24/03/16

SANKSI HUKUM BAGI NOTARIS



Sanksi Hukum Jika Notaris Menghilangkan Minuta Akta
Jumat, 14 Juni 2013

Apa akibatnya jika minuta akta notaris hilang?
Bagaimana jika notaris tidak tahu menahu mengenai hal tersebut dalam arti tercecer oleh pegawai?

Jawaban :
Menyimpan minuta akta adalah salah satu kewajiban Notaris sebagaimana terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”), sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a.  bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b.   membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c.   mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d.  memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;
e.  merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;
f.   menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g.  membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
h.  membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
i.   mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
j.   mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada tiap akhir bulan;
k.  mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l.   membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris
m. menerima magang calon Notaris.

Pada dasarnya, menyimpan minuta akta itu adalah kewajiban Notaris, sehingga Notaris seharusnya menyimpan sendiri Protokol Notaris (yang berisi minuta akta) dan tidak membiarkan Protokol Notaris dipegang oleh pegawainya. Ini karena Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris (Pasal 1 angka 13 UU Jabatan Notaris).
Jadi, jika minuta akta tersebut hilang, dapat dikatakan Notaris tidak menjalankan kewajibannya menyimpan minuta akta dengan benar.
Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 85 UU Jabatan Notaris, jika Notaris tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UU Jabatan Notaris, Notaris tersebut dapat dikenai sanksi berupa:
a.    teguran lisan;
b.    teguran tertulis;
c.    pemberhentian sementara;
d.    pemberhentian dengan hormat; atau
e.    pemberhentian dengan tidak hormat.
Pihak yang dirugikan oleh Notaris dapat melaporkan Notaris yang bersangkutan kepada Majelis Pengawas Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah jika kerugian itu timbul karena adanya pelanggaran dalam jabatan notaris atau pelanggaran kode etik. Atau, dilaporkan ke polisi jika perbuatan notaris tersebut sudah di luar jabatannya seperti diuraikan sebelumnya. baca dalam artikel yang berjudul Langkah Hukum Jika Dirugikan oleh Notaris.
Dasar Hukum:

Langkah Hukum Jika Dirugikan oleh Notaris
Kamis, 19 Juli 2012

Bagaimana prosedur yang harus dilakukan oleh seorang yang dirugikan oleh seorang notaris, dari pengajuan laporan sampai dengan dikeluarkannya putusan atas masalah dimaksud?

Jawaban :
Dalam hal kerugian itu timbul karena perbuatan notaris yang sifatnya di luar tugas/jabatan notaris, misalnya karena penipuan atau penggelapan, Saudara dapat melaporkannya ke pihak kepolisian. Hal ini disampaikan oleh anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris Dr. Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H. yang juga Ketua Program Pendidikan Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia sebagaimana dikutip dari artikel berjudul "Sudah Pindah, Tapi Masih Pasang Papan Nama" (sumber: Media Notaris, 21 Mei 2012).

Jika perbuatan Notaris yang merugikan pihak lain (klien) adalah dalam rangka jabatannya (dalam rangka pembuatan akta), maka sesuai Pasal 67 ayat (1) UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UUJN”), pihak yang berwenang untuk mengawasi tugas Notaris adalah Menteri, yakni Menteri Hukum dan HAM. Untuk melaksanakan lebih lanjut pengawasan Notaris, Menteri membentuk Majelis Pengawas yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi notaris, dan ahli/akademisi (Pasal 67 ayat (2) dan (3) UUJN).

Sesuai Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas Notaris terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Daerah merupakan pengawas Notaris pada tingkat pemeriksaan pertama, sehingga pihak yang dirugikan oleh Notaris melapor kepada Majelis Pengawas Daerah yang berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal 69 ayat [1] UUJN).
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah disebutkan dalam Pasal 70 UUJN antara lain adalah:
-    menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; serta
-    menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang.

Menurut Winanto Wiryomartani, S.H., M.H., notaris senior yang juga anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris, notaris adalah pejabat umum untuk melayani masyarakat. Jadi, dalam rangka pembuatan akta otentik oleh notaris, masyarakat wajib dilindungi. Untuk itulah makanya diciptakan majelis pengawas yang fungsinya melindungi masyarakat jika terjadi "malpraktek" oleh notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang merugikan masyarakat (sebagaimana dikutip dari artikel berjudul "Sudah Pindah, Tapi Masih Pasang Papan Nama" (sumber: Media Notaris, 21 Mei 2012).
 Jika seorang notaris yang diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran maka dilakukan penindakan. Untuk ini notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang dilakukannya. UUJN menyebutkan bahwa sanksi yang paling ringan adalah teguran lisan. Sanksi kedua adalah teguran tertulis, dan yang ketiga, sanksinya adalah pemberhentian sementara maksimal 6 bulan. Sanksi yang terakhir adalah pemecatan terhadap jabatannya baik dengan hormat atau tidak hormat (Pasal 85 UUJN).

Selain itu, para notaris di Indonesia juga berhimpun dalam satu wadah organisasi profesi, yakni Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang juga memiliki kode etik, yaitu Kode Etik Notaris. Sehingga, selain tunduk pada UUJN, para notaris juga tunduk pada Kode Etik Notaris yang dikeluarkan oleh INI.

Dalam penegakan kode etik notaris, ada dewan kehormatan tugasnya adalah:
-   melakukan pengawasan dalam menjunjung tinggi kode etik;
-   memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung; serta
-   memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris.
Masih dari situs media notaris disebutkan contoh pelanggaran-pelanggaran kode etik yang ditangani Dewan Kehormatan antara lain adalah jika oknum notaris mengiklankan diri atau menggunakan birojasa untuk menjaring klien-kliennya. Termasuk juga menjelek-jelekkan teman seprofesi tentang pekerjaan notaris lain. Antara Dewan Kehormatan dan Majelis Pengawas masing-masing berhak melakukan pemeriksaan sendiri-sendiri jika ada oknum notaris yang melakukan pelanggaran.
 Ketentuan lebih jauh mengenai pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan bisa dilihat pada Pasal 9 Kode Etik Notaris:
1.      Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan sidang Dewan kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut. 
2.    Apabila menurut hasil sidang Dewan Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1), ternyata ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu 7 hari kerja setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri. 
3.      Dewan Kehormatan Daerah baru akan menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutandalam sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) pasal ini. 
4.      Penentuan putusan tersebut dalam ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, baik dalam sidang itu mapan dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan keputusan melanggar atau tidak melanggar tersebut, dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 15 harikerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan Daerah dimana Notaris tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya. 
5.      Bila dalam putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya. 
6.      Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu 7 hari kerja setelah dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2 kali dengan jarak waktu 7 hari kerja, untuk setiap panggilan. 
7.      Dalam waktu 7 hari kerja, setelah panggilan ke tiga ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu dan menentukan putusannya, selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) diatas serta ayat (9). 
8.    Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya. 
9.      Putusan sidang Dewan Kehormatan Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat, semuanya itu dalam waktu 7 hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan Kehormatan Daerah. 
10.  Apabila pada tingkat kepengurusan Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah kepada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dan tempat kedudukan atau tempat tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan permasalahan yang dihadapinya.

Berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris, sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat berupa: teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotan Perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan, pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan
Jadi, pada intinya apabila ada pihak yang dirugikan oleh notaris, pihak tersebut cukup melaporkan kepada Majelis Pengawas Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah jika kerugian itu timbul karena adanya pelanggaran dalam jabatan notaris atau pelanggaran kode etik. Atau, dilaporkan ke polisi jika perbuatan notaris tersebut sudah di luar jabatannya seperti diuraikan sebelumnya.
Dasar hukum:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar