Perjanjian Kawin adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang Pria dan Wanita yang akan melangsunkan perkawinan, jadi syarat untuk membuat Perjanjian kawin secara Notaril adalah sebelum dilaksanakannya perkawinan. Inti Perjanjian Kawin adalah kesepakatan untuk seorang pria dan wanita yang akan menikah untuk memisahkan kepemilikan harta dan utang piutang, dan kesepakatan tentang sejumlah hal penting lain pada saat mengarungi bahtera rumah tangga.
Jadi, Perjanjian Kawin bukan persiapan untuk bercerai! Selama ini, pernikahan lebih dipahami sebagai kesepakatan hidup bersama antara pria dan wanita yang saling mencintai. Dengan cinta, segalanya bisa diatasi, begitulah kata-kata bijak yang membuai. Padahal, pernikahan berarti juga kesepakatan tentang banyak hal, termasuk soal keuangan, yang sama pentingnya seperti hubungan cinta itu sendiri. “Mitos” yang berbunyi, jika sepasang suami-istri sudah saling mencintai berarti takkan ada masalah keuangan, rasanya harus dikaji kembali.
Pada budaya Timur yang konon menjunjung tinggi sikap tenggang rasa, tawaran Perjanjian Kawin memang masih membuat orang jengah. Padahal, pokok-pokok ajaran Islam tentang pernikahan sebetulnya telah mengatur hak-hak suami dan istri seperti yang tercantum dalam prenuptial agreement alias premarital agreement pada budaya Barat. Misalnya, istri berhak menggunakan harta pribadi tanpa izin suami. Islam bahkan mengizinkan istri mengambil harta suami secukupnya bila suami terlalu pelit.
Awalnya, Perjanjian Kawin memang banyak dipilih kalangan berada dan punya warisan besar atau artis-artis Hollywood yang dikenal “gemar” kawin-cerai. Juga bagi duda alau janda yang hendak menikah lagi tetapi ingin memberikan kekayaan dan pernikahan terdahulu kepada anak dari pernikahan sebelumnya. Atau, mereka yang hendak menikah pertama kali, tetapi tidak ingin kekayaan yang diperoleh dari kerja keras cukup lama terlepas begitu saja jika perceraian harus terjadi.
Beberapa tahun terakhir, Perjanjian Kawin mulai lazim dilakukan oleh kalangan tertentu yang bergerak di bidang wiraswasta. Misalnya, ketika seorang putri pemilik perusahaan menjalin asmara dengan salah seorang staf yang dipercaya mengelola perusahaan,” ungkap Priyanto Hadisaputro, konsultan perkawinan dari Kantor Hukum P. Hadisaputro.
Perjanjian tadi dibuat untuk menjaga profesionalisme, hubungan, dan citra mereka. juga menghindari tuduhan bahwa salah satu pihak atau keluarganya ingin mendapatkan kekayaan pihak lain, terutama dari hasil pembagian harta gono-gini (harta yang didapat setelah pernikahan).
Perjanjian Kawin juga banyak dipilih calon pasangan yang salah satu atau keduanya punya usaha berisiko tinggi. Misalnya, sebuah usaha yang dikelola di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang memungkinkan banyak terjadinya hal yang tak terduga.
Dalam pengajuan kredit, misalnya, bank menganggap harta suami-istri adalah harta bersama. Jadi, utang juga jadi tanggungan bersama. Dengan Perjanjian Kawin, pengajuan utang jadi tanggungan pihak yang mengajukan saja, sedangkan pasangannya bebas dari kewajiban. Lalu, kalau debitur dinyatakan bangkrut, keduanya masih punya harta yang dimiliki pasangannya untuk usaha lain di masa depan, dan untuk menjamin kesejahteraan keuangan kedua pihak, terutama anak-anak. Jadi, Perjanjian Kawin dalam hal ini banyak mengandung nilai positifnya.
Wanita Indonesia yang memilih pasangan pria asing, yang tetap berstatus warga negara asing (WNA), pun sebaiknya membuat Perjanjian Kawin. Kalau tidak, ia tidak bisa membeli tanah dan rumah atas namanya sendiri. Ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria untuk membatasi kepemilikan tanah dan rumah oleh WNA.
Hobi pun dimasukkan. Dalam perkembangan terakhir, Perjanjian Kawin dibuat tak hanya berfokus pada soal harta, tapi juga kepedulian seberapa banyak dan seberapa lama dukungan yang akan didapat dari pasangan. Termasuk di dalamnya, memulai pernikahan dengan keterbukaan dan kejujuran, kesempatan saling mengungkapkan keinginan masing-masing, dan hal-hal yang terkait dengan masalah keuangan.
Dengan meningkatnya taraf hidup, banyak pula pasangan memasukkan soal minat dalam Perjanjian Kawin. Misalnya, tetap diizinkan menekuni hobinya dalam olahraga petualangan atau koleksi pernak-pernik yang tak bisa dibilang murah. Pasangan bisa saling menyeimbangkan dan mengingatkan agar kestabilan keuangan keluarga tak terganggu.
Ada juga pasangan yang ingin memasukkan soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam perjanjian. Meskipun sebenarnya, “Itu tak perlu,” tutur Priyanto Hadisaputro. “KDRT sudah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004. Perjanjian Kawin cukup memasukkan hal-hal yang tak diatur dalam undang-undang agar tak terjadi pengulangan,” tambahnya.
Yang perlu dimasukkan misalnya, soal hak perwalian anak bila terjadi perceraian, termasuk tunjangan hidup untuk anak dan mantan istri. Jadi, tak perlu bertikai berlarut-larut di pengadilan. Penderitaan, emosi, rasa tertekan semua pihak akibat putusnya pernikahan bagi kedua belah pihak, terutama anak-anak, bisa diperkecil.
Nikmati saling berbagi
* Sekadar informasi, Perjanjian Kawin telah diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 29 ayat 2.
Intinya, kedua pihak sepakat untuk benar-benar memisahkan segala macam harta, utang-piutang, dan penghasilan yang didapat masing-masing pihak, baik yang diperoleh sebelum maupun sesudah menikah.
Tanah, rumah, mobil, dan harta lain yang terdaftar dalam lembaga negara, yang dibeli sebelum pernikahan, tetap menjadi milik masing-masing. Dengan Perjanjian Kawin, masing-masing boleh menjualnya tanpa izin pasangan. Namun, bila tanah, rumah, atau mobil itu dibeli setelah pernikahan, walau dengan uang sendiri, bila tanpa Perjanjian Kawin, harus ada izin pasangan dulu sebelum menjual.
Kalau pasangan meninggal, hartanya akan jatuh ke anak, orangtua, dan kerabat karena pasangannya memang dan awal dianggap tak berhak atas harta itu. Pelaksanaannya bisa sangat lentur. Bila suami atau istri meninggal, ya bisa tetap tinggal di rumah yang biasa ditempati dan mengelola harta dan rumah tangga untuk kesejahteraan anak-anak. Harta keluarga, warisan, hibah atau hadiah dan pihak keluarga pasangan yang diberikan dalam status perkawinan, tetap menjadi hak si pasangan.
Jadi, bila terjadi perceraian, tak ada harta gono-gini, karena sejak awal telah dibedakan harta, utang-piutang, dan penghasilan masing-masing. Pengeluaran rutin keluarga, termasuk biaya pendidikan anak dan keperluan lainnya, biasanya seluruhnya ditanggung suami, walau ini masih bisa didiskusikan dengan pasangan.
Perjanjian Kawin tak menghapus kewajiban suami untuk menafkahi keluarga. Di sinilah cinta dan tenggang rasa diuji. Walau pengeluaran utama rumah tangga telah disepakati dibebankan pada suami, si istri yang punya penghasilan sendiri tak perlu bersikap kaku. Misalnya, kalau persediaan susu di rumah habis, sementara suami sedang tugas luar kota, tak perlu ngotot menunggu pasokan dari suami. Tanpa saling pengertian dan kasih sayang yang mendalam, Perjanjian Kawin memang bisa berdampak negatif.
Jujur, jujur!
* Terbuka dan jujur adalah kunci bila Perjanjian Kawin ingin mencapai manfaat terbaik bagi pernikahan.
Masing-masing harus membuat daftar lengkap, terinci, dan jujur tentang harta dan utang piutang. Jadi, masing-masing tahu apa yang akan diterima, atau dikorbankan, jika pernikahan berakhir hingga tak ada pihak yang merasa dirugikan.
Yang kerap terjadi, harta biasanya terungkap rinci, karena kasat mata. Yang kadang disembunyikan adalah soal utang. Padahal, ini lebih berpotensi menimbulkan masalah karena melibatkan pihak ketiga (pemberi utang). Untuk mencegah hal-hal macam ini, perlu dibuat Perjanjian Kawin dalam waktu cukup, walaupun ini relatif. Bisa enam bulan atau bahkan hanya seminggu sebelum pernikahan.
Intinya, lebih ada keterbukaan, kejujuran, dan itikad baik pasangan. Perjanjian Kawin harus disahkan dengan Akta Notaris, lalu didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat, dan dilampirkan di surat permohonan nikah ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil.
Perjanjian Kawin tak perlu diumumkan ke publik ketika akad atau pemberkatan nikah, karena perjanjian itu bersifat sangat pribadi untuk kedua belah pasangan. Yang perlu diberi tahu justru pihak-pihak yang terkait dengan soal utang-piutang. Mereka harus diberi tahu menjelang pernikahan, agar bila suatu saat terjadi masalah, takkan melibatkan pasangannya.
Kalau ditilik lebih dalam, Perjanjian Kawin memberikan pada pasangan kesempatan untuk saling berbagi tentang harapan dan impian masing-masing dan membahas cita-cita bersama. Kesempatan terbaik untuk menghidupkan harapan pasangan adalah mengetahui di awal dan mengetahui seberapa besar pasangannya peduli.
Perjanjian Kawin dapat memperdalam kegembiraan hubungan dengan menjabarkan keinginan pasangan, meningkatkan komunikasi, dan memungkinkan pasangan untuk membentuk rambu-rambu bagi pernikahan. Lewat kebaikan proses itu, Perjanjian Kawin bisa melindungi kisah kasih, memuluskan pasangan, dan mewujudkan cita-cita hidup bahagia bersama selamanya. Suatu hubungan yang didasarkan pada kenyataan akan lebih kuat daripada hubungan yang dilandasi harapan mengawang-awang. *
Pembahasan:
seperti yang telah diungkapkan di atas,realita dalam masyarakat awam sendiri masih menganggap bahwa perjanjian kawin hanya sebagai bentuk kepercayaan dari pasangan,padahal bisa dikatakan bahwa perjanjian kawin adalah juga bentuk dari kasih sayang pasangan dan bentuk kejujuran pasangan. Yang menarik baru-baru ini,saya menanyakan hal ini kepada teman-teman saya,dan jawaban mereka kurang lebih sama dengan yang di atas,mereka mengatakan dengan tegas "TIDAK!",walaupun sudah saya jelaskan betapa bermanfaatnya perjanjian kawin tersebut bahkan ada juga yang membawa-bawa nama agama,menganggap bahwa perjanjian kawin tidak diatur dalam agama kristen(karena saya seorang kristen),dan saya sepertinya dianggap "menyimpang dari jalan yang benar",bila saya membuat perjanjian kawin alasan mereka,sama dengan alasan masyarakat awam pada umumnya yaitu bahwa,perjanjian kawin=memikirkan tentang perceraian,padahal itu baru sebagian kecil dari perjanjian kawin,dan sayangnya masyarakat hanya melihat bagian kecil ini masyarakat menggangap bahwa perjanjian kawin itu merepotkan,buang-buang uang dan sama sekali tidak berguna,padahal sama seperti perjanjian lain,perjanjian kawin dibuat untuk melindungi kepentingan para pihak (dalam hal ini suami dan istri), bentuk perlindungan itu ada dalam setiap tindakan yang melibatkan uang,tanpa perjanjian kawin maka akan ditemui kesulitan dalam:
- menjual dan membeli sesuatu (sebab diperlukan ijin pasangannya)
- dalam hal terjadinya kerugian,tanpa perjanjian kawin kerugian akan ditanggung kedua belah pihak(suami dan istri),padahal bila ada perjanjian kawin setidaknya salah satu pihak (suami atau istri),hartanya masih bisa diselamatkan
- bila terjadi penyitaan,maka tanpa perjanjian kawin,akan dapat dilakukan penyitaan terhadap kedua belah pihak(suami dan istri),karena akan dianggap harta bersama,namun bila ada perjanjian kawain maka yang di sita hanya harta yang menyebabkan penyitaan tersebut
- bila terjadi kerugian dalam suatu transaksi bisnis,maka yang dirugikan adalah kedua belah pihak (suami dan istri),bukan pihak yang menyebabkan kerugian tersebut
- bila terjadi perceraian maka ada kemungkinan akan ada sengketa dalam pembagian harta gono-gini,contoh kasus dalam hal ini yang menurut saya amat fatal adalah kasus perceraian antara bambang triatmodjo vs halimah,bila perceraian tersebut terjadi maka halimah dipastikan sebagai janda terkaya di asia tenggara,semua hanya karena beberapa lembar kertas yang bernama perjanjian kawin
Perjanjian kawin amat perlu untuk dibuat sebab,tanpa perjanjian kawin mka akan ada banyak kesulitan yang terjadi dalam perkawinan tersebut,sudah tahu kalau menikah itu sulit,mengapa harus ditambah dengan tidak membuat perjanjian kawin?sayangnya masayarakat awam tidak menyadari hal ini,walaupun sudah dijelaskan betapa bermanfaatnya hal tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar