26/10/16

Love is the Bridge between You and Everything 🍀

Apakah kegunaan dari filsafat, tanya seseorang pada Heideger, 
jawab Heideger justru balik bertanya, 
Sejak kapan filsafat memiliki kegunaan ? Mendengar itu sekitar delapan puluhan orang seisi ruangan kontan tertawa. 

Antusiasme yang luar biasa, meski banyak yang harus lesehan karena tidak kebagian kursi. 
Beruntung ada anak muda yang rela mengikhlaskan kursi empuknya untuk ku. 

Bagiku pribadi, apa guna filsafat ? Untuk memiliki kemampuan berkata Tidak, atas sesuatu yang "dipaksakan" oleh lingkungan terhadap kita. Setiap orang (yang tertindas) dan yang tak memiliki apa apa lagi, masih memiliki kemewahan dalam batinnya untuk berkata Tidak. Atas apapun yang dipaksakan kepadanya. (Rahman Omen)

Filsafat menyadarkan kita bhw pd satu titik tertentu, kita mesti Tak Berkata Apa-apa.. 
(Azam Bahtiar).

Mengapa Filsafat ?

Sesungguhnya setiap orang menghasrati pengetahuan, demikian kata filsuf yunani kuno. 
Namun faktanya banyak orang yang enggan dan menaruh curiga dengan induk segala ilmu pengetahuan, yakni filsafat. Salah satu ke-engganan orang terhadap filsafat disebutkan misalnya , filsafat takkan mampu mengubah realitas. 
Filsafat dituduh sebagai pembahasan mengawang awang tanpa memberikan manfaat nyata bagi kehidupan. Meskipun faktanya, dalam hidup kita lebih butuh belajar filsafat untuk memaknai apa arti hidup, dibandingkan kita beberapa tahun meluangkan waktu belajar peta geografi (yang bisa kita baca sendiri saat dewasa). 

Faktanya dalam hidup kita lebih butuh mendefinisikan dang mengartikan kebahagiaan. 
Dibandingkan waktu yang dihabiskan oleh sarjana sosial dalam mempelajari rumus rumus kimia saat duduk di bangku SMU. 
Faktanya, kita butuh mengartikan apa itu keadilan dalam hidup, dibandingkan kita sibuk membelah jeroan mamalia, reptilia dalam pelajaran Biologi.

Belajar filsafat dituduh sebagai perilaku absurd, yang hanya akan membuat kita menjadi Sisifus, yang menjalani kutukan hidup dengan memanggul batu besar, dari kaki gunung, menuju puncak, untuk selanjutnya batu akan dilempar lagi oleh dewa ke bawah, dan sisifus akan mengambil lagi ke bawah, lalu memanggulnya lagi ke atas. Demikian seterusnya .  
Filsafat seolah tak ada gunanya dalam hidup keseharian. 
Padahal justru dalam menafsir setiap kejadian keseharian, kita membutuhkan filsafat untuk mampu berpikir mandiri, tidak ikut ikutan dan tidak mudah di permainkan oleh agenda media yang kita tak paham apa kepentingan di baliknya.

Seorang teman pernah setengah mengeluh berbisik kepada saya, 
"percuma kita membahas filsafat yang melangit, tapi realitas di depan kita tak berubah".
Kata kata teman saya itu tepat, tetapi kurang benar. 
Dia mendefinisikan realitas hanya sebatas yang bisa dilihat, dan dicerap secara indrawi. Kita mengacaukan yang ada dengan yang tampak. Padahal tak semua yang ada itu tampak. Bahkan pembahasan dan arti "ada" itu sendiri adalah konsepsi yang tak tampak oleh indra kita. Pendek kata, realitas tak hanya yang terlihat oleh mata kita. 

Bahkan lebih jauh, realitas batin kita jauh lebih besar artinya dalam hidup kita, dibandingkan realitas yang kita lihat sehari hari. 
Kenapa ? 
Karena kita tak pernah melihat dan menafsirkan realitas sebagaimana dia adanya. 
Kita lebih sering (jika tidak selalu) menafsirkan dan memandang realitas berdasarkan keinginan kita, sudut pandang kita, dan persepsi kita. 
Realitas tak kita ihat sebagaimana dia meng-ada, tapi realitas kita lihat sebagaimana kita ingin melihatnya. Persepsi kita yang sepenuhnya bermain dalam memaknai realitas. Dan jika tak banyak tools yang kita miliki untuk menafsirkan realitas, maka akan terjadi seperti yang dikatakan Witgenstein, "Jika yang kamu miliki hanya palu, maka segala yang kamu lihat akan serupa paku". 

Alangkah menyedihkannya jika kita menderita penyakit yang disebut Witgenstein tadi, hanya memiliki satu warna dalam melihat kenyataan kehidupan yang indah, penuh warna adanya.
Dan sempitnya sudut pandang dalam meliha t realitas, dapat diperluas dengan memanfaatkan filsafat. Adakalanya kita tak mampu mengubah kenyataan yang menimpa hidup kita, namun dengan filsafat kita mampu mengubah sudut pandang dan membuat diri kita lebih kuat dalam menatap penderitaan. 
Karena kebahagiaan sejatinya lebih merupakan realitas internal batin kita, alih alih perkara di luar yang menimpa kita. Dan dengan filsafat, kita akan senantiasa memperbarui, bergerak dan terus berupaya menyempurnakan realitas pedalaman batin kita. Karena bukan dunia yang lebih penting untuk kita ubah, melainkan pedalaman batin kita yang lebih utama untuk kita perhatikan dan kita upayakan untuk terus membaik. Kata kitab suci, jika kita berhasil menyelamatkan satu orang, maka kita seumpama telah menyelamatkan manusia seisi semesta.  
(Rahmat Omen, 19.10.2016)

Science is organized knowledge. 
Wisdom is organized life.
Morality is not properly the doctrine of how we may make ourselve happy, but how we make ourselves worthy of happiness.
(Immanuel Kant)

Yakinlah : di jalan Cinta, Tuhan akan selalu bersama-mu
Love is the Bridge between You and Everything....
(Mawlana Jalaluddin Rumi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar