20/07/16

MEMBANGUN HUKUM KEPERDATAAN & HUKUM PERORANGAN DI INDONESIA

oleh mj. widijatmoko
Pemerhati Hukum MjWinstitute Jakarta
Jakarta, 15 juni 2016

"Rekonstruksi Hukum Keperdataan & Hukum Perorangan Akibat Benturan Hukum Pasal 131 & 163 IS dg Hukum Agama & dg Hukum Nasional Pasca Reformasi".

Pasal 131 & 163 Indische Staatregeling ttg penggolongan kependudukan hukum di Indonesia belum/tidak pernah dicabut/dibatalkan/dinyatakan tidak berlaku lagi.
Berdasarkan ps 131 & 163 IS tsb golongan kependudukan di Indonesia secara hukum ada 3 golongan yi :
1. Golongan Eropa, tunduk pd hkm nya KUH Perdata.
2. Golongan Timur Asing (TA) ada 2 yi :
     A. Golongan TA Tionghoa, tunduk pd KUH Perdata.
     B. Golongan TA Non Tionghoa, tunduk pd Hukum Adat Suku/Ras/Golongan ybs.
3. Golongan Bumi Putra/Indonesia Asli, tunduk pd Hukum Adat Suku/Ras/Golongan yg ybs.

Golongan TA Non Tionghoa & Golongan Bumiputra "dapat menundukkan diri" pd KUH Perdata.

Saat ini berlaku pula "Hukum Agama" utk penduduk Indonesia berdasarkan agama/kepercayaan yg dianut. Hal ini bila dikaitkan & dihubungkan dg ps 131 & 163 IS akan terjadi "benturan/tabrakan hukum" dlm penerapan praktek hukum di Indonesia. 
Menjadi pertanyaan & pemikiran ku nih ... APA DASAR HUKUM MEMBERLAKUKAN HUKUM AGAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA DALAM MELAKUKAN "PERBUATAN HUKUM KEPERDATAAN" DI INDONESIA ?

Pasca Reformasi telah ditetapkan & diberlakukan UU Administrasi Kependudukan & UU Kewarganegaraan yg telah merevisi UU yg lama, yg mengatur bahwa "Penduduk Indonesia" hanya terdiri dari :
1. WNI, &
2. WNA
tidak lagi membedakan penduduk Indonesia spt yg diatur dlm ps 131 & 163 IS juga tidak membedakan penduduk Indonesia dg agama/kepercayaan yg dianut/dipercaya oleh tiap2 penduduk di Indonesia.

Dalam pembelajaran hukum & praktek hukum di Indonesia, para pelaku hukum, baik aparat hukum, praktisi hukum & ahli hukum termasuk Notaris, PPAT, Advokat & Hakim di Indonesia "menerapkan" KUH Perdata sebagai dasar hukum/acuan hukum dalam menyelesaikan masalah hukum & dlm peneran hukum utk "perbuatan hukum keperdataan" di Indonesia bagi seluruh penduduk di Indonesia, kecuali dlm perbuatan hukum tertentu yg sdh diatur dg UU produk DPR RI pasca kemerdekaan RI. Pada hal bila konsekwen, ketentuan KUH Perdata berdasarkan ps 131 & 163 IS "hanya berlaku" bagi :
1. Gologan Eropa,
2. Golongan Timur Asing Tionghoa, &
3. Mereka yg nyata tegas menyatakan penundukkan diri pd ketentuan KUHPerdata. (MASIH ADA & BERLAKU KAH "LEMBAGA/PROSEDUR HUKUM "PENUNDUKAN DIRI DI INDONESIA ?)

Kompleksitas kekacauan, benturan/tabrakan hukum dalam Hukum Keperdataan di Indonesia hingga saat ini belum juga pernah dilakukan "penataan kembali" & dibiarkan dg "pembiaran" yg berlanjut sehingga menambah rumit & kekacauan penggunaan dasar hukum dlm penerapan hukum keperdataan & penyelesaian masalah hukum keperdataan di Indonesia. Sedangkan "nasib" rencana revisi KUH Perdata atau pembuatan "Hukum Keperdataan Indonesia" yg sudah bergulir sejak th 70an saat ini tidak pernah lagi terdengar, terpikirkan & tergarap dg baik dlm sebuah koordinasi & sinkronisasi yg terstruktur systematis & terukur dg baik. 
MASIH PERLUKAN MEMBANGUN "HUKUM KEPERDATAAN" DI INDONESIA YG TERKOORDINASI, TERSINKRONISASI & TERKODIFIKASI MENJADI SATU KESATUAN SEPERTI HALNYA YG TERMUAT DALAM KUH PERDATA ?

Saat inipun belum pernah ada sebuah penelitian & pernyataan resmi tentang "pasal-pasal mana saja dalam KUHPerdata yg masih berlaku" sebagai akibat pemberlakuan berapa UU produk DPR RI pasca kemerdekaan hingga pasca reformasi ?

Tidak mustahil, hal ini membawa dampak hukum, dalam pembelajaran hukum & praktek hukum akan dapat menggunakan pasal-pasal KUHPerdata yg sdh dicabut d tidak berlaku akibat dicabut oleh UU produk DPR RI yg pd akhirnya akan dapat menimbulkan perkara hukum & ketidakpastian hukum dlm hukum keperdataan di Indonesia.

Semoga dg kondisi ini & tulisan ini, pemerintah, DPR RI, BPHN, akademisi, praktisi hukum & para ahli hukum keperdataan di Indonesia bangun siuman dari tidur nyenyak untuk mau membangun kembali HUKUM KEPERDATAAN INDONESIA YG TERKOORDINIR, TERSINKRONISASI, REINTEGRASI & TERKODIFIKASI dg baik & terukur untuk terciptanya kepastian hukum & menghapus "benturan/tabrakan hukum" dalam bidang hukum keperdataan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar