yang terbaik sebab tidak tercampur
unsur riya’/pamer. Tetapi adakalanya shodaqoh harus dipaparkan kepada
masyarakat untuk keperluan transparansi dan akuntabilitas. Itulah mengapa
shodaqoh terang terangan tetap dipuji di dalam AlQur'an.
3. Ketiga
adalah konsep hisab atas harta yang akan dijalani oleh semua manusia kelak di
akhirat.
Hisab harta manusia adalah pemeriksaan mengenai dari mana dan
bagaimana manusia memperoleh harta, serta bagaimana ia
membelanjakan/menggunakan harta tersebut.
Dari pemeriksaan tersebut akan tampak
apakah perolehan dan pembelanjaan harta manusia selama hidup di dunia sudah
sesuai dengan tuntunan atau tidak; ada kedzaliman atau tidak. Jika kita sudah
terbiasa dengan hisab harta sejak di dunia ini, maka insya Allah kelak di
akhirat kita akan dengan mudah melewati hisab harta dan segera bisa sampai ke
surga.
[1] Pidato
Pengukuhan Guru Besar Prof.Djamal Wiwoho, Sebagai Guru Besar Hukum Bisnis
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 17 Nop 2010, www.jamalwiwoho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar