Pertanyaan :
Bagaimana kekuatan eksekutorial dari suatu agunan yang
statusnya telah dialihkan (AYDA) akibat debitur wanprestasi, sementara hak
tanggungan yang terpasang dari perjanjian kredit sebelumnya belum dilepaskan
(roya).
Serta apa yang
menjadi dasar hukumnya.
Jawaban :
Pada hakekatnya yang dijaminkan dari suatu perjanjian
hutang-piutang adalah Tanah (dan Bangunannya) dan bukan Sertifikatnya (biasanya
SHM), melalui suatu lembaga penjaminan yang dikenal dengan nama Hak Tanggungan
karena setelah Sertifikat Hak Tanggungan dikeluarkan oleh BPN maka Sertifikat
Hak Atas Tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan akan
dikembalikan kepada pemiliknya (pemberi hak tanggungan/debitur) dan kreditur
(pemegang hak tanggungan) akan menerima Sertifikat Hak Tanggungan. Namun pada
praktiknya, Sertifikat Hak Atas Tanah dan dokumen asli pemberian jaminan ini
akan disimpan dalam penguasaan Kreditur, dan debitur hanya menyimpan salinannya
saja.
Ketika seorang debitur wanprestasi atau cidera janji,
maka pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan.
Hal ini didasarkan pada ketentuan yang diatur dalam pasal 6 jo. pasal 20 ayat
(1) huruf a UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT). Pemegang hak
tanggungan diberikan hak untuk menjual obyek tanggungan melalui pelelangan umum
dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan obyek tanggungan
tersebut. Dengan demikian pada saat debitur cidera janji, maka obyek tanggungan
atau agunannya secara otomatis beralih kepada pemegang hak tanggungan.
Pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk
mengeksekusi obyek hak tanggungan pada saat debitur wanprestasi. Eksekusi obyek
hak tanggungan tidak memerlukan permohonan sita jaminan terlebih dahulu kepada
PN setempat (conservatoir beslag), namun dalam tahap penjualan tetap
dilaksanakan melalui lelang dan dengan bantuan Kantor Lelang Setempat (parate
executie karena sudah ada klausula kuasa untuk menjual sendiri di dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan), selain karena dalam Sertifikat Hak Tanggungan
yang dikeluarkan kantor pertanahan, sudah dicantumkan irah-irah "Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" (pasal 14 ayat [2] UUHT),
sehingga Sertifikat Hak Tanggungan tersebut sudah memiliki kekuatan
eksekutorial seperti suatu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Peraturan perundang-undangan terkait :
UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Selasa,
29 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar