29/03/13

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN PERJANJIAN BAKU

RESUME PROF.SETIONO.2

Asas kebebasan berkontrak beberapa puluh tahun ini telah mendapat pembatasan di karenakan di berlakunya perjanjian baku di dalam dunia bisnis.Akibat di gunakan perjanjian baku ini di dalam dunia bisnis oleh salah satu pihak maka kebebasan pihak lain hanyalah berupa pilihan antara menerima atau menolak saja.Secara tradisional suatu perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak di antara kedua belah pihak dengan cara negosiasi di antara mereka.
Pengertian perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausal-klausalnya sydah di bakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.Hal-hal yang belum dibakukan adalah
1. Mengenai jenis
2. Mengenai harga
3. Mengenai jumlah
4. Mengenai warna
5. Mengenai tempat
Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi,konosemen perkapalan,transaksi perbankan,perjanjian credit card,perjanjian jual beli rumah dari perusahaan real estate dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.Penggunaan perjanjian baku khususnya dalam dunia bisnis menimbulkan adanya permasalahan—permasalahan hukum yang di timbulkanya yaitu
1. Mengenai keabsahan dari perjanjian baku tersebut
2. Sehubungan dengan pemuatan klausal-klausal atau ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya
Permasalahan –permasalahan yang terjadi di dalam perjanjian baku ini akan di bahas dan dijabarkan di bawah ini
. Keabsahan Perjanjian Baku
1. Menurut pendapat Sluijter sarjana hukum belanda adalah Perjanjian baku bukan perjanjian,sebab kedudukan pengusasa itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta.
2. Menurut pendapat Pitlo adalah Perjanjian baku sebagai perjanjian paksa(dwangcontract).
3. Menurut pendapat Stein adalah Perjanjian baku dapat di terima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan(fictie van wil en vertrouwen)yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkatkan diri pada perjanjian itu.
4. Menurut pendapat Asser-Rutten adalah Setiap orang yang mendatangani perjanjian bertanggungjawab pada isi dan apa yang di tandatangani.
5. Menurut pendapat hodius adalah Perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan(gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdangangan.
Keabsahan perjanjian baku di muat di dalam pasal khusus yaitu Pasal 214(6.5.1.2)Boek 6(Algemeen gedeelte van het verbintenissenrecht),Titel 5(Overeenkomstein in het algemeen) dalam suatu perjanjian Niew Nederland Burgerlijk Wetboek yang berlaku tanggal 1 Januari 1992.Di Amerika Serikat hukum perjanjian yang berlaku adalah common law,yang dimana permasalahan hukum yang menyangkut perjanjian diputuskan oleh hakim berdasarkan putusan-putusan hakim atau pengadilan sebelumnya,maka yang perlu diketahui adalah sikap atau pendirian para hakim atau pengadilan tersebut.Menurut pendapat corle dan shedd menjelaskan tentang adanya perbedaan sikap dari pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat sebelum dan sesudah tahun 1960 yaitu
1. Sebelum tahun1960,common law berpegang pada doktrin “caveat emptor” yang secara harafiah berarti let the buyer beware.Pengadilan mengharapkan bahwa para pembeli yang langsung bertransaksi dengan pemilik manufaktur hendaknya dapat menjaga diri mereka sendiri.Pengadilan jarang menolong seseorang yang menjadi korban suatu tawar menawar yang buruk.
2. Sesudah tahun 1960, common law berpegang pada doktrin “unconscionability”yaitu memberikan wewenang kepada seorang hakim untuk mengensampingkan sebagian bahkan seluruh perjanjian demi menghindari hal-hal yang dirasakan apabila bertentangan dengan hati nurani.
Jadi menurut pendapat corle dan shett perjanjian baku tetap saja absah tetapi perlu di telilti sehubungan dengan keadalian dari perjanjian itu.Dan menurut pendapat Prof.Dr.Sutan Remi Sjahdeini,S.H mengatakan bahwa perjanjian baku tetap absah(not ilegal) tetapi perlu di atur aturan-aturan dasarnya agar klausal dalam perjanjian baku itu baik sebagian maupun seluruhnya,sah dan menikat pihak lainnya selain itu perjanjian baku lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri.
. Pencantuman Klausal Yang Memberatkan,Termasuk Klausal Eksemsi Di Dalam Perjanjian Baku
Masalah hukum yang ke dua adalah istilah yang dipakai dalam Nieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek(NNBW) untuk klausal atau ketentuan yang demikian ini adalah ketentuan yang onredelijk beswarend atau unreasonably onerous dimana ketentuan yang dapat diklasifikasikan sebagai klausul eksemsi termasuk didalamnya.Pengertian Klausul eksemsi adalah klausul yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibanya yang ditentukan di dalam perjanjian tesebut.Untuk dapat memahami penjelasan mengenai kausul eksemsi maka Prof.Dr.Sutan Remi Sjahdeini,S.H memberikan contoh yaitu mengenai klausul eksemsi yang tercantum pada tiket penumpang dan bagasi”Garuda Indonesia”yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengankut tidak bertanggung jawab atas kerugian apa pun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan atau kelambatan pengangkutan ini,termasuk segala kelambatan datang penumapang dan ataukelambatan penyerahan bagasi.Semua tuntutan ganti-kerugian harus dapat dibuktikan besarnya kerugian yang diderita.Tanggung jawab terbatas untuk kehilangan dan kerusakan bagasi ditetapkan sejumlah maksimum Rp 10.000 per kilogram “
Klausul tersebut dapat berbentuk pembebasan sama sekali dari tanggungjawab yang harus di pikul oleh pihaknya apabila terjadi wanprestasi.Dapat pula berbentuk pembatasan jumlah ganti rugi yang dapat di tuntut.
Klausul eksemsi berbeda dengan klausal force majure.Di dalam Klausal force majure biasanya digunakan untuk menguraikan suatu syarat perjanjian dimana salah satu atau ke dua belah pihak dimaafkan untuk tidak melaksanakanprestasinya,baik seluruhnya atau sebagian,sehubungan dengan terjadinya kejadian-kejadian tertentu yang berada di luar kekuasaannya.Apabila klausal force majure tidak dicantumkan dalam perjanjian maka debitur yang bersangkutan tetap saja dibebaskan dari tanggung jawab atas tidak dilaksanakan kewajiban itu dikarnakan ketentuan undang-undang.Menurut hukum inggris klausal forse majure tidak dianggap klausul eksemsi menurut putusan Fairclough Dodd &Jones Ltd.v.J.H(1957)1 W.L.R karna memberikan akibat yang sama yaitu sejumlah kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk suatu pihak dibebaskan dari pelaksaan prestasinya yang di ikuti sebab-sebab lainnya di luar kekuasaan penulis.
Klausal arbitrase tidak dianggap klausul eksemsi karna klausal arbitrase merupakan pengaturan atau bersifat prosedural serta di atur dengan ketentuan-ketentuan sendiri.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa klausul eksemsi merupakan perwujutan klausul yang secara tidak wajar memberatkan pihak lainnya.Misalnya apabila di dalam perjanjian kredit bank ada ketentuan yang memberikan hak kepada bank untuk tanpa alasan apapun juga menghentikan,baik untuk sementara atau selanjutnya,izin tarik kredit oleh nasabah debitur yang dilakukan bank,sekalipun ketentuan itu tidak merupakan ketentuan yang membebaskan atau membatasi tanggungjawab bank terhadap gugatan debitur.Klausal yang demikian itu,bank tidak mungkin dapat dimintau tanggungjawab oleh nasabah debitur atas tindakannya yang berupa menolak penggunaan selanjutnya atas kredit itu .
Aturan-Aturan Dasar Yang Harus Diperhatikan Para Pihak Agar Isi Perjanjian Baku Mengikat
Di indonesia belum ada ketentuan undang-undang maupun yurisprudensi yang secara spesifik memberikan aturan-aturan dasar.Adapun di negara inggris dan amerika serikat mengatur aturan dasar mengenai klausul eksemsi yang harus di penuhi agar klausul di dalam perjanjian baku yang memberatkan berlaku dan mengikat.Dengan kata lain,apabila aturan dasar tidak terpenuhi ,maka hakim akan memutuskan bahwa klausul itu tidak dapat diterima sebagian bagian dari perjanjian dan karena itu para pihak tidak terikat oleh klausul tersebut.Aturan dasar di bedakan menurut jenis dokumennya yaitu
1. Dokumen yang ditandatangani
Banyak di jumpai di dalam kehidupan bisnis,perjanjian baku atau syarat-syarat baku yang di tuangkan dalam suatu dokumen yang harus ditandatangani oleh para pihak.Sehubungan dengan itu,Apakah ada kewajiban hukum bagi seseorang untuk membaca dan memahami satu per satu syarat-syarat dari perjanjian baku dimana yang bersangkutan menjadi pihak?Apakah akibatnya apabila yang bersangkutan tidak membaca isi perjanjian baku tersebut dan ternyata ada ketentuan dan syarat dari perjanjian baku itu,yang secara tidak adil sangat memberatkan dan merugikan pihaknya?
Jawaban: Di asas common law inggris,apabila di dalam perjanjian baku mengandung klausal eksemsi yang di muat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak maka para pihak telah mengikat karna dengan pencatuman tandatangan sebagai bukti.Sehingga baik pihak tersebut tidak mengerti atau memahami,pihak tersebut secara hukum telah menyetujui isi dari perjanjian baku tersebut.Pada umumnya tidak mungkin bagi pengadilan untuk membebaskan para pihak yang telah tandatangan kecuali terdapat fraud,misrepresentasion atau plea of non est factum.Menurut pendapat Calamary dan Perillo mengenai aturan dasar harus duty to read yaitu suatu pihak mempunyai kewajiban untuk membaca perjanjian tersebut sehingga pihak tersebut akan terikat terhadap perjanjian tesebut sekalipun pihak tersebut ternyata tidak pernah membaca sebagian atau keseluruhan perjanjian tersebut.
Di Amerika serikat Hubungan antara duty to read dengan fraud atau mistake dan masalah mengenai sepakat para pihak adalah apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan dengan tidak benar syarat-syarat dari suatu dokumen tertulis(mispresents the terms of a writing)dan pihak lainnya percaya dengan penyesatan(mispresentasion) dan kemudian menandatangani dokumen itu tanpa membacanya maka akibatnya bahwa pihak yang tertipu atau tersesat tetap terikat pada syarat-syarat tersebut.
Sedangkan di pengadilan lain yang mengikuti teori kecurangan (fraud theory) memberikan kemungkinan kepada pihak lain yang telah di curangi untuk tidak mengakui perjanjian tersebut atau untuk menuntut bahwa perjanjian tersebut tetap berlaku dengan syarat-syarat seperti syarat-syarat yang telah diajukan kepada pihak yang tidak bersalah.Sehingga di berikan pilihan kepada pihak yang tidak bersalah untuk memelih diantara kedua kemungkinan itu yang mana yang lebih menguntungkan baginya.
2. Dokumen yang tidak ditandatangani
Dalam hukum inggris,suatu klausul eksemsi yang diacu oleh suatu perjanjian tertulis yang tidak ditandatangani(unsigned written agreement) dapat menjadi dua bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian tertulis itu menurut dua cara yaitu
a) Apabila pihak yang meminta klausul tersebut diberlakukan dapat membuktikan bahwa klausul tersebut telah diketahui oleh pihak lainnya atau usaha-usaha untuk memberitahukan adanya klausul terhadap pihak lainnya telah dilakukan sebelum atau pada waktu kontrak dibuat ditandatangani.
b) Bahwa pihak lainnya telah mengetahui tentang klausul tersebut dari sifat dokumen itu atau karena adanya konsisten yang menimbulkan pengetahuan kepada pihak yang bersangkutan tentang adanya klausul tersebut.
Mengenai kedua cara tersebut ada beberapa masalah yaitu
a) Sifat dokumen
Masalah yang pertama adalah menyangkut sifat dari dokumen yang menjadi kandasan hubungan perjanjian tersebut.Suatu klausul eksemsi tidak merupakan bagian dari suatu perjanjian apabila klausul tersebut tercantum di dalam suatu dokumen yang memang tidak dimaksudkan untuk mempuyai kekuatan perjanjian.
Contoh kasus : Dalam perkara Chapelton v Barry,penggugat menyewa sebuah kursi dek dari pihak tergugat untuk tiga jam lamanya.Pihak penggugat(penyewa) membayar $ 2 dan kepadanya diberiakan sebuah tiket yang dia tidak dibacanya.Telah diputuskan oleh pihak pengadilan bahwa tergugat(Yang menyewakan) tidak dilindungi klausul eksemsi yang tercetak pada tiket tersebut di karnakan tiket tersebut hanya sebuah voucher atau tanda terima(receipt).Tiket itu tidaklah dimaksudkan untuk menetapkan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi penyewaan kursi itu,tetapi hanya menunjukan berapa lama penggugat menyewa kursi tersebut dan penggugat telah membayar ongkos sewanya.
Sebaliknya sebuah dokumen mempunyai sifat kontraktual apabila pihak memberikan sebuah dokumen kepada pihak lain,yang di maksudkan dengan dokumen adalah mempunyai akibat hukum atau dokumen mengandung syarat-syarat.
b) Aturan dasar yang layak
Aturan dasar yang diletakkan oleh pengadilan berkenaan dengan pemberitahuan oleh pihak yang satu kepada pihak lainnya mengenai ketentuan-ketentuan di dalam dokumen baku adalah sebagai berikut
(b.1) Apabila orang yang menerima dokumen tersebut sebelumnya tidak mengetahui bahwa diatas dokumen tersebut tertulis atau tercetak ketentuan-ketentuan tersebut,maka dia tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan.
(b.2) Apabila dia sebelumnya telah mengetahui bahwa tulisan atau cetakan di atas dokumen tersebut mengandung ketentuan-ketentuanmaka dia terikat dengan ketentuan-ketentuan tersebut.
(b.3) Apabila pihak yang menyerahkan dokumen tersebut telah melakukan usaha yang secara layak dianggap cukup untuk membuat pihak lain mengetahui tentang adanya ketentuan-ketentuan tersebut,dan apabila pihak yang lain mengetahui bahwa terdapat tulisan atau cetakan diatas dokumen tersebut,maka ketentuan tersebut mengikat sekalipun dia tidak mengetahui bahwa tulisan tersebut mengandung ketentuan.
Mengenai aturan-aturan dasar yang menyangkut pemberitahuan harus di dasari dengan pemberitahuan yang layak kepada pihak lainnya.Ada beberapa syarat untuk dapat dikatatkan pemberutahuan secara layak yaitu
1.Bahwa harus ada hubungan yang nyata antara dokumen perjanjian dan tempat atau dokumen lain yang memuat klausul eksemsi tersebut.
2. Bahwa pemberitahuan itu harus diberikan kepada penerima dokumen sebelum atau pada saat perjanjian dibuat(ditandatangani),suatu klausul eksemsi dapat merupakan bagian yang mengikat dari perjanjian tersebut apabila asas ini dipatuhi.
Di pengadilan inggris apabila pihak yang menerima dokumen tersebut mempunyai ketidakmampuan yang bersifat bukan yurudis seperti buta,buta huruf atau tidak mampu untuk membaca bahasa inggris,asalkan pemberitahuan itu secara layak telah dapat dianggap memadai untuk tingkat golongan orang-orang dimana pihak yang bersangkutan tergolong.
c) Course of dealing
Suatu peristiwa yang dimana para pihak telah menandatangani klausul-klausul eksemsi dan telah diberitahukan oleh pihak yang satu kepada pihak lainnya,akan tetapi di kemudian hari terjadi sengketa yang di masalahkan oleh pihak yang bersengketa karna sesuatu hal dokumen yang biasa digunakan tidak diserahkan atau tidak ditandatangani pada waktu perjanjian berlangsung,maka klausul eksemsi tersebut tetap berlaku.
Menurut pendapat kumar course of dealing adalah para pihak benar-benar telah memahami syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan masing-masing untuk hubungan jangka panjang di antara mereka,dengan tidak mengacuhkan kesamaan dari bisnis,profesi atau perdangangan mereka.Menurut kumar sebelum suatu klausul dapat menjadi bagiandari suatu perjanjian harus memenuhi beberapa tes yaitu
1.Tes kuantitatif yang dapat memberikan kesimpulan bahwa terdapat course of dealings yang terdiri atas sederetan persetujuan-persetujuan yang teratur
2.Course of dealing harus konsisten
3.Dapat memberikan petunjuk kepada penggugat untuk dapat mengharapkan adanya syarat-syarat khusus dari pihak tergugat.
d) Perumusan harus jelas.
Menurut pendapat calamari dan perillo penggunaan asas duty to read didasarkan pada syarat-syarat bahwa tidak dapat dikatakan terdapat niat atau manifestasi yang nyata atas persetujuan pihak yang bersangkutan terhadap dokumen itu yang di permasalahkan.Syarat-syarat yang di maksud di atas adalah
1.Dokumen atau syarat yang bersangkutan harus dapat di baca.
2.Syarat-syarat yang bersangkutan harus cukup dapat menarik perhatian pihak yang berkepentingan.
e) Asas public policy dan unconscionability
Kesepakatan di antara ke dua belah pihak tanpa adanya suatu syarat tertentu karna syarat tertentu tersebut bertentangan dengan kebijakan umum (public policy) atau tidak sesuai dengan hati nurani ( unconscionability).Akibat dari suatu perjanjian yang bertentangan dengan asas public policy dan unconscionability adalah
1. Status Perjanjian Yang Ilegal
Menurut hukum perjanjian amerika serikat dapat dinyatakan ilegal apabila secara spesifik dilarang oleh statute(undang-undang) dan bertentangan dengan ketentuan common law atau public policy.Perjanjian dapat ilegal menyangkut isinya,pembentukanya dan prestasinya.Di pengadilan Amerika Serikat,perjanjian ilegal tidak akan di lakukan enforcement dan bersikap bahwa pihak yang manapun juga tidak dapat menuntut dipenuhinya prestasi oleh pihak lainnya.Alasan dasar dari aturan hukum ini adalah menegakkan kepentingan umum dengan cara mencegah di lakukanya transaksi ilegal.Ada tiga pengecualian dasar dari aturan ini yaitu
1.Apabila seseorang termasuk golongan yang di lindungi oleh perjanjian yang ilegal maka ia dapat memperoleh restitusi terhadap apa yang ia bayarkan atau ia jual.
2.Apabila seseorang telah menjadi korban kecurangan atau paksaan untuk masuk dalam perjanjian yang ilegal.
3.Adanya doktrin locus poenitentiae yaitu pemberian restitusi kepada seseorang yang telah menjadi pihak dari suatu perjanjian yang ilegal
2. Asas Public Policy
Menurut pendapat murray adalah suatu konsepsi yang isinya sangat tidak terbatas mengenai standart-standart tingkah laku yang jelas dan yang diterima oleh seluruh masyarakat.Pengadilan menurut farnsworth dapat digerakan oleh dua pertimbangan dalam menolak untuk melaksanakan perjanjian atas dasar public policy yaitu
1.Pengadilan beranggapan bahwa penolakanya itu sebagai sanksi untuk mencegah perbuatan yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh para pihak atau oleh pihak lainnya.
2.Pengadilan beranggapan bahwa pelaksanaan janji tersebut merupakan penggunaan yang tidak sepatutnya oleh peradilan untuk menegakkan perjanjian yang tidak baik.
Menurut farnsworth,public policy mempunyai tiga landasan yaitu landasan moral,landasan mengenai pandangan ekonomi dan landasan yang timbul untuk melindungi lembaga-lembaga pemerintan
3. Asas Unconscionability
Tujuan asas ini adalah untuk mencegah penindasan yang tidak adil.Menurut pendapat corley dan shedd agar suatu perjanjian bersifat conscionable,maka syarat-syarat materialnya haruslah mencolok,dapat dimengerti oleh orang awam dan harus merupakan hasil dari proses tawar-menawar yang murni(true bargain)
Klausul eksemsi yang berbentuk disclaim warranties merupakan bentuk adanya unconcionability.Contoh kasus :Semua penjual bibit menolak untuk memberikan jaminan kepada pembeli sedangkan para petani tidak ada pilihan untuk harus membeli bibit dari salah satu di antara mereka.Hal demikian terdapat unequal bargaining power,maka dengan alasan tersebut pengadilan menyatakan bahwa klausal eksemsi yang berupa disclaimer itu bersifat unconscionable.Unconscionability tidak sering digunakan di dalam law courts tetapi sering digunakan sebagai pertanahan dalam equity courts.Penggunaan asas equity courts untuk mendapatkan keadilan di antara para pihak dan untuk mencegah perjanjian yang bersifat menekan atau yang dipaksakan oleh salahsatu pihak kepada pihak lainnya melalui tindakan yang curang.
4. Asas Unconscionability Dalam UCC
Perkembangan doktrin unconscionability adalah dimasukanya doktrin tersebut ke dalam section 2-302 dari Uniform Commercial Code(UCC) sebagai perhaps the most valuable section in the entire code.Pihak yang menentang section mengatakan bahwa suatu standart yang tidak dapat diramalkan dan tidak terstuktur yang dapat dipakai untuk mengensampingkan perjanjian dan hal itu dapat mengurangi kepastian,membuat perencanaan semakin sulit dan dapat menambah biaya transaksi serta tidak konsisten dengan konsep asas kebebasan berkontrak.Sedangkan pihak yang menyetujui salah satunya pendapat hunter mengatakan bahwa section dimaksudkan untuk memberikan kepada hakim(pengadilan) suatu pembenaran untuk dapat menolak pelaksanaan perjanjian yang telah dicemari oleh adanya ketidakadilan.Unconscionability yang diputuskan oleh hakim tidak melanggar hak yang di berikan Konstitusi Amerika Serikat(Seventh amandement) karna doktrin tersebut berasal dari equaty court yaitu perkara diadili oleh hakim bukan oleh juri.Masalah unconscionability ditetapkan sejak kontrak dibuat bukan sejak kontrak itu dilaksanakan
5. Procedural Dan Substantive Unconscionability
Procedural unconscionability menyangkut pertanyaan-pertanyaan mengenai caranya suatu perjanjian dapat tercapai yaitu Apakah suatu pihak telah secukupnya menjelaskan isi dari perjanjian itu kepada pihak lainnya?Apakah penjelasan tersebut dilakukan di dalam bahasa yang dimengerti oleh pihak lainnya?Apakah telah dilakukan praktek curang yang dibenarkan?Apakah sesuatu pihak telah mengambil keuntungan dari kekurangan-kekurangan pengalaman dari pihaknya?.Didalam yurisprudensi Amerika serikat terdapat tiga perkara yaitu procedural dan subtantive unconscionability serya keraguan yang kadang-kadang terjadi dalam usaha untuk menentukan apakah unconscionability adalah akibat dari masalah didalam proses tawar menawar di dalam materi yang mendasarinya.Tiga perkara tersebut menyangkut transaksi di amerika serikat yang di sebut cusumer transaction.Perhatian pengadilan akan tertuju kepada kombinasi dari faktor-faktor dari suatu kejadian yang spesifik yaitu kepada pelaksanaan perjanjian.Karena itu tidak perlu untuk mengadakan perbedaan antara procedural dan substantive unconscionability serta hendaknya perhatian dipusatkan pada transaksi secara keseluruhan dan kepada fakta-fakta yang meliputinya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar