Apakah Badan Hukum Dapat Dipidana
Kamis, 29 Desember 2011
Pertanyaan :
Apakah Badan
Hukum Dapat Dipidana?
Apakah badan
hukum sebagai subjek hukum dapat dijatuhi pemidanaan?
Jawaban :
Meminjam penjelasan artikel Metamorfosis
Badan Hukum Indonesia, dalam hukum perdata telah lama diakui bahwa
suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona standi in
judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig handelen;
tort). Penafsiran ini dilakukan melalui asas kepatutan (doelmatigheid)
dan keadilan (bilijkheid). Oleh karena itu dalam hukum perdata suatu
badan hukum (legal person) dapat dianggap bersalah melakukan perbuatan
melawan hukum, disamping para anggota direksi sebagai natural persons.
Berbeda permasalahannya dalam hukum pidana. Dalam ilmu
hukum pidana, gambaran tentang pelaku tindak pidana (kejahatan) masih sering
dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke
dader). Sedangkan, perbuatan korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan
manusia (direksi; manajemen).
Permasalahan lainnya, menurut Guru Besar Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Bismar Nasution dalam
tulisannya “Kejahatan
Korporasi dan Pertanggungjawabannya” yang dimuat dalam blog bismar.wordpress.com,
banyak pihak yang tidak mendukung pandangan bahwa Badan Hukum sebagai suatu
korporasi (perusahaan) yang wujudnya semu dapat melakukan suatu tindak
kejahatan serta memiliki criminal intent yang melahirkan
pertanggungjawaban pidana. Di samping itu, mustahil untuk dapat menghadirkan di
korporasi dengan fisik yang sebenarnya dalam ruang pengadilan dan duduk di
kursi terdakwa guna menjalani proses peradilan. Terlebih lagi, pengaturan
mengenai pemidanaan terhadap badan hukum sebagai subjek hukum tidak dapat kita
temui dalam Kitab
Undang-Undang hukum Pidana (“KUHP”).
Masih menurut Bismar, di dalam KUHP yang dianggap
sebagai subjek hukum pidana hanyalah orang perseorangan dalam konotasi biologis
yang alami (naturlijkee person). Sehingga, KUHP saat ini tidak bisa
dijadikan sebagai landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh korporasi,
namun hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurus korporasi.
Hal ini, terang Bismar, bisa kita lihat dalam Pasal
398 KUHP yang menyatakan bahwa jika seorang pengurus atau komisaris
perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan korporasi yang
dinyatakan dalam keadaan pailit atau diperintahkan penyelesaian oleh
pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan.
Akan tetapi, pada perkembangannya Badan Hukum juga
dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum.
Bismar menjelaskan, korporasi mulai diposisikan
sebagai subjek hukum pidana dengan ditetapkannya UU
Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak
Pidana Ekonomi. Kemudian, bermunculan pengaturan tentang kejahatan
korporasi yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti di
antaranya:
1. Undang-Undang No. 11/PNPS Tahun 1964
tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.
3. Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU
Tipikor”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Bismar, berdasarkan sistem hukum pidana di
Indonesia pada saat ini terdapat tiga bentuk pertanggungjawaban pidana dalam
kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu dibebankan pada
korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2)
UU Jalan.
Kemudian, dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus
korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin
dalam melakukan tindak pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2)
UU Tipikor dan UU
No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Kemudian kemungkinan berikutnya
adalah dapat dibebankan baik pada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah
atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam Pasal
20 ayat (1) UU Tipikor. Demikian menurut Bismar Nasution.
Dari penjelasan di atas kiranya dapat kita simpulkan
bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini badan
hukum sebagai subjek hukum dapat dijatuhi pemidanaan.
Dasar hukum:
3. Undang-Undang No. 11/PNPS Tahun 1964 tentang
Pemberantasan Kegiatan Subversi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar