Pemberi
Jaminan Fidusia Berkewarganegaraan Asing
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt54b7532a142e7/pemberi-jaminan-fidusia-berkewarganegaraan-asing
Jumat, 13 Maret 2015
Pertanyaan :
Pemberi
Jaminan Fidusia Berkewarganegaraan Asing
Apakah seseorang
dengan kewarganegaraan asing dapat diberikan ataupun memberikan jaminan fidusia
di Indonesia?
Jika iya,
apa dasar hukumnya?
Dan apa ada
resiko jika notaris membuatkan akta fidusia kepada orang asing tersebut?
Jawaban :
Intisari:
Pada
dasarnya tidak ada ketentuan hukum yang melarang warga negara asing untuk
menjadi pemberi jaminan fidusia maupun penerima jaminan fidusia. Terdapat dua
pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengizinkan, ada juga yang tidak.
Ulasan:
Adapun
pengertian jaminan fidusia terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang
No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UUJF”) yang menyatakan:
“Jaminan
Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Terkait subjek jaminan fidusia, secara
eksplisit tidak diatur dalam UUJF mengenai apakah subjek jaminan fidusia
tersebut dipengaruhi oleh kewarganegaraan seseorang atau tidak. Namun layaknya
sebuah perjanjian, perjanjian jaminan fidusia pun terdiri dari pihak-pihak yang
dapat dikategorikan sebagai subjek jaminan fidusia, yang diantaranya adalah pemberi
fidusia dan penerima fidusia. Dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 UUJF
menyebutkan, bahwa:
Pasal 1 angka 5 UUJF:
“Pemberi Fidusia adalah orang
perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.”
Pasal 1 angka 6 UUJF:
“Penerima Fidusia adalah orang
perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan
Jaminan Fidusia.”
Selain itu
dapat dijelaskan pula bahwa yang bertindak sebagai pemberi fidusia
adalah debitur (pihak yang mempunyai utang) maupun pihak ketiga. Sedangkan penerima
fidusia adalah kreditur (pihak yang mempunyai piutang) yang bisa lebih dari
satu dalam rangka pembayaran kredit konsorsium sebagaimana dalam Penjelasan
Pasal 8 UUJF.
Apakah seseorang dengan kewarganegaraan asing dapat diberikan ataupun
memberikan jaminan fidusia di Indonesia? Jika iya, apa dasar hukumnya?
Bahwa seseorang yang diberikan dan memberikan jaminan
fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia sebagaimana yang diatur dalam Pasal
1 angka 5 dan angka 6 UUJF di atas. UUJF sebagai dasar hukum yang
pasti memang tidak mengatur secara jelas apakah kewarganegaraan seseorang
mempengaruhi dalam memberikan maupun menerima suatu jaminan fidusia.
Namun, dalam bukunya “Hukum Jaminan”, Prof.
Purwahid Patrik, S.H. & Kashadi, S.H. mengatakan bahwa “Oleh
karena pendaftaran jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi
fidusia dan notaris yang membuat akta jaminan fidusia harus notaris Indonesia, maka
pemberi fidusia tidak dapat dilakukan oleh warga negara asing atau badan hukum
asing kecuali penerima fidusia karena hanya berkedudukan sebagai
kreditur/penerima fidusia”.
Hal tersebut didasarkan pada Penjelasan Pasal
11 UUJF yang menyatakan bahwa “Pendaftaran Benda yang dibebani dengan
jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia, …“.
Dengan
demikian, warga negara asing dapat pula menjadi bagian dari subjek jaminan
fidusia, yang dalam hal ini mengacu pada UUJF, warga negara asing hanya diberi
ruang sebagai penerima fidusia/kreditur mengingat dalam hal mendaftarkan
jaminan fidusia pelaksanaannya dilakukan di tempat kedudukan pemberi fidusia
(berdasarkan wilayahnya masing-masing) dan itu berarti pemberi fidusia
haruslah warga negara Indonesia di mana Kantor Pendaftaran Fidusia yang menjadi
tempat mendaftarkan akta jaminan fidusia tersebut berada di dalam lingkungan
Departemen Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia dan akta jaminan
fidusia tersebut pun haruslah dibuat dan ditandatangani di hadapan notaris
Indonesia oleh pemberi maupun penerima fidusia.
Terkait dengan permasalahan apakah ekspatriat yang
berdomisili di Indonesia bisa bertindak sebagai pemberi Fidusia, sepanjang yang
bisa kami jawab berdasarkan literatur yang ada dari buku “Hukum Jaminan”
karya Prof. Purwahid Patrik, S.H. & Kashadi, S.H. & “Jaminan
Fidusia” karya Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, disebutkan
bahwa WNA tidak dapat bertindak sebagai Pemberi Fidusia dan terbatas hanya
sebagai penerima Fidusia.
Dalam prakteknya sendiri terdapat 2 pandangan atas hal
ini. Pandangan
pertama berpendapat tidak diperkenankannya WNA bertindak sebagai pemberi
fidusia. Ini pada dasarnya terkait dengan enforcement dari eksekusi
fidusia tersebut. Pada dasarnya benda yang difidusiakan tersebut tetap dikuasai
oleh Pemberi Fidusia, sehingga bisa saja sewaktu-waktu apabila WNA tersebut
meninggalkan Indonesia eksekusinya akan sangat sulit, hal ini sejalan juga
dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No. 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia, yakni:
“Pengamanan
terhadap obyek jaminan fidusia dapat dilaksanakan dengan persyaratan:
1. Ada permintaan dari pemohon;
2. Memiliki akta jaminan fidusia;
3. Jaminan fidusia terdaftar pada
kantor pendaftaran fidusia;
4. Memiliki sertifikat jaminan fidusia;
dan
5. Jaminan fidusia berada di wilayah
Negara Indonesia”
Namun selain itu terdapat juga pandangan yang menyatakan
bahwa WNA ataupun ekspatriat dapat saja bertindak sebagai pemberi Fidusia,
dalam hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 5 UUJF yang
menyatakan bahwa Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi
pemilik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia, tidak ada larangan atas
kewarganegaraan pemilik obyek tersebut sepanjang dialah pemilik jaminan fidusia. Dalam
hal eksekusinya pun yang akan dieksekusi ialah Sertifikat Jaminan Fidusia yang
dipegang oleh Penerima Fidusia, jadi tidak memerlukan kehadiran Pemberi
Fidusia, yang penting memegang Sertifikat Jaminan Fidusia dan obyek Fidusia
dapat diakses untuk dieksekusi.
Kemudian terkait mengenai resiko dari Notaris yang
membuat akta Fidusia bagi WNA dapat dijelaskan bahwa berdasarkan Pasal 5
ayat (1) UUJF disebutkan bahwa, “pembebanan benda dengan jaminan
Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta
Jaminan Fidusia”, sehingga akta Notaris yang dibuat harus tetap
disesuaikan dengan ketentuan Pasal 5 UUJF tersebut.
Perlu ditambahkan
juga apabila sistem pendaftaran Fidusia telah bersifat online maka akan
sangat sulit bagi pihak Notaris untuk mendaftarkan Fidusia tersebut walaupun
WNA tersebut berdomisili misalnya di Indonesia, karena domisili tersebut
bersifat sementara (temporary) dan bukannya permanent di
Indonesia.
Namun
apabila misalnya Notaris menerima untuk membuatkan akta jaminan Fidusia dimana
pemberi Fidusia adalah WNA maka biasanya Notaris harus lebih berhati-hati untuk
menghindari resiko gagalnya eksekusi atau pelunasan jaminan Fidusia tersebut,
biasanya Notaris harus meminta beberapa surat keterangan seperti surat
keterangan kerja, surat pernyataan dari pasangan jika ada, surat keterangan
penghasilan, ataupun surat-surat lainnya tergantung dengan kasusnya. Untuk
jangka waktu pemberian Fidusia pun harus disesuaikan dengan jangka waktu izin
tinggal WNA tersebut di Indonesia untuk menghindari risiko Pemberi Fidusia yang
harus meninggalkan Indonesia setelah izin tinggalnya berakhir.
Pada
akhirnya praktik Pemberi Fidusia yang dilakukan oleh WNA ini harus dikembalikan
lagi kepada sikap Notaris masing-masing yang akan menerima untuk membuatkan
akta Jaminan Fidusia itu atau tidak menerima, karena ternyata dalam praktiknya
ada yang tidak bersedia menerima berdasarkan pandangan pertama namun adapula
yang memperbolehkan sesuai dengan pandangan kedua, karena secara eksplisit pun
tidak ada aturan hukum yang mengatakan bahwa Pemberi Fidusia haruslah
berkewarganegaraan Indonesia
Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga
bermanfaat.
Dasar Hukum:
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No. 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Referensi:
1. Prof. Purwahid Patrik., SH &
Kashadi., SH. 2009. Hukum Jaminan. Semarang. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
2. Gunawan Widjaja & Ahmad Yani,
Jaminan Fidusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar