15/06/16

ISTERI/SUAMI, ANAK SEBAGAI SAKSI

Ada seorang keluarga setelah membeli sebidang tanah datang ke rumah dan menanyakan apakah sudah aman jika membeli sebidang tanah dan jual belinya dilakukan di hadapan Lurah, dan anak serta isterinya pun ikut bertanda bertanda tangan? 
 
Jual beli yang dilakukannya itu menurut hukum tidaklah tepat dan tidak aman, karena:
1. Jual beli tanah itu harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang yaitu PPAT. Berdasarkan PP No. 37/1998 Lurah bukanlah PPAT. Yang dapat menjadi PPAT adalah: Selain PPAT Notaris, juga Camat atau Kepala Desa sebagai PPATS, dan Kepala Pertanahan sebagai PPAT Khusus. Karena dilakukan tidak dihadapan Pejabat yang berwenang, maka akibatnya adalah batal demi hukum.
2. Saksi,  sekalipun itu isteri/suami atau anak sebenarnya berdasarkan hukum tidak boleh didengar sebagai saksi. Hal ini jelas terlihat dalam Pasal 145 HIR/172 Rbg. 

Selengkapnya sebgai berikut,
Adapun bunyi Pasal 145 HIR/172 Rbg tersebut adalah sebagai berikut:
“Yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah:
1. keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus;
2. istri atau suami dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
3. anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia 15 (lima belas) tahun;
4. orang gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang.”
 
Dari penjelasan Pasal 145 HIR tersebut, pada ayat 1 terdapat kata- kata “Keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus”, kalimat ini memiliki makna hubungan keluarga dengan orang tua, mertua, anak kandung, atau anak angkat.
 
Selain itu, pada Pasal 146 HIR/174 RBg juga mengatur mengenai orang-orang yang memiliki hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi, yaitu:
 
1. saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak;
2. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak;
3. semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.

Tips memilih saksi:  
Janganlah memilih yang masih keluarga dekat, karena ada kemungkinan ditolak atau mengundurkan diri menjadi saksi ketika terjadi perkara, padahal keterangannya sangat dibutuhkan.
Pilih yang masih muda, karena kesaksian ini bukan dibutuhkan pada saat dibuatnya perjanjian tetapi pada saat terjadi perkara nanti di Pengadilan dan kemungkinan saksi yang memang sudah tua pada saat dibuatnya kontrak, ketika terjadi perkara di Pengadilan beberapa puluh tahun kemudian, saksi yang sudah tua ini boleh jadi sudah pikun atau mungkin juga sudah meninggal. 

Prof. Anwar Borahima
Senin, 13 Juni 2016. 21.19 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar