1.
Wasiat Wajibah
-
Kedudukan cucu perempuan pancar
laki-laki adalah ashabul-Furudh dan
cucu pancar perempuan adalah dzawil
archam. Sebagai dzawil archam, cucu pancar perempuan tidak akan menerima warisan
sedikitpun jika ada ashabul-furudh atau ashobah. Sementara cucu perempuan
pancar laki-laki, walaupun sebagai ashabul-furudh,
jika ada beberapa anak perempuan atau anak laki-laki haknya belum terbuka
(terhijab), sehingga seperti halnya cucu pancar perempuan boleh jadi tidak akan
menerima warisan sedikitpun.
Dengan memandang, bahwa mustahil seorang kakek/nenek
tega membiarkan cucunya tidak mendapat bagian dari harta yang ditinggalkannya,
serta memandang bahwa wasiat itu hukumnya wajib, maka suatu wasiat bagi cucu diperkirakan
akan dibuat sekiranya dia masih hidup.
Suatu wasiat tidak
dibuat, tetapi diduga keras akan dibuat sekiranya pewaris masih hidup
dinamakan wasiat wajibah. Para ahli faraidh sepakat umumnya bahwa wasiat wajibah
hanya dapat diberikan kepada cucu yang memiliki kekerabatan kedua (hanya kepada
anaknya anak). Besarnya wasiat wajibah adalah sebesar orang tuanya dengan
ketentuan tidak boleh lebih dari 1/3 bagian.
Berdasarkan pasal 209 KHI wasiat wajibah diberikan pula
terhadap anak angkat maupun orang tua angkatnya.
2.
Muqasamah
Dalam hal kakek mewaris bersama saudara
sekandung/sebapak, maka mereka berserikat sebagai ashabah dan pembagian waris diantara mereka dilakukan dengan cara muqasamah.
Di dalam muqasamah, kakek dipandang sebagai saudara laki-laki
dan bagiannya ditetapkan sebesar bagian saudara laki-laki, yaitu 2 bagian, dan
saudara perempuan sebesar 1 bagian dari sisa. Bila dengan cara tersebut bagian
kakek lebih besar dari 1/6 tirkah, maka itulah bagiannya kakek. Sementara jika
dengan cara tersebut bagian kakek lebih kecil dari atau sama dengan 1/6 tirkah, maka bagian kakek adalah 1/6
tirkah dan saudara menerima sisa.
Oleh sebab itu didalam cara muqasamah perlu dihitung
dahulu nilai ushubah. Jika ushubah
kurang dari atau sama dengan 1/6 tirkah maka bagian kakek adalah 1/6 tirkah dan
dapat dipastikan saudara tidak menerima sedikitpun karena tidak ada lagi ushubah. Sementara jika ushubah lebih
besar dari 1/6 tirkah, maka perlu dilakukan perhitungan bagian kakek dengan
cara memandang kakek seperti halnya saudara laki-laki. Jika hasil perhitungan
tersebut menunjukkan bahwa bagian kakek lebih besar dari 1/6 tirkah, maka
itulah bagian kakek. Sementara jika hasil perhitungan tersebut menunjukkan
bahwa bagian kakek lebih kecil dari 1/6 tirkah, maka bagian kakek adalah 1/6
tirkah dan saudara mendapat ushubah.
Dengan kata lain, di dalam muqasamah bagian kakek sekurang-kurangnya adalah 1/6 tirkah. Untuk
lebih jelasnya lihat contoh pada power
point masalah muqasamah.
3.
Cucu pelengkap
Bagian warisan untuk satu anak perempuan = ½ bagian dan
untuk beberapa anak perempuan = 2/3 bagian.
Bila ada beberapa anak perempuan, cucu perempuan tidak
mendapat bagian. Bila ada satu anak perempuan dan cucu perempuan maka bagian
satu anak perempuan = ½ bagian dan cucu perempuan = 1/6 bagian (cucu pelengkap
untuk menjadi 2/3 bagian).
4.
Musyarakah
Dalam hal saudara laki-laki sekandung tanpa saudara perempuan sekandung
mewaris bersama saudara seibu, ibu atau
nenek, suami, maka bila dengan cara perhitungan biasa saudara sekandung
tersebut tidak akan dapat bagian , karena kedudukan saudara sekandung adalah
sebagai ashabah dan dalam kasus ini tidak ada ushubah (sisa).apabila dipandang
dari sisi ibu, saudara sekandung dan saudara seibu adalah satu ibu. Oleh karena
itu penyelesainnya adalah saudara sekandung ditempatkan ke dalam saudara seibu
dan mewaris bersama-sama saudara seibu dengan bagian yang sama baik laki-laki
maupun perempuan (Musyarakah).
Contoh :
Seorang perempuan mati, meninggalkan ahli waris suami,
ibu, satu saudara perempuan seibu, satu saudara laki-laki seibu, dan dua
saudara laki-laki sekandung.
Penyelesaiannya :
Suami =
½ (tidak ada anak)
Ibu =
1/6 (tidak ada anak)
Sisa harta =
1 – (3/6 +1/6) = 1/3
Bagian masing-masing saudara sekandung, seibu, laki-laki
dan perempuan adalah sama (musyarakah) = ¼ x 1/3 = 1/12
AKTA PEMBAGIAN DAN
PEMISAHAN HARTA WARISAN
I.
Tinjauan Umum
Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang, dalam praktek
pembagian harta warisan biasanya ahli waris langsung membagi dengan cara :
- Apabila harta warisan berupa benda tetap (tanah-bangunan) langsung pembagiannya melalui PPAT.
- Apabila harta warisan berupa benda bergerak dan atau uang, langsung dibagikan kepada masing-masing ahli waris, atau berdasarkan kesepakatan ahli waris.
Akan tetapi apabila ternyata harta warisannya cukup banyak,
dan mungkin terdiri dari berbagai macam,
maka ahli waris akan menempuh pembagiannya melalui prosedur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Proses pembagian dan pemisahan harta warisan bagi ahli
waris yang tunduk pada waris BW, berbeda dengan yang tunduk pada Hukum Waris
Adat dan berbeda pula dengan yang tunduk pada Hukum Waris Islam. Bagi yang
tunduk pada hukum waris BW pembuatan akta pembagian dan pemisahan harta warisan
melalui empat tahapan yaitu tahap pertama pembuatan keterangan hak waris, tahap
kedua penaksiran harta warisan, tahap ketiga pengumuman dan tahap keempat
pembuatan akta pembagian dan pemisahan harta warisan.
Keterangan hak mewaris dapat dibuat oleh :
- Lembaga peradilan (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama)
- Instansi pemerintah (BHP, Lurah/Kepala Desa dan Camat)
- Pejabat Umum (Notaris)
Kewenangan tersebut didasarkan kepada golongan penduduk
atau keturunan dari ahli waris dan atau berdasarkan pilihan hukum dari ahli
waris.
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama hanya dapat
memberikan keterangan hak mewaris dalam kontek sengketa (kontensius) dan tidak dalam kontek penetapan (voluntair) (SEMA No. 26/TUADA-A6/III-UM/VII/1993 tanggal 8 Juli
1993).
Peradilan Agama adalah peradilan bagi
orang-orang/penduduk Indonesia
yang beragama Islam. Peradilan Agama (UU no 50 tahun 2009 tentang Pengadilan
Agama), bertugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam dibidang :
a.
Perkawinan
b.
Kewarisan, wasiat dan hibah
yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
c.
Wakaf dan sodaqoh.
Khusus untuk bidang kewarisan, Pengadilan Agama hanya
mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara-perkara bagi orang-orang/penduduk Indonesia yang beragama Islam
berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sehingga dengan demikian Pengadilan Agama
yang akan menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai
harta warisan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan melaksanakan
pembagian harta warisan tersebut menurut ketentuan-ketentuan hukum Islam
berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits (syar’i).
Berdasarkan SEMA tersebut Pengadilan Agama hanya dapat
memutus perkara-perkara yang bersifat kontensius
(sengketa) tidak dalam perkara yang bersifat permohonan penetapan (voluntair). Hal ini mengakibatkan
menimbulkan masalah bagi penduduk yang beragama Islam yang ingin membuat
ketetapan dalam bidang kewarisan menurut hukum kewarisan Islam, apabila
permohonan tersebut diajukan oleh para ahli waris secara sepakat tanpa adanya
suatu sengketa (voluntair). Dengan
merujuk SEMA tersebut diatas, masalah yang timbul adalah kepada siapa ahli
waris tersebut untuk mendapatkan keterangan pembagian warisan menurut hukum
waris Islam oleh karena pengadilan agama tidak diperbolehkan, kepada Pengadilan
Negeri, kepada BHP, Notaris, Lurah/Kepala Desa dan Camat tidak mungkin karena
tidak berwenang. Dalam praktek ternyata tidak dipatuhi oleh Pengadilan Agama.
Apabila para ahli waris menghadap kepada notaris dalam
kontek ini, maka posisi notaris tidak sama dengan waktu ahli warisnya yang
tunduk pada BW. Notaris dalam posisi memberikan penyuluhan hukum kepada para
pihak dalam membagi warisan berdasarkan Hukum Waris Islam, yang kemudian para
pihak telah sepakat baru notaris menuangkannya ke dalam akta pembagian dan
pemisahan harta warisan.
Akta yang dibuat oleh notaris merupakan akta otentik
yang berkekuatan hukum sama dengan putusan pengadilan. Oleh karena itu akta
pembagian dan pemisahan harta warisan selanjutnya berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
II. Sistematika Pembuatan Akta
Dalam perkembangan hukum masyarakat sekarang ini mulai
menginginkan adanya satu kepastian, dan dalam melakukan tindakan hukum dan/atau
hubungan hukum diperlukan adanya bukti otentik. Tindakan hukum dan/atau
hubungan hukum yang dituangkan dalam akta otentik (akta notariil), harus dibuat
oleh dan dihadapan seorang notaris. Perkembangan masyarakat yang demikian pesat
menuntut notaris dalam melaksanakan jabatannya harus menguasai seluruh masalah
terkait dengan pembuatan akta dan harus menguasai ketentuan-ketentuan dalam
UUJN maupun peraturan perundang-undangan lainnya, dalam pembuatan akta notaris
harus hati-hati, sebab apabila ada satu kesalahan yang dilakukan oleh notaris
dan dapat mengakibatkan hilangnya keotentikan akta yang dibuat notaris dapat
digugat oleh para pihak dengan menanggung semua akibat hukum yang timbul.
Untuk menghindari tuntutan tersebut notaris dalam
membuat akta harus berpedoman dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam UUJN.
Pasal 38 UUJN :
(1)
Setiap akta notaris terdiri
atas :
a.
Awal akta atau kepala akta
b.
Badan akta; dan
c.
Akhir atau penutup akta.
(2)
Awal akta atau kepala akta
memuat :
a.
Judul akta
b.
Nomor akta
c.
Jam, hari, tanggal, bulan dan
tahun; dan
d.
Nama lengkap dan tempat
kedudukan notaris.
(3)
Badan akta memuat :
a.
Nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal
para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili.
b.
Keterangan mengenai kedudukan,
bertindak penghadap.
c.
Isi akta yang merupakan kehendak
dan keinginan dari pihak yang berkepentingan, dan
d.
Nama lengkap, tempat tinggal
dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari
tiap-tiap saksi pengenal.
(4)
Akhir atau penutup akta memuat
:
a.
Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf l atau pasal 16 ayat (7).
b.
Uraian tentang penandatanganan
dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada.
c.
Nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap
saksi akta, dan
d.
Uraian tentang tidak adanya
perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya
perubahan yang dapat berupa perubahan, pencoretan atau penggantian.
Dalam pembuatan akta pembagian dan pemisahan harta warisan
harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam UUJN.
Ketentuan-ketentuan dalam UUJN dapat diuraikan sebagai
berikut :
1.
Awal akta atau kepala akta
terdiri dari judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal,
bulan dan tahun pembuatan akta. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.
a.
Judul akta
UUJN tidak mengatur mengenai pemberian nama judul akta.
Pemberian nama judul akta hanya merupakan kebiasaan dalam praktek notaris yang
berguna untuk memudahkan dalam pencarian arsip protokol notaris disamping juga
untuk memudahkan pembaca akta untuk mengetahui gambaran umum dari isi akta.
b.
Nomor akta
UUJN mewajibkan notaris membuat daftar akta (pasal 58
ayat (1)) dan dalam daftar akta notaris setiap hari mencatat semua akta yang
dibuat oleh atau dihadapannya baik dalam bentuk minuta akta maupun originali.
Pasal 58 ayat (2) : Dalam daftar akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), notaris setiap hari mencatat semua akta yang dibuat
oleh atau dihadapannya, baik dalam bentuk minuta maupun originali tanpa
sela-sela kosong, masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis
tinta, dengan mencantumkan nomor urut, nomor bulanan, tanggal, sifat akta, dan
nama semua orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa
orang lain.
Ini berarti nomor akta notaris dibuat mulai nomor 1
setiap bulannya.
c.
Jam, hari, tanggal, bulan dan
tahun pembuatan akta.
Penulisan tanggal, bulan dan tahun ditulis dengan angka
dan kemudian ditulis dengan huruf.
d.
Nama lengkap dan tempat
kedudukan notaris.
Penulisan nama lengkap artinya tidak diperbolehkan
penulisan disingkat baik itu nama maupun gelar, sedangkan kedudukan adalah
sesuai dengan SK pengangkatan sebagai notaris.
2.
Badan akta
a.
Nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal
para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili. Ini merupakan komparisi
adalah pihak yang menghadap notaris, apakah ia bertindak untuk diri sendiri
atau wakil dari orang lain.
b.
Keterangan mengenai kedudukan
bertindak penghadap kedudukan yang dimaksudkan adalah penghadap bertindak
sesuai dengan kedudukannya, misalnya selaku wali dari anaknya yang masih
dibawah umur, dll.
c.
Premisse
Premisse merupakan keterangan-keterangan sebagai
pengantar isi akta, ini perlu dibuat apabila isi aktanya agak sulit dan
panjang.
d.
Isi akta yang merupakan
kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan.
Beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan
akta dalam arti keinginan para pembuat akta yang dituangkan dalam isi akta
ialah :
1)
Harus jelas dan terperinci
sehingga dengan demikian hak dan kewajiban para pihak dapat diketahui dengan
jelas batas-batasnya.
2)
Tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
3)
Harus dapat dilaksanakan oleh
para pihak yang berkepentingan.
3.
Akhir atau penutup akta.
a.
Uraian tentang pembacaan akta
Akta yang dibuat dihadapan notaris wajib dibacakan
dihadapan penghadap dan paling sedikit 2 orang saksi dan ditandatangani pada
saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris (pasal 16 ayat (1) huruf l.
Pembacaan tidak wajib dilakukan jika penghadap menghendaki agar akta tidak
dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan memahami
isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta
pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap , saksi dan notaris.
b.
Uraian tentang penandatanganan
dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta apabila ada. Akta yang dibuat
segera setelah dibacakan oleh notaris ditandatangani oleh penghadap, saksi dan
notaris.
c.
Nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap
saksi akta. Kebiasaan saksi diambilkan dari karyawan notaris, akan tetapi hal
ini tidak harus, dapat juga saksi dari selain karyawan notaris, yang paling
penting harus memenuhi keabsahan sebagai saksi (pasal 40 UUJN).
d.
Uraian tentang tidak adanya
perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya
perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian. Apabila
tidak ada perubahan cukup diterangkan dilangsungkan dengan tiada perubahan
apapun. Tetapi apabila ada perubahan harus diterangkan secara jelas bentuk
perubahannya, apakah perubahan, pencoretan atau pencoretan dengan penggantian.
Kesemuanya harus diterangkan secara detail.
CONTOH-CONTOH
KASUS
Kasus 1.
Bapak Mamad menikah dengan ibu Aminah dan dikaruniai
seorang anak perempuan bernama Fatimah. Fatimah menikah dengan Mubarok
dikaruniai dua orang anak yaitu Purnama (laki-laki) dan Purwanti (perempuan).
Nyonya Fatimah meninggal tahun 2000. Purnama menikah dengan Fitri dikaruniai
dua orang anak yaitu Zaenal (laki-laki)
dan Zaitun (perempuan). Purnama meninggal pada tahun 1995. purwanti menikah
dengan Agus dikaruniai dua orang anak yaitu Mamad (laki-laki) dan Siti
(perempuan).
Ahli waris alm Fatimah menghadap saudara selaku notaris
untuk menyelesaikan pembagian warisannya sekaligus membuatkan akta pembagian
dan pemisahan harta warisan tersebut sesuai dengan Hukum Waris Islam.
HP = Rp. 324.000.000,
Kemudian para ahli waris almarhumah Nyonya Fatimah
menghadap saudara untuk dibuatkan akta pembagian dan pemisahan harta warisan
dari almarhumah Fatimah dengan menyerahkan dokumen :
1. Semua akta-akta yang berkenaan
dengan pewarisan harta warisan almarhumah Nyonya Fatimah, misalnya akta
kematian, akta perkawinan,, akta kelahiran, KTP, KK, dan dokumen-dokumen
lainnya secara lengkap.
2. Surat kuasa dari tuan Zaenal
kepada ibunya (Nyonya Fitri) dibuat notariil dihadapan Amir,SH, Notaris di
Surabaya.
3. Surat kuasa dari Nyonya Zaitun
kepada ibunya (Nyonya Fitri) dibuat dibawah tangan dilegalisasi oleh tuan
Purba,SH, Notaris di Semarang.
TUGAS
Berdasarkan pada hal-hal tersebut
diatas, saudara ditugaskan untuk membuat pembagian dan pemisahan harta warisan
dari almarhumah Nyonya Fatimah tersebut, dengan catatan :
1. Saudara bertindak selaku notaris di
Kabupaten Boyolali.
2. Hal-hal atau data-data yang belum
lengkap serta dokumen yang masih kurang dalam pembuatan akta pembagian dan
pemisahan harta warisan, dipersilahkan kepada saudara untuk melengkapinya.
Penyelesaiannya :
Pada saat ibu Fatimah meninggal yang menjadi ahli waris adalah :
- Mubarok (suami)
- Mamad (ayah)
- Aminah (ibu)
- Purwanti (anak P)
- Zaenal (cucu L garis L)
- Zaitun (cucu P garis L)
- Mamad (cucu L garis P)
- Siti (cucu P garis P)
- Fitri (menantu = semenda)
- Agus (menantu = semenda)
-
Mamad dan Siti (dzawil archam) karena ibunya Purwanti masih
hidup, sehingga hak mewarisnya belum terbuka.
-
Fitri dan Agus (menantu sebagai
keluarga semenda tidak dapat mewaris)
-
Zaenal dan Zaitun sebagai cucu
garis laki-laki mewaris bersama-sama menggantikan bagian ayahnya Purnama selaku
ashobah bil ghoiri.
Penyelesaian pembagian warisannya adalah :
- Mubarok (suami) = ¼ (ada anak)
- Mamad (ayah) = 1/6 (ada anak)
- Aminah (ibu) = 1/6 (ada anak)
Bagian anak ushubah (sisa) ialah : 1 – (3/12 + 2/12 +
2/12) = 5/12
Bagian Purnama digantikan (digantikan Zaenal dan Zaitun)
dan bagian Purwanti =
2 : 1
Jadi bagian
Zaenal =
(2/3 x 5/12) x 2/3 = 10/54 = 20/108
Bagian
Zaitun
= (2/3 x 5/12) x 1/3 =
5/54 = 10/108
Bagian
Purwanti = 1/3 x 5/12 = 5/36 =
15/108
Harta Peninggalan = Rp. 324.000.000,-
- Mubarok = ¼ x 324.000.000,- = Rp. 81.000.000,-
- Mamad = 1/6 x 324.000.000,- = Rp. 54.000.000,-
- Aminah = 1/6 x 324.000.000,- = Rp. 54.000.000,-
- Purwanti = 15/108 x 324.000.000,- = Rp. 45.000.000,-
- Zaenal = 20/108 x 324.000.000,- = Rp. 60.000.000,-
- Zaitun = 10/108 x 324.000.000,- = Rp. 30.000.000,-
Rp. 324.000.000,-
PEMBAGIAN DAN PEMISAHAN
HARTA WARISAN
Nomor :
Pada hari ini Jumat, tanggal 3-01-2014 (tiga Januari tahun dua ribu
empat belas), jam 13.00 Waktu Indonesia Bagian
barat.-------------------------------------------------------------
Menghadap dihadapan saya, Indri, Sarjana Hukum, Notaris Kabupaten
Boyolali.
1.
Tuan Mubarok, lahir di………..pada
tanggal………..(………..), Warga Negara Indonesia, Swasta, Pemegang Kartu Tanda
Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal di………..
2.
Tuan Mamad, lahir di………..pada
tanggal………..(………..), Warga Negara Indonesia, Swasta, Pemegang Kartu Tanda
Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal di………..
3.
Nyonya Aminah, lahir
di………..pada tanggal………..(………..), Warga Negara Indonesia, Swasta, Pemegang Kartu
Tanda Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal di………..
4.
Nyonya Purwanti, lahir
di………..pada tanggal………..(………..), Warga Negara Indonesia, Swasta, Pemegang Kartu
Tanda Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal di………..
5.
Nyonya Fitri, lahir di………..pada
tanggal………..(………..), Warga Negara Indonesia, Swasta, Pemegang Kartu Tanda
Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal di………..
Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak :
1) Berdasarkan surat kuasa
tanggal………..nomor………..yang dibuat dihadapan tuan Amran, Sarjana Hukum, Notaris
di Surabaya. Akta mana sebuah salinan resminya bermeterai cukup diperlihatkan
kepada saya, notaris, sebuah foto copynya setelah disesuaikan dengan aslinya
dilekatkan pada minit akta ini, sebagai kuasa dari dan oleh karena itu
bertindak untuk dan atas nama tuan Zaenal, lahir di………..pada tanggal………..,
warga Negara Indonesia, pedagang, bertempat tinggal di…………
2)
Berdasarkan surat kuasa yang dibuat dibawah tangan yang bermeterai
cukup, tertanggal………..(………..) nomor……….., yang dilegalisasi oleh nyonya
Munawaroh, Sarjana Hukum, Notaris di Semarang, pada tanggal………..nomor………..yang
aslinya dilekatkan pada minuta akta ini, sebagai kuasa dari-dan oleh karena itu
bertindak untuk dan atas nama nona Zaitun, lahir di………..pada
tanggal………..(………..), warga Negara Indonesia, mahasiswa, bertempat tinggal
di………..
6. Tuan Mamad, lahir di………..pada
tanggal………..(………..), Warga Negara Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, Pemegang
Kartu Tanda Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal di………..
7.
Nona Siti, lahir di………..pada tanggal………..(………..), Warga Negara
Indonesia, swasta, Pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor……….. , bertempat tinggal
di………..
8.
Tuan Agus, lahir di………..pada tanggal………..(………..), Warga Negara
Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, Pemegang Kartu Tanda Penduduk nomor……….. ,
bertempat tinggal di………..
-
Penghadap untuk diri sendiri dan bertindak dalama kedudukannya sebagaimana tersebut
diatas hendak membagi harta warisan dari almarhumah nyonya……….., yang semasa
hidupnya pedagang, telah meninggal dunia ditempat tinggalnya, terakhir di Desa
Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, pada tanggal………..dalam
usia………..tahun demikian berdasarkan surat kematian tanggal………..nomor………..yang
dibuat oleh Kepala Desa Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali,
untuk selanjutnya disebut “Pewaris”.
- bahwa pewaris pada waktu hidupnya pernah menikah
secara sah dengan tuan Mubarok pada tanggal………..(………..), sebagaimana ternyata
dari kutipan akta nikah tanggal………..(………..) nomor……….., yang dikeluarkan oleh
Kantor Urusan Agama Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali.
- bahwa dari pernikahan antara almarhum tuan … dengan
nyonya … telah dilahirkan dua orang anak yaitu tuan X dan nyonya Y
- bahwa tuan X semasa hidupnya menikah dengan nyonya Z
yang dilangsungkan di…, demikian berdasarkan kutipan akta nikah yang
dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan … tertanggal … Nomor…
yang aslinya diperlihatkan kepada saya notaris, dan sebuah fotocopinya setelah
disesuaikan dengan aslinya dilekatkan pada akta ini.
- bahwa pewaris meninggalkan harta warisan berupa uang
sejumlah … (….), yang disimpan dalam tabungan di Bank Rakyat Indonesia cabang…,
demikian berdasarkan buku tabungan Simpeda rekening nomor…
- bahwa dengan mendasarkan kepada hal-hal seperti
tersebut di atas, maka para penghadap yang bertindak sebagaimana tersebut di
atas dengan ini menerangkan bahwa mereka telah setuju dan mufakat untuk
melakukan pembagian dan pemisahan harta peninggalan pewaris sebagai berikut:
1. Kepada tuan Mubarok, menerima uang tunai sebesar Rp
81.000.000,00 (delapan puluh satu juta rupiah);
2. Kepada tuan Mamat, menerima uang tunai sebesar Rp
54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah);
3. Kepada Nyonya Aminah, menerima uang tunai sebesar Rp
54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah);
4. Kepada Nyonya Purwanti, menerima uang tunai sebesar
Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah);
5. Kepada tuan Zainal, menerima uang tunai sebesar Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah);
6. Kepada nyonya Zaitun, menerima uang tunai sebesar Rp
30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
- Dengan ini maka pembagian dan pemisahan harta warisan
yang dimaksudkan telah selesai, dan pada akhirnya para penghadap bertindak
sebagaimana tersebut di atas dengan ini menerangkan:
- bahwa mereka telah melakukan pembagian dan pemisahan
harta warisan ini dengan memuaskan masing-masing
- bahwa mereka masing-masing menerima bagiannya dari apa
yang dibagikan dan dipisahkan dengan akta ini, sehingga antara yang satu
terhadap yang lainnya tidak mempunyai penagihan atau tuntutan berupa apapun
juga mengenai pembagian dan pemisahan harta warisan ini, kecuali kewajiban
mereka untuk membayar penagihan-penagihan dengan uang tunai kepada ahli waris
lainnya yang berhak menerimanya sebagaimana diuraikan di atas;
- oleh karena itu, mereka dengan ini saling memberikan
pelunasan dan pembebasan sepenuhnya (acquit et decharge)
- bahwa surat-surat yang pada umumnya mengenai pembagian
dan pemisahan harta warisan ini akan disimpan dan dipegang oleh Bapak Mubarok
tersebut dengan kewajiban menyelesaikan pembagian dan pemisahan harta warisan
berdasarkan akta ini.
- bahwa tuan Mubarok, dengan ini diberi kuasa sepenuhnya
dengan hak substitusi oleh para ahli waris tersebut, untuk melakukan segala
sesuatu yang diperlukan agar supaya apa yang dibagikan dan dipisahkan dengan
akta ini, dapat dilaksanakan pembagiannya dengan sempurna.
- dan untuk keperluan itu, menghadap dimana perlu,
memberikan, meminta, dan menerima keterangan-keterangan, membuat, meminta untuk
dibuatkan dan menandatangani surat, akta yang diperlukan di hadapan pejabat
yang berwenang.
- mengajukan permohonan, membayar segala biaya, dengan
menerima kuitansi atas pembayaran tersebut, memilih domisili dan selanjutnya
melakukan serta mengerjakan segala sesuatu yang dianggap baik dan berguna untuk
menyelesaikan hal-hal tersebut di atas, tidak ada tindakan yang dikecualikan.
- bahwa kuasa tersebut merupakan bagian yang terpenting
dan tidak dapat dipisahkan dengan pembagian dan pemisahan harta warisan ini,
yang mana tanpa adanya kuasa tersebut, maka akta ini tidak akan dilangsungkan,
dan oleh karenanya kuasa ini tidak dapat ditarik kembali dan tidak akan
berakhir karena alasan-alasan apapun juga, dan penerima kuasa wajib
melaksanakannya sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
- akhirnya, para penghadap bertindak sebagaimana
tersebut di atas menerangkan bahwa pembagian dan pemisahan harta warisan ini,
dan segala akibat pelaksanaannya memilih tempat tinggal yang tepat dan umum di
Pengadilan Negeri Boyolali.
---------------------------------------DEMIKIANLAH AKTA
INI----------------------------
-
dibuat dan diresmikan sebagai
minute di Boyolali, pada hari dan tanggal seperti pada awal akta ini dengan
dihadiri oleh:
1. Sumarno, Sarjana Hukum, …
2. Sumarni, Sarjana Hukum, …
- kedua-duanya pegawai kantor notaris, bertempat tinggal
di Boyolali sebagai saksi-saksi.
- segera setelah akta ini dibacakan oleh saya, notaris,
kepada para penghadap dan para saksi, seketika itu maka ditandatangani akta ini
oleh para penghadap, para saksi, dan saya, notaris.
- dibuat dengan tiada memakai perubahan apapun.
Kasus 2
Ibu Siti Aminah menikah dengan bapak Abdullah mempunyai dua orang
anak yaitu Amir (laki-laki) dan Atun (perempuan). Ayah Siti Aminah bernama Musa
dan ibunya bernama Susi, dan mempunyai saudara kandung bernama Kusnan dan
Ramlan, Ramlan menikah dengan Marni dilahirkan seorang anak bernama Parjo.
Sebelum susi menikah dengan Musa, telah mempunyai anak bernama Badu,
paman Siti Aminah bernama Jatmiko, ayah Musa bernama Harun masih hidup.
Siti Aminah meninggal pada tahun 2005 dan meninggalkan harta
sejumlah Rp.
240.000.000,-. Ramlan meninggal pada tahun 1998.
Bagaimana cara penyelesaian masalah warisan atas kematian ibu Siti
Aminah sesuai dengan hukum Islam, apabila saudara selaku notaries diminta
bantuannya dari para ahli waris yang menghadap saudara.
Penyelesaiannya :
Ahli waris dari ibu Siti Aminah dapat dibuat skema sebagai berikut :
-
Nenek ibi Siti Aminah tidak
disebutkan dianggap sudah mati.
-
Para ahli waris yang masih hidup adalah :
1.
Bapak : Musa :
tidak mahjub
2.
Ibu : Susi :
tidak mahjub
3.
Suami : Abdullah : tidak
mahjub
4.
Paman : Jatmiko : mahjub
oleh Amir (anak) dan Musa (bapak)
5.
Kakek : Harun :
mahjub oleh Musa (bapak)
6.
Keponakan : Parjo : mahjub oleh Amir, Musa, Harun,
Jatmiko
7.
Anak laki-laki : Amir menjadi ashobah
binafsih
8.
Anak perempuan : Atun menjadi ashobah bil ghoiri
dengan Amir
9.
Saudara sekandung : Kusnan mahjub oleh Amir dan Musa
10.
Saudara seibu : Badu mahjub oleh Amir,
Musa, Harun dan Atun
11.
Marmi : semenda tidak mewaris
Dengan demikian yang berhak mewaris adalah bapak (Musa),
ibu (Susi), anak laki-laki (Amir), anak perempuan (Atun) dan suami (Abdullah).
-
Musa = 1/6 (karena ada anak)
-
Susi = 1/6 (karena ada anak)
-
Abdullah = 1/4 (karena ada anak)
-
Amir dan Atun ashobah = 1 – (2/12 + 2/12 + 3/12) = 5/12
Amir : Atun = 2 : 1 Amir
= 2/3 x 5/12 = 10/36
Atun = 1/3 x 5/12 = 5/36
Harta peninggalan = Rp. 240.000.000,-
Amir =
10/36 x Rp. 240.000.000,- =
Rp. 66.666.667,-
Atun =
5/36 x Rp. 240.000.000,- =
Rp. 33.333.333,-
Musa = 1/6
x Rp. 240.000.000,- =
Rp. 40.000.000,-
Susi =
1/6 x Rp. 240.000.000,- =
Rp. 40.000.000,-
Abdullah = 1/4 x
Rp. 240.000.000,- =
Rp. 60.000.000,-
Jumlah
harta = Rp. 240.000.000,-
Kasus 3 :
Bapak Kusnan menikah dengan ibu Ida mempunyai anak bapak Mamad. Ibu
Siti menikah dengan bapak Mamad dikaruniai dua anak laki-laki bernama Sukra dan
Sariman dan satu anak perempuan bernama Atun.
Ibu Siti sebelum menikah dengan bapak Mamad telah memiliki seorang
anak laki-laki bernama Parjo.
Bapak Sukra menikah dengan dengan ibu Minah dikaruniai seorang anak
laki-laki bernama Wardi dan dua anak perempuan bernama Warsiti dan Marni.
Bapak Wardi menikah dengan Diyah mempunyai satu anak perempuan
bernama Farida.
Ibu Marni menikah dengan Joko mempunyai satu anak laki-laki bernama
Purba.
Bapak Mamad meninggal pada tahun 1998 pada saat terjadi kerusuhan
nasional.
Bapak Sukra meninggal pada tahun 2010 karena sakit.
Bapak Wardi meninggal pada tahun 2000 karena kecelakaan lalu lintas.
Ibu Marni meninggal pada tahun 2005 setelah menjalani operasi tumor.
Para ahli waris menghadap saudara selaku notaris untuk menyelesaikan
pembagian warisan dari almarhum bapak Sukra sesuai dengan Hukum Waris Islam.
Harta yang di tinggalkan bapak Sukra Rp. 605.000.0000,-
Pewaris adalah bapak Sukra meninggal tahun 2010.
Bapak Mamad (ayah) meninggal tahun 1998, bapak Wardi (anak)
meninggal tahun 2000 dan ibu Marni (anak) meninggal tahun 2005. Kesemuanya
meninggal lebih dahulu sebelum pewaris. Ahli waris yang masih hidup adalah :
- Kakek (Kusnan)
- Nenek (Ida) – mahjub oleh Siti (ibu)
- Ibu (Siti)
- Saudara sekandung (Sariman)
- Saudara sekandung (Atun)
- Saudara seibu (Parjo)-mahjub oleh Warsiti dan Kusnan
- Isteri (Minah)
- Anak (Warsiti)
- Menantu/semenda (Diyah) – tidak mewaris
- Cucu garis laki-laki (Farida) – cucu pelengkap
- Menantu/semenda (Joko) – tidak mewaris
- Cucu garis perempuan (Purba) – dzawil archam, dapat wasiat wajibah.
Perhitungannya adalah :
Istri (Minah) =
1/8 (ada anak)
Ibu (Siti) =
1/6 (ada anak)
Kakek (Kusnan) = 1/6 (ada anak), muqasamah karena
mewaris bersama dengan saudara kandung dan mendapat 1/6 (min), sedangkankan
saudara kandung tidak mendapat bagian karena tidak ada ushubah (sisa).
Anak (Warsiti) = ½, bersama dengan cucu perempuan
Cucu perempuan dari pancar
laki-laki (Farida) = 1/6 (cucu
pelengkap)
Cucu laki-laki pancar perempuan
(Purba) mendapat wasiat wajibah =
¼
x [1 – (3/14 + 4/24 + 4/24)] = ¼ x 13/24 = 13/96.
Wasiat wajibah sebesar 13/96 dihitung berdasarkan kemungkinan bagian
yang akan diterima ibu Marni (anaka perempuan pewaris) seandainya semua anak
masih hidup.
Bagian masing-masing adalah :
- Ibu Minah = 1/8 = 12/96
- Ibu Siti = 1/6 = 16/96
- bapak Kusnan = 1/6 = 16/96
- Ibu Farida = 1/6 = 16/96
- Ibu Warsiti = ½ = 48/96
- bapak Purba = 13/96 = 13/96
Jumlah = 121/96
Jumlah bagian yang diterima ahli waris lebih banyak dari Harta
Peninggalan yang dibagi, maka perhitungannya dengan aul.
- Ibu Minah = 12/121 x Rp. 605.000.000,- = Rp. 60.000.000,-
- Ibu Siti = 16/121 x Rp. 605.000.000,- = Rp. 80.000.000,-
- bapak Kusnan = 16/121 x Rp. 605.000.000,- = Rp. 80.000.000,-
- Ibu Farida = 16/121 x Rp. 605.000.000,- = Rp. 80.000.000,-
- Ibu Warsiti = 48/121 x Rp. 605.000.000,- = Rp. 240.000.000,-
- bapak Purba = 13/121 x Rp. 605.000.000,- = Rp. 65.000.000,-
Jumlah
Rp. 605.000.000,-
Kasus 4.
Bapak Ahmadi menikah dengan ibu Aminah dikaruniai seorang anak
laki-laki Muhlis dan dua anak perempuan Wati dan Atun. Muhlis menikah dengan
Siti dikaruniai seorang anak perempuan Solichah.
Muhlis meninggal pada tahun 1998, ibu Aminah meninggal pada tahun
1999.
Siti saat ini sedang mengandung 7 bulan.
Untuk kepentingan anaknya Solichah dan anak yang masih dalam
kandungannya, Siti meminta kepada saudara untuk menyelesaikan pembagian warisan
menurut Hukum Waris Islam atas meninggalnya suami Muhlis dan mertuanya ibu
Aminah.
Penyelesaian :
Dalam pembagian warisan ini ada dua peristiwa hukum yaitu kematiannya
bapak Muhlis dan ibu Aminah. Oleh karena itu penyelesaiannya harus diselesaikan
kasus per kasus.
1.
Kasus kematian bapak Muhlis pada tahun 1998
Siti saat ini mengandung 7 bulan, yang berarti anak yang
dikandung bukan ahli waris Muhlis.
Para ahli waris :
- Bapak (Ahmadi) tidak mahjub
- Ibu (Aminah) tidak mahjub
- Saudara sekandung (Wati) mahjub oleh bapak
- Saudara sekandung (Atun) mahjub oleh bapak
- Isteri (Siti) tidak mahjub
- Anak perempuan Solichah
Bagian
masing-masing adalah :
- Isteri (Siti) = 1/8 (ada anak) = 3/24
- Ibu (Aminah) = 1/6 (ada anak) = 4/24
- Anak kandung (Solichah) = ½ = 12/24
- Bapak (Ahmadi) = 1/6 + Ushubah
=
1/6 + [1 – (3/24 + 4/24 + 4/24 + 12/24)
=
1/6 + (1 – 23/24)
=
1/6 + 1/24
=
5/24
Bagian
masing-masing adalah :
- Siti = 3/24
- Aminah = 4/24
- Solichah = 12/24
- Ahmadi = 5/24
2.
Kasus kematian ibu Aminah
Para ahli waris :
- Suami Ahmadi-tidak mahjub
- Anak kandung - Wati dan Atun
- Cucu Solichah- mahjub oleh dua anak perempuan (wasiat wajibah)
- Menantu Siti (semenda)
Bagian
masing-masing adalah :
- Suami (Ahmadi) = ¼ (ada anak)
- Anak perempuan (Wati) = ½ x 2/3 = 1/3
- Anak perempuan (Atun) = ½ x 2/3 = 1/3
- Cucu Solichah = 1/3
Keterangan :
Cucu
Solichah mendapat wasiat wajibah sebesar 1/3 dihitung berdasarkan kemungkinan
bagian yang diterima oleh ayahnya (Muhlis) jika ia masih hidup.
Apabila
semua masih hidup maka yang diterima Muhlis
menghitungnya
sebagai berikut :
bagian
suami = ¼ sisa = 1 – ¼ = ¾ bagian
bagian
anak = Muhlis : Wati : Atun = 2 : 1 :
1
bagian
Muhlis = 2/4 x ¾ = 6/16 = 3/8 (ini lebih
besar dari 1/3), oleh karena itu bagian Solichah hanya max menerima 1/3.