Amerika
Serikat adalah negara adidaya yang sangat mengedepankan kekuatan negaranya
dalam segala aspek, baik hukum, ekonomi dan optimismenya yang sangat tinggi. Cocok
atau tidak cocok, sesuai atau tidak sesuai dengan apa yang ada dalam alam ideos
kita masing-masing, perlu diakui dan diapresiasi atas semua keberhasilanya
dalam mengorganisasi negaranya bila dipandang dari optik di mengelola satu
organisasi tingkat kampung saja susahnya sudah sangat luar biasa. Apalagi ditengah
pluralisme yang tentu sangat rawan konflik dan permasalahan. Secara pribadi,
saya sangat kagum atas keberhasilan negara satu itu, luar biasa. Tanpa harus
mengesampingkan sisi negatif yang lain, yaaa.. memang begitu, itulah kompetensi
kadang memang ada banyak yang harus menjadi korban ataupun menjadi pihak yang
terzolimi, tetapi sekali lagi itulah kompetensi pasti ada yang unggul baik
keunggulan itu didapatkan dengan fair ataupun dengan cara yang kurang sehat
(subjektif).
Namun
tentu menjadi sangat kaget ketika ada ilmuwan Amerika yang “melawan” (sebagian) mimpi-mimpi indah
sang negara adikuasa tersebut, Amerika.
Mengutip dari http://www.kompasiana.com,
Joseph Eugene Stiglitz adalah seorang pakar ekonomi, pengarang buku dan peraih
nobel bidang ekonomi tahun 2011. lahir di Gary, Indiana, Amerika Serikat pada
tanggal 9 Februari 1943. Pria kelahiran Gary ini pernah menjabat sebagai ketua
Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Amerika Serikat pada masa pemerintahan Bill
Clinton (1995-1997). Selain itu, Stiglitz juga pernah menjabat sebagai Wakil
Ketua Senior dan Ekonom Kepala di bank dunia pada tahun 1997 hingga 2000.
Stiglitz menyelesaikan pendidikannya di Massachusetts Institute of Technology
(MIT) Amerika Serikat dan Cambridge University.
Amerika
Serikat akhirnya menelan pil pahit setelah sistem kapitalis yang diterapkannya
mengoyak perekonomian bangsa. Atas kondisi ini, tentu membuat masyarakat AS
menjadi korban atas kebijakan pemerintah (kapitalisme). Pada awal dekade
1990-an, setelah runtuhnya komunisme, paham kapitalis sangat disanjung sebagian
besar masyarakat AS, termasuk pengusaha
yang merasa diuntungkan. Sistem kapitalis pun dianggap sebagai sistem yang
paling tepat untuk diterapkan di muka bumi. Program-program pasar bebas dan
deregulasi akhirnya diintensifkan oleh AS, baik di dalam maupun di luar negeri.
Kala itu pertumbuhan ekonomi memang melonjak secara signifikan, namun tidak
berlangsung lama. Beberapa tahun setelah sistem kapitalis dimaksimalkan,
sejumlah negara yang mengaplikasikan sistem itu pun mengalami krisis keuangan, termasuk Indonesia. Akhirnya terkuak
berbagai skandal korporasi yang berbau kecurangan. Tata perekonomian dunia yang
direkayasa AS ini dinilai telah gagal.
Note: Padahal
saat AS mengalami krisis ekonomi pada 1930-an, pemerintah masih bisa memberikan
bantuan kepada publiknya lewat pajak yang diambil dari pengusaha-pengusaha
kakap. Hal ini tentu menjadi sangat berbeda bila kita melihat langkah
pemerintah saat ini, pemerintah justru memberikan utang kepada perusahaan yang
diambang kebangkrutan.
Joseph
Stiglitz sempat menyebutkan, jika suatu negara ingin mencapai perekonomian yang
sehat, maka jangan meniru apa yang dilakukan AS. Pada sistem kapitalis yang
diterapkan AS, kata dia, masyarakat cederung menjadi korban persekongkolan
pengusaha dan politisi.
Pakar ekonomi yang pernah menjadi Dewan Penasihat Ekonomi Presiden AS Bill Clinton ini menegaskan, kebijakan kapitalis ala AS tidak hanya berdampak pada negara itu sendiri, namun juga terhadap negara-negara berkembang. Kalau saja negara-negara tersebut tidak mengikuti gaya kapitalis AS, kata pria kelahiran 1943 itu, tentu perekonomian bangsanya bisa berjalan lebih sehat, adil dan berdaulat.
Pakar ekonomi yang pernah menjadi Dewan Penasihat Ekonomi Presiden AS Bill Clinton ini menegaskan, kebijakan kapitalis ala AS tidak hanya berdampak pada negara itu sendiri, namun juga terhadap negara-negara berkembang. Kalau saja negara-negara tersebut tidak mengikuti gaya kapitalis AS, kata pria kelahiran 1943 itu, tentu perekonomian bangsanya bisa berjalan lebih sehat, adil dan berdaulat.
Krisis ekonomi adalah salah satu buah
dari kapitalisme yang frekuensi kedatangannya makin
cepat saat ini. Kata Stiglitz, dalam tiga puluh tahun terakhir dia mencatat
lebih dari seratus kali krisis. Wow, angka yang menakjubkan bukan?
Pasti
satu di antaranya yang melanda Indonesia tahun 1998 dan 2008 silam.
Sudah
lama Stiglitz bicara soal kebobrokan sistem ekonomi kapitalis. Dia pengritik
sistem ekonomi kapitalisme yang menyatakan peran pemerintah harusnya ditiadakan
dalam persaingan pasar bebas. Kata dia, itu hanya mungkin kalau ada tingkat
informasi yang sama. Dia mengkhawatirkan adanya asymetric information yang mengakibatkan sesuatu menjadi tidak pada
kondisi sebenarnya. Dari berbagai krisis itu, peraih nobel ekonomi tahun 2001
selalu menegaskan bahwa campur tangan pemerintah dalam ekonomi pasar
diperlukan. Karena, kata dia, tanpa campur tangan mereka akan terjadi krisis
yang makin parah di berbagai belahan dunia.
Bagi Stiglitz, Amerika adalah sebentuk negera “hanya
untuk si kaya.” Walaupun kebanyakan pandangan Amerika tumbuh soal
ketidakadilan, tetapi dalam impian mereka adalah memperkaya diri. Dalam
mekanisme memperkaya diri tersebut sesungguhnya terdapat bentuk kapitalisme
semu, yang hilang karena ekonomi baru “sosialisme
dengan karakter Amerika” yang amat peduli pada hak-hak istimewa individu.
bagaimana perbandingannya dengan negara kita?
Sebagai
gambaran kontras, Amerika hanya menolong sedikit untuk jutaan penduduk yang
kehilangan rumah. Para buruh yang kehilangan pekerjaan hanya menerima 39 pekan
dana tunjangan, dan mereka harus bisa berusaha sendiri. Dan, ketika mereka
kehilangan pekerjaan, kebanyakan dari mereka juga kehilangan asuransi
kesehatan. Hari ini, Amerika tengah memperluas jaminan keamanan perusahaan
melalui jalan yang tak pernah diduga, dari bank komersial ke bank investasi,
lalu ke asuransi, dan sekarang ke perusahaan otomotif, tanpa berupaya melihat
kekurangannya sedikit pun. Dus, bila bicara kebenaran, ini bukan sosialisme
namun perluasan masa hidup kesejahteraan perusahaan besar (MNC). Singkatnya,
kaum kaya dan berkuasa kini membutuhkan bantuan pemerintah, padahal banyak
orang hanya mendapat sedikit bantuan dan perlindungan sosial dari pemerintah.
Joseph E.
Stiglitz—ketika wawancara 27 April 2009—mengatakan bahwa, “krisis ekonomi Amerika tidak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa
subsidi alam Amerika akan berperan destruktif.” Sebagai buktinya, kita akan
mengalami tahun terburuk bagi ekonomi global sejak Perang Dunia ke II. Bank
Dunia memperkirakan ekonomi hanya akan tumbuh 2%. Meski negara berkembang sudah melakukan semua hal dengan benar–-dan
memiliki kebijakan peraturan dan kondisi makroekonomi lebih baik dari Amerika
Serikat—tetapi mereka akan tetap merasakan dampaknya. Kebanyakan hasilnya
adalah sebuah kejatuhan ekspor. China dan India sepertinya akan tetap
tumbuh, namun akan tumbuh lebih lambat 11-12% dari rata-rata pertumbuhan
tahunan. Singkatnya, krisis Amerika ini
akan menyebabkan 200 juta penduduk dunia terjatuh ke jurang kemiskinan.
Berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar