oleh Bp. MJ Widijatmoko
pemerhati hukum pada MjW institute
jakarta, 10 juni 2016
MKn (Notaris) Community 10/07/2016
Dalam UU PT tatacara/prosedur "Pengalihan Saham" di tetapkan ada 2 macam cara yg dapat dipilih & "harus" diatur dalam AD PT yaitu :
1. dengan cara "Penawaran"
2. dengan cara "Persetujuan"
akan tetapi dalam praktek pembuatan AD PT ada 1 cara lagi yaitu dengan cara "gabungan penawaran & persetujuan".
Pengalihan Saham dengan cara "Penawaran" dilakukan dg tahapan sbb :
1. pemegang saham yg hendak menjual saham wajib "menawarkan" saham yg hendak dijual kepada pemegang saham yg ada/p.shm eksisting, dapat dilakukan dg cara :
a. ditawarkan secara langsung kepada pemegang saham yg ada/p.shm eksisting, atau
b. ditawarkan kepada p.shm eksisting melalui Direksi PT.
dengan surat penawaran tertulis & dengan tanda terima penawaraan penjualan saham.
2. Pemegang saham yg ada/p.shm eksisting yang berminat membeli saham yg dijual, kemudian mengajukan penawaran pembelian saham tsb secara tertulis dengan cara :
a. baik secara langsung kepada pemegang saham yg hendak menjual sahamnya tsb, atau
b. melalui Direksi PT.
3. - Dalam hal semua saham yg hendak dijual terbeli oleh p. shm eksisting maka "dibuat" akta/jual jual beli saham, atau akta pengalihan saham sebagai alat bukti pengalihan saham, akan tetapi bila masih ada sisa saham yg dijual belum terbeli, maka dapat ditawarkan kembali kepada p.shm eksisting lagi, atau dapat ditawarkan kepada "pihak ketiga" yang berminat membeli & kemudian dibuat akta/surat jual beli saham nya.
- Apabila seluruh pemegang saham eksisting tidak berminat membeli saham yg dijual, maka penjualan saham tsb dapat ditawarkan kepada "pihak ketiga" baik secara langsung maupun melalui Direksi PT dan setelah mendapat pembeli saham, maka dapat dilakukan jual beli saham & dibuat akta/surat jual beli saham, sbg bukti penjual saham.
4. setelah seluruh saham terjual & telah dibuat akta/surat jual beli saham, maka jual beli saham tsb "wajib" didaftarkan pada "DAFTAR PEMEGANG SAHAM & DAFTAR KHUSUS" oleh Direksi PT, selanjutnya "diberitahukan/melaporkan" pengalihan saham/jual beli saham tsb kepada Menkumham melalui SABH dg melampirkan "akta/surat jual beli saham atau akta/surat pengalihan saham".
Sedangkan cara pengalihan saham "Persetujuan", dalam UUPT ketentuannya diberikan kebebasan kepada pendiri PT/pemegang saham PT untuk mengatur & menetapkan "cara persetujuan" pengalihan saham dalam AD PT. Adapun cara "Persetujuan" ini, dapat diatur dlm AD PT sbb "
1. dengan cara Persetujusn RUPS, dan/atau
2. dengan cara Persetujuan Rapat Komisaris, atau seorg/lebih anggota Komisaris, dan/atau
3. dengan cara Persetujuan Rapat Direksi, atau seorg/lebih anggota Direksi.
Kelaziman yg ada cara persetujuan ini "kebanyakan" dalam AD PT diatur & ditetapkan dengan cara "Persetujuan RUPS", akan tetapi ada pula AD PT yg mengatur tatacara/prosedur pengalihan saham dalam AD PT nya tidak dengan cara persetujuan RUPS akan tetapi menggunakan cara "Persetujuan Lain" seperti yg diuraikan di atas, karena hal tsb dimungkinkan/diperbolehkan dalam aturan UU PT sebagai pilihan cara yg wajib ditetapkan oleh pendiri PT/pemegang saham PT untuk mengatur/diatur dalam AD PT ybs.
Sedangkan cara pengaturan dalam AD PT dengan cara "Gabungan Penawaran & Persetujuan", banyak pula dipergunakan & diatur dalam praktek penyusunan pembuatan AD PT, cara ini kebanyakan dipergunakan dalam PT Tbk, atau PT yg besar/multi nasional, atau pada PT yg bernaung dalam Group PT korporasi, dll.
Selain itu Dalam UUPT, pengalihan saham dalam PT, juga ditetapkan dalam 2 sistem yaitu :
1. pengalihan saham non pengambilalihan/non akusisi,
2. pengalihan saham dg pengambilalihan/akuisisi.
pengalihan saham dengan "pengambilalihan/akuisisi" wajib dipenuhi & dilakukan, apabila pengalihan saham tsb menyebabkan "beralihnya pengendalian PT" oleh pembeli saham, sedangkan pengalihan saham "tanpa melalui pengambilalihan/akuisisi" "dapat" dilakukan apabila tidak menyebabkan terjadinya pengalihan pengendalian PT.
Pengalihan saham dengan cara pengambilalihan/akuisisi maupun dengan non pengambilalihan/non akusisi tetap dibuat akta/surat jual beli, atau akta/surat
pengalihan saham sebagai bukti tertulis telah dilakukan pengalihan saham, dan "wajib" dicatat terlebih dahulu oleh Direksi PT dalam "DAFTAR PEMEGANG SAHAM PT & DAFTAR KHUSUS" yg oleh UU PT wajib diadakan/dibuat dalam administrasi PT.
Selain tatacara/prosedur & sistem pengalihan saham tsb diatas, masih ada sistem pengalihan saham yg diatur dl UU PT yaitu :
1. dengan sistem Penggabungan PT/Marger; atau
2. dengan sistem Peleburan PT/Konsolidasi.
Dalam Penggabungan/Merger , dilakukan dengan PT yg satu menggabung me dalam PT yg lain, dan kemudian PT yg menggabungkan diri tsb menjadi bubar, sedangkan dalam Peleburan/Konsolidasi, dilakukan dengan PT-PT yang melakukan peleburan/konsolidasi membubarkan diri kemudian membentuk PT baru.
MENJADI PERSOALAN.
1. kebanyakan/banyak PT yg tidak membuat/mengadakan "DAFTAR PEMEGANG SAHAM (DPS PT) & DAFTAR KHUSUS (DK PT)" yg diwajibkan dalam UU PT & bila terjadi pengalihan saham dengan sendirinya karena "tidak ada" DPS PT & DK PT maka pengalihan saham tsb tidak dicatatkan dalam DPS PT & DK PT dalam administrasi PT ybs oleh Direksi PT, & para Notaris saat melaporkan pengalihan saham PT kepada Menkumham melalui SABH tidak pula memperhatikan hal tsb & tidak melampirkan DPS PT & DK PT yg telah mencatat pengalihan saham tersebut, bagaimana "keabsahan" pengalihan saham yg tidak dicatatkan dalam DPS PT & DK PT karena kewajiban pencatatan pengalihan saham dalam DPS PT & DK PT adalah kewajiban yg ditetapkan dalam UU PT ?
2. Dalam pendaftaran di SABH & dalam praktek pengalihan saham yg dilakukan dihadapan Notaris, pengalihan saham "dihapalkan" oleh "kebanyakan orang" harus dilakukan melalui "Persetujuan RUPS", bahkan untuk pengalihan saham "tidak dibuat" akta/surat pengalihan saham atau akta/surat jual beli saham nya. persoalan hukum akan muncul, apabila "pengalihan saham tidak dilakukan dengan cara & sistem yg diatur & ditetapkan dalam ketentuan AD PT" yg mengatur pengalihan saham "tidak dengan tatacara & sistem tanpa persetujuan RUPS" seperti sebagaimana diuaraikan diatas yang akan menyebabkan "pengalihan saham menjadi tidak sah" karena "tidak mengikuti tatacara & sistem yg ditetapkan dalam ketentuan AD PT. Bagaimana tanggung jawab notaris yg membuat akta-akta yang berkaitan dengan terjadinya pengalihan saham yg tidak mengikuti & mematuhi tatacara & sistem pengalihan saham yg ditetapkan dalam AD PT ?
Secara hukum formal, segala pengalihan saham yg tidak mematuhi, mengikuti dan tidak sesuai dengan ketentuan UU PT & ketentuan AD PT sudah pasti adalah "Melanggar Ketentuan UU PT & AD PT" adalah "cacad hukum" & dapat "batal demi hukum" atau "dibatalkan". Dalam hal terjadi kerugian karena kesalahan tatacara & sistem yg dipergunakan dalam pengalihan saham yg tidak sesuai dengan ketentuan UU PT & AD PT yg mana pengalihan saham nya dilakukan dihadapan Notaris, sudah barang tetu akan menjadi melibatkan Notaris dan dapat menjadikan Notaris menjadi merugikan para pihak.
Oleh karena itu, marilah para Notaris mulai melakukan "Revolusi Mental" dalam menjalankan praktek, tugas, & kewenangan Notaris agar tidak melanggar UU PT & AD PT yang dapat menimbulkan "masalah/perkara hukum" dikemudian hari.
ijin saya copy untuk tugas dan saya masukkan ke blog saya ya. saya cantumin sumbernya kok
BalasHapus