SUBJEK
HUKUM
Subyek hukum adalah setiap makhluk
yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban
dalam lalu lintas hukum.
Menurut
Algra Subjek Hukum (Rechts Subyek) adalah setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid)
Subyek
hukum adalah Manusia (Naturlijke Person) dan Badan Hukum (Vicht Person).
Sebelum menjelaskan
mengenai perbedaan subjek hukum dalam hukum perdata dan subjek hukum dalam
hukum pidana, terlebih dahulu kami akan menyebutkan subyek hukum tersebut
satu-persatu di bawah ini:
Subjek Hukum
Perdata
1. Orang
Subekti dalam bukunya yang
berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 19-21) mengatakan bahwa dalam
hukum, orang (persoon) berarti pembawa hak atau subyek di dalam hukum. Seseorang
dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai dari ia dilahirkan dan
berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya dalam hal
waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan
dalam keadaan hidup.
a. Pertama,
manusia mempunyai hak-hak subyektif.
b. kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan
hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung
hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan (Pasal 2 KUHPerdt), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Untuk wenang berbuat atau bertindak melaksankan hak dan kewajiban yang dimilikinya dibutuhkan adanya syarat kecakapan.
Syarat-syarat seseorang yang Cakap
Hukum :
1)
Seseorang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun).
2)
Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun tetapi
pernah menikah.
3)
Seseorang yang sedang tidak menjalani hukum.
4)
Berjiwa sehat dan berakal sehat.
Walaupun
menurut hukum, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan
tetapi dalam hukum, tidak semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di
dalam melaksanakan hak-haknya.
Maka dari itu, mereka digolongkan sebagai orang
yang “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk bertindak sendiri dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh
orang lain.
Menurut
ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata, orang-orang yang tidak cakap untuk melakukan
perbuatan hukum adalah:
1)
Orang yang belum dewasa
Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) Pasal 330 Ayat 1 yang dimaksud dengan orang
yang belum dewasa (masih dibawah umur) adalah seseorang yang usianya belum
mencapai 21 tahun, terkecuali yang tercantum pada Ayat 2 bagi seseorang yang
walaupun belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah maka orang tersebut dapat
dianggap dewasa dan dapat melakukan perbuatan hukum, namun apabila pada usia 21
tahun orang tersebut bercerai maka orang tersebut dianggap sebagai orang yang
belum dewasa (masih dibawah umur).
2)
Orang yang ditaruh dibawah pengampuan atau pengawasan (curatele)
Mengenai orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan
atau pengawasan, menurut Pasal 430 KUHP, ada 3 alasan untuk pengampuan atau
pengawasan yaitu:
- Keborosan
-
Lemah akal budinya, misalnya imbisil atau debisil
-
Kekurangan daya berpikir : sakit ingatan, dungu, dan dungu disertai
mengamuk
-
Seorang wanita yang bersuami (para istri)
Menurut KUHP, seorang wanita yang
telah menikah tidak diperkenankan bertindak sendiri didalam lalu lintas hukum
tetapi wanita tersebut harus dibantu oleh suaminya karena wanita telah memiliki
suami dianggap kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum.
Beberapa pasal
KUHP yang membedakan antara kecakapan seorang pria dan wanita yaitu:
- Wanita dapat menikah
jika telah berusia 15 tahun dan pria berusia 18 tahun.
-
Wanita tidak diperbolehkan menikah sebelum lewat dari 300 hari setelah pernikahannya diputuskan, sementara untuk pria tidak memiliki larangan.
-
Seorang pria dapat mengakui anaknya apabila telah berusia minimal 19 tahun
sedangkan wanita tidak memilik batasan usia.
Namun untuk saat ini, ketentuan
tersebut sudah tidak berlaku seiring dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Pasal 31 Ayat 2 UU Perkawinan
menentukan bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
2. Badan
Hukum
Subekti (Ibid, hal
21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan
juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang manusia.
Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut
serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan
dapat juga menggugat di muka hakim.
Pada sumber lain,
penjelasan dalam artikel Metamorfosis
Badan Hukum Indonesia mengatakan bahwa dalam hukum perdata telah lama
diakui bahwa suatu badan hukum (sebagai suatu subyek hukum mandiri; persona
standi in judicio) dapat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig
handelen; tort). Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum
seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada
bidang hukum harta kekayaan. Mengingat wujudnya adalah badan atau lembaga, maka
dalam mekanisme pelaksanaannya badan hukum bertindak dengan perantara
pengurus-pengurusnya.
Lebih lanjut
dikatakan dalam artikel itu bahwa badan hukum perdata terdiri dari beberapa
jenis, diantaranya perkumpulan, sebagaimana terdapat dalam Pasal 1653 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”); Perseroan Terbatas
(Undang-Undang
No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas); Koperasi (Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian); dan Yayasan (Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2011 tentang Yayasan sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2004).
Badan
hukum menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro
adalah sebagai berikut:
“suatu badan yang di damping menusia
perorangan juga dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak,
kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan hukum terhadap orang lain atau
badan lain.”
Sarjana lain mengatakan:
“badan hukum adalah kumpulan dari
orang-orang yang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan
harta kekayaan, yang dipisahkan untuk tujuan tertentu(yayasan).”
Sri soedewi Masjchoen Sofwan
mengatakan:
“baik perhimpunan maupun yayasan
kedua-duanya berstatus sebagai badan hukum, jadi merupkana person pendukung hak
dan kewajiban.”
Kalau
dilihat dari pendapat tersebut badan hukum dapat dikategorikan sebagai subjek
hukum sama dengan manusia disebabkan karena:
a. Badan
hukum itu mempunyai kekayaan sendiri
b.
Sebagai pendukung hak dan kewajiban
c.
Dapat menggugat dan digugat di muka pengadilan
d.
Ikut serta dalam lalu lintas hukumà bias
melakukan jual beli
e.
Mempunyai tujuan dan kepentingan.
Semuanya ini dilakukan oleh para pengurusnya. Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk :
a. Badan hukum publik
Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum
publik atau
yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya
b. Badan hukum privat
yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya
b. Badan hukum privat
Badan hukum privat adalah badan hukum yang
didirkan berdasarkan hukum sipil atau
perdata yang
menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam badan hukum itu.
Sebagai subyek hukum,
badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu:
(Teori Kekayaan bertujuan)
- Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya.
- Hak dan kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Subjek Hukum Publik
(Pidana)
1. Orang
Prof. Dr. Wirjono
Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 59)
mengatakan bahwa dalam pandangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang dapat menjadi subjek tindak
pidana adalah seorang manusia sebagai oknum. Ini terlihat pada
perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang menampakkan daya
berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud
hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu hukuman penjara,
kurungan, dan denda.
2. Badan
Hukum (Korporasi)
Masih bersumber pada
artikel Metamorfosis
Badan Hukum Indonesia, dalam ilmu hukum pidana, gambaran tentang pelaku
tindak pidana (kejahatan) masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara
fisik dilakukan oleh pelaku (fysieke dader).
Dalam pustaka hukum
pidana modern telah diingatkan, bahwa dalam lingkungan sosial ekonomi atau
dalam lalu lintas perekonomian, seorang pelanggar hukum pidana tidak selalu
perlu melakukan kejahatannya itu secara fisik.
Karena perbuatan
korporasi selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia (direksi; manajemen),
maka pelimpahan pertanggungjawaban manajemen (manusia; natural person),
menjadi perbuatan korporasi (badan hukum; legal person) dapat dilakukan
apabila perbuatan tersebut dalam lalu lintas kemasyarakatan berlaku sebagai
perbuatan korporasi. Ini yang dikenal sebagai konsep hukum tentang pelaku
fungsional (functionele dader).
KUHP belum menerima
pemikiran di atas dan menyatakan bahwa hanya pengurus (direksi) korporasi yang
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana (criminal liability).
Namun, pada perkembangannya korporasi juga dapat dimintakan pertanggungjawaban
secara hukum. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PERBEDAAN
Dari penjelasan di
atas dapat diketahui bahwa baik hukum perdata maupun hukum pidana, subjek hukum
terdiri dari orang dan badan hukum. Dalam hukum perdata dan hukum pidana
keduanya mengakui bahwa badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan
hukum seperti halnya orang. Hal ini karena perbuatan badan hukum selalu
diwujudkan melalui perbuatan manusia.
Selain itu,
baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata, badan hukum dalam melakukan
perbuatan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-pengurusnya. Dalam hukum
pidana, karena perbuatan badan hukum selalu diwujudkan melalui perbuatan
manusia (direksi), maka pelimpahan pertanggungjawaban pidananya terdapat pada
manusia, dalam hal ini diwakili oleh direksi.
Perbedaannya, dalam
KUHP tidak diatur mengenai pertanggungjawaban Direksi, hanya pertanggungjawaban
individual.
Akan tetapi, pada
perkembangannya, dalam peraturan perundang-undangan dikenal juga tindak pidana
korporasi.
Dasar hukum:
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2004);
Referensi:
1. Subekti.2003.
Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
2. Wirjono
Prodjodikoro.2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika
Aditama.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar