Sanksi Hukum Jika Notaris Menghilangkan Minuta Akta
Jumat, 14 Juni 2013
Apa
akibatnya jika minuta akta notaris hilang?
Bagaimana
jika notaris tidak tahu menahu mengenai hal tersebut dalam arti tercecer oleh
pegawai?
Jawaban :
Menyimpan
minuta akta adalah salah satu kewajiban Notaris sebagaimana terdapat dalam Pasal
16 ayat (1) Undang-Undang
No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”),
sebagai berikut:
Pasal 16
(1) Dalam
menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a. bertindak
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum;
b.
membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c.
mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau
Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d.
memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali
ada alasan untuk menolaknya;
e.
merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan
yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain;
f.
menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu
buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada
sampul setiap buku;
g.
membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya
surat berharga;
h.
membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan
akta setiap bulan;
i.
mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil
yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada minggu
pertama setiap bulan berikutnya;
j.
mencatat dalam repertorium tanggal
pengiriman daftar wasiat pada tiap akhir bulan;
k.
mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan
pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan
yang bersangkutan;
l.
membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan
Notaris
m. menerima magang calon Notaris.
Pada
dasarnya, menyimpan minuta akta itu adalah kewajiban Notaris, sehingga Notaris
seharusnya menyimpan sendiri Protokol Notaris (yang berisi minuta akta) dan
tidak membiarkan Protokol Notaris dipegang oleh pegawainya. Ini karena Protokol
Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus
disimpan dan dipelihara oleh Notaris (Pasal 1 angka 13 UU Jabatan
Notaris).
Jadi, jika minuta akta
tersebut hilang, dapat dikatakan Notaris tidak menjalankan kewajibannya
menyimpan minuta akta dengan benar.
Dalam hal ini,
berdasarkan Pasal 85 UU Jabatan Notaris, jika Notaris tidak melaksanakan
kewajibannya sebagaimana terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UU Jabatan
Notaris, Notaris tersebut dapat dikenai sanksi berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pemberhentian sementara;
d. pemberhentian dengan hormat; atau
e. pemberhentian dengan tidak hormat.
Pihak
yang dirugikan oleh Notaris dapat melaporkan Notaris yang bersangkutan kepada Majelis
Pengawas Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah jika kerugian itu timbul
karena adanya pelanggaran dalam jabatan notaris atau pelanggaran kode etik.
Atau, dilaporkan ke polisi jika perbuatan notaris tersebut sudah di luar
jabatannya seperti diuraikan sebelumnya. baca dalam artikel yang berjudul Langkah
Hukum Jika Dirugikan oleh Notaris.
Dasar
Hukum:
Langkah Hukum Jika Dirugikan oleh Notaris
Kamis, 19 Juli 2012
Bagaimana
prosedur yang harus dilakukan oleh seorang yang dirugikan oleh seorang notaris,
dari pengajuan laporan sampai dengan dikeluarkannya putusan atas masalah
dimaksud?
Jawaban :
Dalam hal kerugian itu timbul karena perbuatan
notaris yang sifatnya di luar tugas/jabatan notaris, misalnya karena penipuan
atau penggelapan, Saudara dapat melaporkannya ke pihak kepolisian. Hal ini
disampaikan oleh anggota Majelis Pengawas Pusat Notaris Dr. Drs. Widodo
Suryandono, S.H., M.H. yang juga Ketua Program Pendidikan Notariat Fakultas
Hukum Universitas Indonesia sebagaimana dikutip dari artikel berjudul "Sudah
Pindah, Tapi Masih Pasang Papan Nama" (sumber: Media
Notaris, 21 Mei 2012).
Jika
perbuatan Notaris yang merugikan pihak lain (klien) adalah dalam rangka
jabatannya (dalam rangka pembuatan akta), maka sesuai Pasal 67 ayat (1) UU
No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
(“UUJN”), pihak yang berwenang untuk mengawasi tugas
Notaris adalah Menteri, yakni
Menteri Hukum dan HAM. Untuk
melaksanakan lebih lanjut pengawasan Notaris, Menteri membentuk Majelis
Pengawas yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi notaris, dan
ahli/akademisi (Pasal 67 ayat (2) dan (3) UUJN).
Sesuai
Pasal 68 UUJN Majelis Pengawas Notaris
terdiri dari Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis
Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Daerah merupakan pengawas Notaris pada tingkat
pemeriksaan pertama, sehingga pihak yang dirugikan oleh Notaris melapor kepada
Majelis Pengawas Daerah yang berkedudukan di Kabupaten atau Kota (Pasal 69
ayat [1] UUJN).
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah disebutkan dalam Pasal 70 UUJN
antara lain adalah:
- menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; serta
- menerima
laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang.
Menurut
Winanto Wiryomartani, S.H., M.H., notaris senior yang juga anggota
Majelis Pengawas Pusat Notaris, notaris adalah pejabat umum untuk melayani
masyarakat. Jadi, dalam rangka pembuatan akta otentik oleh notaris, masyarakat
wajib dilindungi. Untuk itulah makanya diciptakan majelis pengawas yang
fungsinya melindungi masyarakat jika terjadi "malpraktek" oleh
notaris. Pengawasan ini tujuannya adalah pencegahan terhadap terjadinya
pelanggaran yang merugikan masyarakat (sebagaimana dikutip dari artikel
berjudul "Sudah Pindah, Tapi Masih Pasang Papan Nama"
(sumber: Media
Notaris, 21 Mei 2012).
Jika seorang
notaris yang diawasi terus-menerus melakukan pelanggaran maka dilakukan
penindakan. Untuk ini notaris yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai
peraturan yang berlaku dengan melihat pelanggaran yang dilakukannya. UUJN
menyebutkan bahwa sanksi yang paling ringan adalah teguran lisan. Sanksi kedua
adalah teguran tertulis, dan yang ketiga, sanksinya adalah pemberhentian sementara
maksimal 6 bulan. Sanksi yang terakhir adalah pemecatan terhadap jabatannya
baik dengan hormat atau tidak hormat (Pasal 85 UUJN).
Selain
itu, para notaris di Indonesia juga berhimpun dalam satu wadah organisasi
profesi, yakni Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang juga memiliki kode etik,
yaitu Kode Etik Notaris. Sehingga, selain tunduk pada UUJN, para notaris juga
tunduk pada Kode Etik Notaris yang dikeluarkan oleh INI.
Dalam
penegakan kode etik notaris, ada dewan kehormatan tugasnya adalah:
- melakukan
pengawasan dalam menjunjung tinggi kode etik;
- memeriksa dan
mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat
internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara
langsung; serta
- memberikan saran
dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan
Jabatan Notaris.
Masih dari situs
media notaris disebutkan contoh pelanggaran-pelanggaran kode etik yang
ditangani Dewan Kehormatan antara lain adalah jika oknum notaris mengiklankan
diri atau menggunakan birojasa untuk menjaring klien-kliennya. Termasuk juga
menjelek-jelekkan teman seprofesi tentang pekerjaan notaris lain. Antara Dewan
Kehormatan dan Majelis Pengawas masing-masing berhak melakukan pemeriksaan
sendiri-sendiri jika ada oknum notaris yang melakukan pelanggaran.
Ketentuan lebih
jauh mengenai pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada tingkat pertama oleh Dewan
Kehormatan bisa dilihat pada Pasal 9 Kode Etik Notaris:
1. Apabila ada anggota yang diduga
melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, baik dugaan tersebut berasal dari
pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus
Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya
dalam waktu 7 hari kerja Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil
tindakan dengan mengadakan sidang Dewan kehormatan Daerah untuk membicarakan
dugaan terhadap pelanggaran tersebut.
2. Apabila menurut hasil sidang Dewan
Kehormatan Daerah sebagaimana yang tercantum dalam ayat (1), ternyata ada
dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu 7 hari kerja
setelah tanggal sidang tersebut, Dewan Kehormatan Daerah berkewajiban memanggil
anggota yang diduga melanggar tersebut dengan surat tercatat atau dengan
ekspedisi, untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela
diri.
3. Dewan Kehormatan Daerah baru akan
menentukan putusannya mengenai terbukti atau tidaknya pelanggaran kode etik
serta penjatuhan sanksi terhadap pelanggarnya (apabila terbukti), setelah
mendengar keterangan dan pembelaan diri dari anggota yang bersangkutandalam
sidang Dewan Kehormatan Daerah yang diadakan untuk keperluan itu, dengan
perkecualian sebagaimana yang diatur dalam ayat (6) dan ayat (7) pasal ini.
4. Penentuan putusan tersebut dalam
ayat (3) diatas dapat dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, baik dalam sidang
itu mapan dalam sidang lainnya, sepanjang penentuan keputusan melanggar atau
tidak melanggar tersebut, dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 15
harikerja, setelah tanggal sidang Dewan Kehormatan Daerah dimana Notaris
tersebut telah didengar keterangan dan/atau pembelaannya.
5. Bila dalam putusan sidang Dewan
Kehormatan Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka
sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.
6. Dalam hal anggota yang dipanggil
tidak datang atau tidak memberi kabar apapun dalam waktu 7 hari kerja setelah
dipanggil, maka Dewan Kehormatan Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2
kali dengan jarak waktu 7 hari kerja, untuk setiap panggilan.
7. Dalam waktu 7 hari kerja, setelah
panggilan ke tiga ternyata masih juga tidak datang atau tidak memberi kabar
dengan alasan apapun, maka Dewan Kehormatan Daerah akan tetap bersidang untuk
membicarakan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota yang dipanggil itu
dan menentukan putusannya, selanjutnya secara mutatis mutandis berlaku
ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) diatas serta ayat (9).
8. Terhadap sanksi pemberhentian
sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan Perkumpulan
diputuskan, Dewan Kehormatan Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan
Pengurus Daerahnya.
9. Putusan sidang Dewan Kehormatan
Daerah wajib dikirim oleh Dewan Kehormatan Daerah kepada anggota yang melanggar
dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus
Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan Dewan Kehormatan Pusat, semuanya
itu dalam waktu 7 hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang Dewan
Kehormatan Daerah.
10. Apabila pada tingkat kepengurusan
Daerah belum dibentuk Dewan Kehormatan Daerah, maka Dewan Kehormatan Wilayah
berkewajiban dan mempunyai wewenang untuk menjalankan kewajiban serta
kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam rangka penegakan Kode Etik atau
melimpahkan tugas kewajiban dan kewenangan Dewan Kehormatan Daerah kepada
kewenangan Dewan Kehormatan Daerah terdekat dan tempat kedudukan atau tempat
tinggal anggota yang melanggar Kode Etik tersebut. Hal tersebut berlaku pula
apabila Dewan Kehormatan Daerah tidak sanggup menyelesaikan atau memutuskan
permasalahan yang dihadapinya.
Berdasarkan Pasal 6 Kode Etik Notaris, sanksi yang dapat
dijatuhkan terhadap Notaris yang melakukan pelanggaran
Kode Etik dapat berupa: teguran, peringatan, schorsing (pemecatan
sementara) dari keanggotan Perkumpulan, onzetting (pemecatan) dari
keanggotaan Perkumpulan, pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan
Perkumpulan.
Jadi,
pada intinya apabila ada
pihak yang dirugikan oleh notaris, pihak tersebut cukup melaporkan kepada
Majelis Pengawas Daerah atau Dewan Kehormatan Daerah jika kerugian itu timbul
karena adanya pelanggaran dalam jabatan notaris atau pelanggaran kode etik.
Atau, dilaporkan ke polisi jika perbuatan notaris tersebut sudah di luar
jabatannya seperti diuraikan sebelumnya.
Dasar hukum:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar