29/03/13

MUDHARABAH | Pak Toto (Notaris)

MUDHARABAH
Akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank Syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
NO: 07/DSN-MUI/IV/2000
•I. Ketentuan Pembiayaan:
•1). Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
•2). Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
•3). Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
•4). Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
•5). Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
•6). LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
•7). Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
•8). Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
•9). Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
•10). Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.


II : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
•1). Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

•2). Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
•a). Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
•b). Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
•c). Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern

•3). Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
•a). Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
•b). Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
•c). Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad

•4). Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
•a). Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
•b). Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
•c). Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

•5). Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
•a). Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
•b). Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
•c). Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

III: Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan
•1). Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
•2). Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
•3). Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
•4). Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2007, Akad Mudharabah berlaku prinsip-prinsip sebagai berikut:
•a). Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya;
•b). Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
•c). Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
•d). Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah Muqayyadah yaitu penyediaan dana kepada nasabah dimana pemilik dana (shahibul maal) memberikan persyaratan khusus kepada pengelola dana (mudharib), Bank wajib memenuhi persyaratan khusus dimaksud;
•e)Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati;
•f). Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;
•g). Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa Akad Pembiayaan atas dasar Mudharabah;
•h). Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
•i). Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
•j). Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
•k). Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
•l). Pengembalian Pembiayaan atas dasar Mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Akad, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Mudharabah;
•m). Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana (mudharib) dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
•n). Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung oleh Bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (ra’sul maal).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar