17/11/16

YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINDAKKAN HUKUM TERHADAP HARTA BERSAMA

Putusan MARI No. 2691 K/PDT/1996 tanggal 18 September 1998 (jual-beli tanah harta bersama) : perjanjian lisan baru merupakan perjanjian permulaan yang akan ditindaklanjuti dan belum dibuat di depan notaris maka belum mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan karena itu tidak mempunyai akibat hukum. perjanjian lisan menjual tanah harta bersama yang dilakukan suami dan belum disetujui istri maka perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum.
Putusan MARI No. 701 K/PDT/1997 tanggal 24 Maret 1999 (jual - beli tanah harta bersama) : jual-beli tanah yang merupakan harta bersama harus disetujui pihak istri atau sua- mi. harta bersama berupa tanah yang dijual suami tanpa persetujuan istri adalah tidak sah dan batal demi hukum. sertifikat tanah yang dibuat atas dasar jual-beli yang tidak sah tidak mempunyai kekua tan hukum.
Putusan MARI No. 1851 K/PDT/1996 tanggal 23 Pebruari 1998 (menjaminkan  harta bersama) :menyatakan bahwa BPD Sumatera Utara telah lalai menerapkan prinsip kehati-hatian  yang mengharuskan manajemen meneliti status tanah agunan. pihak penggugat adalah isteri tergugat yang tidak turut menandatangani surat agunan tersebut. pembebanan tanah harta bersama tersebut harus dinyatakan tidak berkekuatan hukum dengan dasar pertimbangan adil dan patut. dalam perkara ini bank pembangunan daerah sumatera utara mengajukan permohonan eksekusi karena telah adanya penjaminan utang yang dibuat dalam grosse akta. pengajuan eksekusi ini ternyata menimbulkan akibat hukum lain, dalam hal ini penggugat merasa dirugikan dengan permohonan eksekusi tersebut. penggugat merasa dirugikan karena objek yang dimohonkan eksekusi adalah harta bersama.
Putusan MARI No. 209 K/PDT/2000 tanggal 26 Februari 2002 (menjaminkan harta bersama) : putusan batal demi hukum atas perjanjian kredit tersebut disebabkan tidak terpenuhinya suatu sebab yang halal sebagaimana diatur dalam pasal  1320 bw. objek yang diperjanjikan adalah harta bersama sehingga apabila hendak dijaminkan/dialihkan kepada pihak lain oleh suami harus mendapatkan persetujuan dari istri sebagai pihak yang berhak.
Putusan MARI No. 82 K/PDT/2004 tanggal 22 Mei 2007  (jual beli tanah warisan) : perjanjian jual-beli tanah warisan batal demi hukum karena boedel waris belum terbagi, masih terdapat harta bersama orang tua yang mana masih hidup salah satu orang tua, di- lakukan oleh orang yang tidak mempunyai alas hak yang sah untuk melakukan perbuatan hukum melakukan perjanjian jual-beli, dilakukan tanpa izin dan persetujuan orang tua dan saudara kandung, belum ada pembagian dan pengalihan hak dan penyerahan hak secara sah dengan pembagian warisan, jual-beli tanah warisan juga melampaui hak.
Putusan MARI No. 3005 K/PDT/1998 tanggal 14 Januari 2008  (utang – piutang   dengan jaminan tanah) : tanah hak milik yang merupakan harta bersama, tidak dapat dijadikan jaminan atas per- janjian utang piutang tanpa persetujuan salah satu pihak, baik itu pihak istri maupun suami, sesuai dengan ketentuan pasal 36 ayat (1) uu no. 1 tahun 1974. dengan demikian, perjanjian yang melanggar ketentuan tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif perjanjian (sebab yang halal).

PROBLEMATIKA : dalam praktek Notaris dan PPAT  : 
ada suami-isteri yang terikat perkawinan tapi tidak mempunyai bukti tertulis, dan mempunyai harta benda perkawinan (benda tidak bergerak),  jika ingin dijual/ dijaminkan / dihibahkan, bagaimana membuktikan secara formal    bahwa mereka suami-isteri ?

TAWARAN SOLUSI:
i. mengajukan permohonan  itsbath (dari pengadilan agama untuk yang beragama Islam) atau penetapan (dari pengadilan negeri), atau :
ii. meminta keterangan dari kelurahan/kecamatan sebagaimana data dalam kartu keluarga atau data di kelurahan/kecamatan telah menikah/ suami isteri, atau :
iii. menuliskan status perkawinan mereka dalam komparisi, dengan kalimat sbb: menurut keterangan penghadap telah menikah berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan  dan tidak dicatatkan berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (2) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 
KESIMPULAN :
1. tindakan hukum terhadap harta milik bersama terikat (gebonden mede-eigendom) : dijual/dijaminkan wajib   memperoleh persetujuan (tertulis) dari : 
suami/isteri jika harta bersama perkawinan.
para ahli waris lainnya jika berasal dari harta warisan.
2. jika hal tersebut tidak dilakukan, maka :
tindakkan/perjanjian tersebut tidak sah/batal demi hukum/tidak berkekuatan hukum.
terhadap notaris/PPAT yang membuat aktanya dapat dituntut ganti kerugian oleh para pihak yang merasa dirugikan atas hal tersebut dengan alasan ketidakcermatan dalam menerapkan ketentuan hukum yang ada. 

Habib Adjie - WAG INC9, J4/11/2016
(INDONESIA NOTARY COMMUNITY/INC).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar