1.Pengertian
(Definisi) Kepailitan
Kepailitan
merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan
keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal
ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar
utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan
peraturan pemerintah.
Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada
mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang
jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.
2. Peraturan
Perundangan tentang Kepailitan
Sejarah
perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang
lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en
Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam
Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening.
Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan
yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak
1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri.
Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas
meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses
kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan
atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).
Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti
peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad
tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar
mengubah dan menambah.
Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang
kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998
tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S.
1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi
lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan
pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah
berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.
Ø
Undang-undang
No 37 tahun 2004 tetang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UU Kepailitan) adalah salah satuundang-undang yang penting dalam hukum bisnis
selain Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang tentang
penanaman modal, undang-undang tetang pasar modal, dan undang-undang lain yang
berkaitan dengan bisnis.Kalau kita melihat penamaannya, UU Kepailitan adalah
undang-undang yang mengatur tata cara memailitkan perusahaan dan hal-hal yang
harus dilakukan oleh kurator dalam melakukan pemberesan perusahaan atau badan
hukum.Menurut pengertian yang dapat kita peroleh dalam UU Kepailitan, yang
dimaksud dengan kepailitan adalah suatu keadaan dimana harta kekayaan debitur
berada dalam keadaan sita umum dan debitur demihukum kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurus kekayaannya. (pasal 21,24 UUK dan pasal 1131-1132
KUHPerdata).Satu hal yang luar biasa dalam pengertian ini adalah seluruh
kekayaan debitur ada dalam keadaan sita umum, sehingga dengan demikiantidak ada
pihak manapun yang berhak atas harta ini, kecuali kurator
3. Tujuan utama
kepailitan
adalah
untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh
kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah
atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan
sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur
sesuai dengan hak masing-masing.
4. Lembaga kepailitan
Pada
dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para
pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar.
Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi
sekaligus, yaitu:
kepailitan
sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan
berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya
kepada semua kreditur.
kepailitan
sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap
kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan
ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu
upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.
5. Para Pihak yang
dapat mengajukan kepailitan yaitu:
- atas permohonan
debitur sendiri
- atas permintaan
seorang atau lebih kreditur
- Oleh kejaksaan atas
kepentingan umum
- Bank Indonesia
dalam hal debitur merupakan lembaga bank
- oleh Badan
Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.
6.Syarat Yuridis
untuk kepailitan adalah :
1. Adanya hutang
2. Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
3. Adanya debitur
4. Adanya kreditur (lebih dari satu)
5. Permohonan peryataan pailit
6. Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga
7.Adapun para pihak yang dapat melakukan permintaan
kepailitan adalah :
·
Debitur
·
Kreditur
·
Kejaksaan demi kepentingan umum
·
Bank Indonesia
·
Badan Pengawas Pasar Modal
Selain Kejaksaan dan Bank
Indonesia, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit menurut Undang-Undang
Kepailitan Indonesia Nomor 37 Tahun 2004
Pasal 2 adalah Badan Pengawas Pasar
Modal dan Menteri Keuangan.
Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM)
Dalam hal dimana debitur
merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Karena lembaga tersebut melakukan
kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek
di bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.
Menurut penjelasan Pasal 2 dari
Undang-Undang Kepailitan Indonesia, BAPEPAM
mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan
pailit untuk instansi-instansi yang berada dibawah pegawasannya
8.Langkah-langkah
yang ada dalam kepailitan ada 9 langkah, yaitu :
Permohonan pailit,
syarat permohonan pailit telah diatur
dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis diatas.
Keputusan pailit
berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai sampai keputusan
pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang-piutang, pada
langkah ini dilakukan pendataan berapa jumlah utang dan piutangyang dimiliki
oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam
kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing-masing
kreditur. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a)
Panitera (sebagai pencatat), (b) Debitur (tidak boleh diwakilkan karena nanti
debitur harus menjelaskan kalau nanti terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah
tagihan, (c) Kreditur atau kuasanya (jika berhalangan untuk hadir tidak
apa-apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena
merupakan pengelola aset).
·
Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses
kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses
selanjutnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa
perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan
perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi :
(a) mengikat
semua kreditur kecuali kreditur separatis, karena kreditur separatis telah
dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harta pailit
umumnya.
(b) terikat
formalitas,
(c)
ratifikasi dalam sidang homologasi,
(d) jika
pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi,
(e) ada
kekuatan eksekutorial, apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaanya dapat
dilakukan secara paksa. Tahap-tahap dalam proses perdamaian antara lain :
(a) pengajuan
usul perdamaian,
(b)
pengumuman usulan perdamaian,
(c) rapat
pengambilan keputusan,
(d) sidang
homologasi,
(e) upaya
hukum kasasi,
(f)
rehabilitasi.
Homologasi akur, yaitu permintaan
pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur
dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta
debitur lebih sedikit jumlahnya dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini
sangat menentukan nasib debitur, apakah akan ada eksekusi atau terjadi
restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (pasal 178 UUK)
yaitu:
(a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian,
(b) penawaran perdamaian ditolak,
(c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya
insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditur.
Pemberesan/likuidasi, yaitu ppenjualan
harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepad kreditur konkuren, setelah
dikurangi biaya-biaya.
Rehabilitasi, yaitu suatu usaha
pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian
diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat
rehabilitsi adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang
secara penuh.
KURATOR
Pengertian Kurator pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”)
adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh
Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor Pailit di bawah
pengawasan Hakim Pengawas.
Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan
seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan. Kurator sendiri
pada Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan disebutkan dalam kedudukannya harus
independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor,
dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.
Tugas Kurator sendiri adalah melakukan pengurusan dan/atau
pemberesan harta pailit. Kurator
berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit
sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut
diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Prosedur Permohonan
Pernyataan Pailit Pada Pengadilan Niaga
Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan, prosedur permohonan Pailit adalah sebagai berikut:
·
Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada
Ketua Pengadilan melalui Panitera. (Pasal 6 ayat 2).
·
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan
pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan. Dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan, pengadilan menetapkan hari sidang.
·
Sidang pemeriksaan dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan (pasal
6).
·
Pengadilan wajib memanggil Debitor jika
permohonan pailit diajukan oleh Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan
Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan (Pasal 8).
·
Pengadilan dapat memanggil Kreditor jika
pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan
pailit telah dipenuhi (Pasal 8).
·
Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita
dengan surat kilat tercatat paling lama 7 hari sebelum persidangan pertama
diselenggarakan (Pasal 8 ayat 2).
·
Putusan Pengadilan atas permohonan pailit harus
dikabulkan apabila terdapat fakta terbukti bahwa persyaratan pailit telah
terpenuhi dan putusan tersebut harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh)
hari setelah didaftarkan (Pasal 8).
·
Putusan atas permohonan pernyataan pailit
tersebut harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan
tersebut berikut pendapat dari majelis hakim dan harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sekalipun
terhadap putusan tersebut ada upaya hukum (Pasal 8 ayat 7).
Ø
Selanjutnya, setelah debitur dinyatakan pailit,
tentunya ada konsekwensi yuridis yang harus diperhatikan baik oleh kreditur
maupun oleh debitur.
Diantara konsekwensi-konsekwensi
yuridis tersebut yang terpenting adalah sebagai berikut :
a. Berlaku
penangguhan eksekusi selama maksimum 90 (sembilan puluh) hari.
b. Boleh
dilakukan kompensasi (setoff) antara hutang debitur dengan piutang debitur.
c. Kontrak
timbal balik boleh dilanjutkan.
d. Berlaku
actio paulina.
e. Demi
hukum berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur.
f. Kepailitan
berlaku juga terhadap suami/istri.
g. Debitur
atau direksi dari debitur kehilangan hak mengurus.
h. Perikatan
setelah debitur pailit tidak dapat dibayar.
i. Gugatan
hukum haruslah oleh atau terhadap kurator.
j. Semua
perkara pengadilan ditangguhkan dan diambil alih oleh kurator.
k. Pelaksanaan
putusan hakim dihentikan.
l. Semua
penyitaan dibatalkan.
m. Pelelangan
yang sedang berjalan dilanjutkan.
n. Balik
nama atau pendaftaran jaminan hutang atas barang tidak bergerak dicegah.
o. Daluarsa
dicegah.
p. Transaksi
forward dihentikan.
q. Sewa
menyewa dihentikan
r. Karyawan
debitur di PHK
s. Warisan
dapat diterima atau ditolak oleh kurator
t. Pembayaran hutang dimana pembayaran
tersebut dilakukan sebelum pailit oleh debitur dalam hal-hal tertentu dapat
dibatalkan.
u. Pembayaran
hutang dimana pembayaran tersebut dilakukan setelah pailit dapat dibatalkan.
v. Hak
retensi tidak hilang
w. Debetur
pailit atau direksinya dapat disandera (gijzeling)
x. Debitur
pailit demi hukum dicekal
y. Harta
pailit dapat disegel
z. Surat-surat
kepada debitur pailit dapat dibuka oleh kurator
aa. Putusan
pailit bersifat serta merta
bb. Putusan
hakim pengawas bersifat serta merta
cc. Berlaku
juga ketentuan pidana bagi debitur.
Akibat Kepailitan
Secara Umum terhadap harta kekayaan debitur pailit
Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga,
debitur demi
hukum kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap
penguasaan dan
pengurusan harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan
terhitung sejak tanggal
kepailitan itu. Kepailitan mengakibatkan seluruh harta
kekayaan debitur serta segala
sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan
umum sejak saat
putusan pernyataan pailit di ucapkan, kecuali51
a. Benda termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh
debitur sehubungan
dengan, pekerjaannya perlengkapannya, alat-alat medis yang
dipergunakan untuk
kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh debitur dan
keluarganya, yang terdapat ditempat itu yang diatur dalam
Pasal 22a UU No.37
Tahun 2004.
b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari perkerjaannya
sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun,
uang tunggu
tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas. yang
diatur dalam Pasal
22 b UU No.37 Tahun 2004.
c. Atau uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi
suatu kewajiban
memberikan nafkah menurut Undang-Undang. yang diatur dalam
Pasal 22c UU
No.37 Tahun 2004.
Tanggal putusan tersebut dihitung sejak pukul 00,00 waktu
setempat. Sejak
tanggal putusan pernyataan palit tersebut diucapkan, debitur
pailit demi hukum tidak
mempunyai kewenangan lagi untuk menguasai dan menggurus harta
kekayaannya
Akibat Hukum
Kepailitan Terhadap Tanggungjawab Direksi Perusahaan Yang Dipailitkan
Dalam Pasal 104 UU PT dikatakan bahwa, jika kepailitan
terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup
untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap
anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh
kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Tanggung jawab ini
berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat
sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan
pernyataan pailit diucapkan.
Tindakan atau
perbuatan ultravires Direksi ini merupakan tindakan atau perbuatan yang memang
menjadi tanggung jawab pribadi Direksi.
Akan tetapi, Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas
kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan bahwa:
a. Kepailitan
tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya
b. telah melakukan
pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
c. tidak mempunyai
benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan yang dilakukan; dan
d. telah mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Ketentuan
mengenai tanggung jawab Direksi dalam UU Perseroan Terbatas ini merupakan lex
generalis yang dapat dikesampingkan oleh Undang-Undang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang.
Apabila perbuatan
hukum yang merugikan Kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak
wajib dilakukan Debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dan pihak
dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya
mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor,
Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan
segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan
kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit
diucapkan. Pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan
bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa
perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa
perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor, dalam hal
perbuatan tersebut:
1) Dilakukan oleh
Debitor perorangan, dengan atau untuk kepentingan suatu badan hukum dimana
Debitor atau pihak suami atau istrinya, anak angkat, atau keluarganya sampai
derajat ketiga adalah anggota direksi
atau pengurus atau apabila pihak tersebut, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam kepemilikan
badan hukum tersebut lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal disetor atau
dalam pengendalian badan hukum tersebut.
2) Dilakukan oleh
Debitor yang merupakan badan hukum, dengan atau untuk kepentingan anggota
direksi atau pengurus dari Debitor, suami atau istri, anak angkat, atau
keluarga sampai derajat ketiga dari anggota direksi atau pengurus tersebut.
3) Dilakukan oleh
Debitor yang merupakan badan hukum dengan atau untuk kepentingan badan hukum
lainnya, apabila:
a) Perorangan
anggota direksi atau pengurus pada kedua badan usaha tersebut adalah orang yang
sama
b) Suami atau
istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga dari perorangan anggota
direksi atau pengurus Debitor yang juga merupakan anggota direksi atau pengurus
pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya.
c) Perorangan
anggota direksi atau pengurus, atau anggota badan pengawas pada Debitor, atau
suami atau istri, anak angkat, atau keluarga sampai derajat ketiga, baik
sendiri atau bersama-sama, ikut serta secara langsung atau tidak langsung dalam
kepemilikan badan hukum lainnya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari modal
disetor atau dalam pengendalian badan hukum tersebut, atau sebaliknya;
d) Debitor adalah
anggota direksi atau pengurus pada badan hukum lainnya, atau sebaliknya;
Untuk membuktikan kesalahan atau kelalaian Direksi, gugatan
diajukan ke pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
AKIBAT HUKUM PERSEROAN TERBATAS (PT) TERHADAP KEPUTUSAN
PAILIT PENGADILAN NIAGA
Pasal 1 butir 1 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, selanjutnya disebut UUPT, menegaskan bahwa Perseroan Terbatas (PT)
adalah BADAN HUKUM. Dengan statusnya sebagai badan hukum maka berarti perseroan
berkedudukan sebagai SUBYEK HUKUM yang mampu mendukung hak dan kewajibannya
sebagaimana halnya dengan orang dan mempunyai harta kekayaan tersendiri
terpisah dari harta kekayaan para pendirinya, pemegang saham, dan para
pengurusnya, atau dapat dikatakan bahwa kita dapat menemui rechtpersoonlijkheid
dalam badan hukum korporasi atau perseroan.
Sebelum membahas eksistensi Perseroan Terbatas setelah
berakhirnya kepailitan, berikut ini akan dipaparkan terlebih dahulu syarat-syarat berakhirnya kepailitan,
yaitu :
1. Apabila pembagian terhadap harta si pailit
telah dilakukan secara tuntas dan mempunyai kekuatan hukum yang pasti;
2. Apabila homogolasi akor telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti;
3. Apabila ada pertimbangan dari hakim yang
memutus kepailitan, bahwa harta si pailit ternyata tidak cukup untuk membiayai
kepailitan.
Dalam hal kepailitan badan hukum perseroan terbatas setelah
berakhirnya kepailitan, bubar atau tidaknya perseroan tergantung kepada
keputusan hakim atas adanya permohonan pembubaran perseroan karena didalam
undang-undang kepailitan dan undang-undang perseroan terbatas No. 40 tahun 2007
tidak adanya pengaturan mengenai pembubaran demi hukum perseroan terbatas
secara terperinci. Pembubaran Perseroan terbatas demi hukum hanya dikenal
pengaturannya di KUHD yaitu Alasan-alasan pembubaran perseroan karena jangka
waktu berdirinya berakhir dan bubar demi hukum karena kerugian yang mencapai
75% dari modal perseroan. Akan tetapi undang-undang UUPT mengenal adanya pembubaran
karena penetapan pengadilan tetapi tidak mengenal adanya pembubaran demi hukum.
Berdasarkan ketentuan
Pasal 142 UUPT ada 2 (dua) alasan pembubaran PT yang berhubungan dengan
Kepailitan yaitu
1. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan
putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan
tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
2. Karena harta pailit Perseroan yang telah
dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam
undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
ALASAN PERTAMA digunakan untuk melindungi kepentingan
kreditor. Dalam hal ini kreditor tentunya tidak boleh dirugikan dengan adanya
keadaan tidak mampu membayar ini. Berdasarkan Pasal 18 ayat 1 UU No. 37 tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, apabila
perseroan pailit sehingga tidak mampu membayar hutangnya, maka kreditor dapat
mengajukan permohonan pembubaran perseroan kepada Hakim Pengawas atas Putusan Pernyataan
Pailit yang diajukan oleh Debitor. Berdasarkan permohonan Kreditor atau Panitia
Kreditor sementara jika ada, tersebut
Hakim Pengawas mengusulkan kepada Pengadilan Niaga, serta setelah memanggil
dengan sah atau mendengar Debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan
pernyataan pailit Berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga tersebut, suatu
perseroan dapat dibubarkan. Pembubaran tersebut diikuti dengan pemberesan
sehingga kreditor berhak mendapatkan pelunasan dari hasil pemberesan tersebut.
Setelah pembubaran PT terjadi dengan adanya pencabutan
kepailitan ini, maka menurut pasal 142 butir 4 Pengadilan Niaga sekaligus
memutuskan, pemberhentian Kurator. Kemudian peran Kurator digantikan oleh
Likuidator sebagai pihak yang ditunjuk untuk menyelesaikan pemberesan. Dalam
jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan:
a. kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan
dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam surat kabar dan Berita
Negara Republik Indonesia; dan
b. pembubaran
Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan
dalam likuidasi.
Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita
Negara Republik Indonesia memuat:
a. pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
b. nama dan alamat likuidator;
c. tata cara pengajuan tagihan; dan
d. jangka waktu pengajuan tagihan.
Jangka waktu pengajuan tagihan adalah 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana. Pemberitahuan kepada Menteri
wajib dilengkapi dengan bukti:
a. dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
b. pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar
ALASAN KEDUA, Pembubaran Perseroan Terbatas terjadi karena
telah dinyatakan pailit dan dalam keadaan INSOLVENSI. Keadaan insolvenasi
menurut Pasal 178 ayat 1 UUK dan PKPU yaitu suatu keadaan dimana Debitor
dinyatakan benar-benar tidak mampu membayar, insolvensi ini terjadi apabila :
1. Dalam rapat
pencocokan piutang Kreditor tidak ditawarkan perdamaian atau
2. Rencana Perdamaian yang ditawarkan Debitor
ditolak oleh Panitia Kreditor atau
3. Pengesahan
Perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Akibat hukum dari
penetapan insolvensi debitor pailit, timbulnya konsekuensi hukum tertentu,
yaitu sebagai berikut :
1. Harta pailit
segera dieksekusi dan dibagi kecuali ada pertimbangan tertentu (misal :
pertimbangan prospek kelangsungan usaha) yang menyebabkan penundaan eksekusi
dan penundaan pembagian akan lebih mengutungkan;
2. Pada
prinsipnya tidak ada REHABILITASI, sebab insolvensi ini disebabkan tidak adanya
perdamaian dan aset Debitor Pailit lebih kecil dari kewajibannya. Kecuali
apabila setelah dalam keadaan insolvensi kemudian terdapat Harta lain dari
Debitor pailit. Misalnya adanya warisan, sehingga utang dapat dibayar lunas.
Dengan demikian Rehabilitasi dapat diajukan berdasarkan Pasal 215 UUK dan PKPU.
Ø
Bertolak
dari kedua alasan yang dipakai sebagai dasar Pembubaran Perseroan Terbatas
dalam Kepailitan, menimbulkan dua mode perlakuan hukum terhadap perseroan
terbatas, yaitu :
1. Berlaku demi
hukum (by the operation of law).
Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the
operation of law) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah
pernyataan pailit mempunyai hukum tetap, ataupun setelah berakhirnya
kepailitan. Dalam hal ini, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, Kurator, Kreditur
dan siapapun yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil
secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut. Misal, dalam Pasal 93
Undang-undang Kepailitan disebutkan, larangan bagi debitur pailit untuk
meninggalkan tempat tinggalnya (cekal), sungguhpun dalam hal ini pihak hakim
pengawas masih mungkin memberi izin bagi debitur pailit untuk meninggalkan
tempat tinggalnya.
2. Berlaku secara
Rule of Reason.
Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku
Rule of Reason, adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan
tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu, setelah
mepunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak yang mesti
mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut. Misal,
Kurator, Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, dan lain-lain.
Dengan demikian, bahwa
berlakunya akibat hukum tersebut tidak semuanya sama. Ada yang perlu dimintakan
oleh pihak tertentu dan perlu pula persetujuan institusi tertentu, tetapi ada
juga yang berlaku karena hukum (by the operation of law) begitu putusan pailit
dikabulkan oleh Pengadilan Niaga.
Pada dasarnya sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitur
untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaannya harus
dihormati. Tentunya dengan memperhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban
debitur menurut peraturan perundang-undangan.
Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam
sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur berakibat bahwa ia kehilangan
hak untuk melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya (persona
standy in ludicio) dan hak kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk
mengurus dan menguasai boedelnya. Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan hukum di bidang harta kekayaan, misalnya membuat
perjanjian, apabila dengan perbuatan hukum itu akan memberi keuntungan bagi
harta (boedel) si pailit, sebaliknya apabila dengan perjanjian atau perbuatan
hukum itu justru akan merugikan boedel, maka kerugian itu tidak mengikat
boedel.
Kepailitan Badan Hukum Perseroan Terbatas di Indonesia tidak
secara otomatis terhentinya operasional perseroan. Pernyataan Pailit Perseroan
Terbatas membuat perseroan sebatas kehilangan haknya untuk mengurus dan
menguasai harta kekayaan perseroan tersebut. Pendapat ini dkuatkan dengan
berlandaskan pada beberapa hal sebagai berikut :
1. Pasal 143 ayat 1 UUPT, menjelaskan bahwa :
Pasal 143
(1) Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan
kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan
pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.
(2) Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar Perseroan
dicantumkan kata “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan.
Pasal ini berkaitan dengan pasal sebelumnya bahwa salah satu
penyebab pembubaran adalah disebabkankan karena berada pada keadaan pailit yangmana
keadaan pailit dapat terjadi karena dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan karena telah
dinyatakan Insolvensi. Dengan demikian Pembubaran perseroan, seperti yang
diatur dalam Pasal 142 butir 4, yang dimaksud dalam Pasal 143 UUPT tersebut pun
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang
Kepailitan dan PKPU No. 37 tahun 2004.
Pembubaran perseroan terbatas yang dimaksud dalam Pasal 142
butir 1 huruf d dan e UUPT, proses dan pemberesannya haruslah sesuai dengan UU
Kepailitan dan PKPU. Pada Pembubaran yang demikian ini, bahwa Pembubaran yang
dimaksud adalah penghentian operasional perseroan terbatas yang dilakukan oleh
organ-organ perseroan yang meliputi RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris, bukanlah
berupa Pembubaran Badan Hukum perseroan terbatas. Peran organ-organ perseroan
tersebut berdasarkan pasal 16 dan pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU, diambil alih
oleh Kurator dan Hakim Pengawas untuk melakukan Pemberesan harta pailit dan
atau melanjutkan operasional perseroan terbatas dengan pertimbangkan lebih
mengutungkan daripada menghentikan operasional perseroan terbatas, kecuali
apabila terjadi pencabutan kepailitan akibat tidak ada kemampuan membayar
Debitor untuk membayar biaya kepailitan maka bersamaan dengan itu dilakukan
penghentian tugas dan wewenang Kurator dalam kegiatannnya, pemberesan dan
penyelesaian kewajiban perseroan dilakukan oleh likuidator seperti halnya
diatur dalam pasal 143 butir 4 UUPT.
Dari ketiga organ perseroan, yang sangat berperan penting
dalam operasional badan hukum perseroan terbatas adalah Direksi. Sebagai organ
dari perseroan, keberadan direksi bergantung sepenuhnya pada keberadaan perseroan, dan sebaliknya
perseroan baru dapat menjalankan kegiatannya jika ada direksi yang mengurus dan
mengelolanya. Sebagai suatu badan hukum, perseroan terbatas dianggap
seolah-olah sebagai suatu person atau subyek hukum tersendiri (artificial
person) yang mandiri sehingga mempunyai hak untuk menjadi pemegang hak dan
kewajibannya sendiri, sedangkan Direksi sebagai bagian dari organ perseroan
terbatas adalah satu-satunya organ perseroan yang berhak dan berwenang untuk
mewakili perseroan sebenarnya hanyahlah sub dari suatu subyek hukum yang
bernama perseroan terbatas.
Dari pengertian di atas maka dalam melakukan kewajibannya
untuk melakukan pengurusan perseroan maka ada pembatasan kewenangan bagi
Direksi bahwa ia tidak diperkenankan untuk bertindak diluar maksud dan tujuan
dari perseroan serta untuk melakukan tindakan yang berada di luar kewenangannya
sebagaimana ditentukan di dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Anggaran
Dasar, dan Peraturan lain yang berlaku. Dengan dipenuhinya syarat-syarat
pembatasan kewenangan yang berlaku maka setiap tindakan yang dilakukan oleh
anggota Direksi Perseroan akan dianggap tetap mengikat perseroan. Ini berarti
perseroan harus tetap menanggung segala akibat hukumnya sehingga berdasaran hal
ini maka untuk menciptakan kepastian hukum mengenai kewenangan bertindak untuk
dan atas nama perseroan, pada banyak negara telah diberlakukan mekanisme
keterbukaan (disclosure) tertentu yang mewajibkan perseroan untuk mengumumkan
kewenangan bertindak Direksi dan setiap anggotanya termasuk pihak-pihak lainnya
yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk bertindak untuk dan atas nama perseroan
serta pembatasan kewenang-kewenangannya.
Dari sinilah makna yang sebenarnya dari pembubaran Perseroan
Terbatas sebagai akibat dari Kepailitan yang diatur dalam Pasal 142 butir 1
huruf d dan e UUPT. Dengan pemberhentian tugas dan wewenang organ PT, termasuk
yang sangat penting adalah Direksi dalam menjalankan operasional Perseroan
Terbatas. Sedang Pembubaran BADAN HUKUM perseroan terbatas dilaksanakan setelah
segala urusan dan pemberesan kewajiban telah diselesaikan secara keseluruhan
terhadap Kreditor maupun pihak ketiga. Pembubaran Badan Hukum ini melalui
mekanisme yang diatur dalam UUPT. Setelah segala sesuatu mengenai pemberesan
dan penyelesaian kewajiban terhadap Kreditor maupun Pihak Ketiga selesai, RUPS
sebagai organ tertinggi Perseroan Terbatas, kembali pada fungsi, tugas dan
wewenangnya untuk melakukan langkah-langkah pembubaran Badan Hukum.
2. Pasal 104 UU
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Pasal 104
(1) Berdasarkan
persetujuan panitia kreditor sementara, Kurator dapat melanjutkan usaha Debitor
yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut
diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
(2) Apabila dalam
kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, Kurator memerlukan izin Hakim
Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Sebelumnya kita sudah mengetahui mengenai pembubaran
perseroan terbatas akibat dari kepailitan yang diatur dalam UUPT. Mengingat
segala apa yang diatur dalam UUPT mengenai pembubaran perseroan terbatas
khususnya yang disebabkan karena kepailtan harus mempertimbangkan dan
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan
maka bertolak dari hal tersebut pada esensinya bahwa Tidak setiap perseroan
yang dinyatakan pailit baik karena dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan
pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan karena telah
dinyatakan Insolvensi, selalu dibubarkan baik pengertian berhenti
operasionalnya maupun pembubaran Badan Hukum perseroan terbatas tersebut.
Peluang untuk tidak dibubarkan dan tidak berhenti
operasional Perseroan Terbatas ini diberikan dalam ketentuan UU Kepailitan dan
PKPU pada Pasal 104, yaitu dengan persetujuan Panitia Kreditor, Kurator, bahkan
walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau
Peninjauan Kembali. Dalam kepailitan badan hukum Perseroan Terbatas, beroperasi
atau tidaknya perseroan setelah putusan pailit dibacakan tergantung pada cara
pandang kurator terhadap prospek usaha perseroan pada waktu yang akan datang.
Berdasarkan pasal 104 di atas dapat disimpulkan bahwa
kepailitan Badan Hukum Perseroan Terbatas di Indonesia tidak secara otomatis
membuat perseroan kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaan
perseroan tersebut karena kepailitan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia
tidak menyebabkan terhentinya operasional perseroan. Akan tetapi dalam hal
perusahaan yang dilanjutkan ternyata tidak berprospek dengan baik, maka hakim
pengawas akan memutuskan untuk menghentikan beroperasinya perseroan terbatas
dalam permohonan seorang Kreditor.
Pasal tersebut di atas tidak berlaku apabila di dalam rapat
pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian atau jika rencana perdamaian
yang ditawarkan tidak diterima atau pengesahan perdamaian ditolak sehingga demi
hukum harga pailit berada dalam keadaan insolvensi. Kurator yang hadir dalam
rapat mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan (Pasal 179 ayat
(1)) dan usul tersebut hanya dapat diterima apabila usul tersebut disetujui
oleh para kreditor yang mewakili lebih dari ½ (setengah) dari semua piutang
yang diakui dan diterima dengan sementara yang tidak dijamin dengan hak gadai,
jaminan fiducia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya
(Pasal 180 ayat (1)).
Walaupun syarat-syarat seperti di atas telah terpenuhi,
tetap beroperasi tidaknya suatu badan hukum perseroan masih harus tetap
mendapatkan persetujuan dari Hakim Pengawas dalam suatu rapat yang dihadiri
oleh Kurator, Debitur dan Kreditor, yang diadakan khusus untuk membahas atas
usul kreditor sebagaimana tersebut di dalam Pasal 179 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 180 ayat (1), Pasal 183 UUK & PKPU.
Dengan pertimbangan tetap beroperasinya usaha dari perseroan
terbatas pailit maka dimungkinkan adanya keuntungan yang akan diperoleh
diantaranya yaitu :
1. Dapat menambah
harta si pailit dengan keuntungan-keuntungan yang mungkin diperoleh dari
perusahaan itu.
2. Ada kemungkinan
lambat laun si pailit akan dapat membayar utangnya secara penuh.
3. Kemungkinan
tercapai suatu perdamaian.
3. Asas
Kelangsungan Usaha
Pada penjelasan Undang-undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, memberi peluang bagi perusahaan yang menurut
penilaian Kurator, Panitia Kreditor dan atas ijin Hakim Pengawas masih memiliki
Prospek Usaha yang Baik, dapat tetap dilangsungkan. Undang-Undang Kepailitan
dan PKPU, tidak semata-mata bertujuan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan
Kreditor atas utang-utang Debitor saja, tetapi lebih dari pada itu, nilai-nilai
dasar yang terkadung dalam asas-asas UU Kepailitan dan PKPU ini, ditujukan
untuk melindungi seluruh kepentingan-kepentingan para pihak dan bahkan dengan
pertimbangan untuk kepentingan ekonomi nasional atau kepentingan negara.
Ada beberapa tujuan yang terkandung dalam asas-asas dari UU Kepailitan dan PKPU,
menurut Sutan Remy Syahdeni antara lain :
1. Undang-Undang
Kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing, mendorong pasar
modal, dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri;
2. Putusan
pernyataan pailit seyogianya berdasarkan persetujuan para kreditor mayoritas;
3. Permohonan
pernyataan pailit seyogianya hanya dapat diajukan terhadap Debitor yang
insolven yaitu tidak membayar utangutangnya kepada kreditor mayoritas;
4. Undang-undang
Kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditor pemegang hak jaminan
5. Undang-undang
kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditor dan
Debitor;
6. Undang-undang
Kepailitan seyogianya memungkinkan utang debitor diupayakan direstrukrisasi
terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit;
Asas Kelangsungan usaha ini, bermaksud untuk melindungi
kepentingan Debitor Pailit atas kepentingan beberapa Kreditor yang menghendaki
segera diselesaikan utang-utang debitor kepadanya setelah jatuh tempo. Demi
hukum sejak Debitor dinyatakan pailit secara otomatis kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurusi kekayaan yang termasuk dalam harta pailit (Pasal 24 ).
Kemudian jika kita mencerna ketentuan yang mengatur mengenai
syarat-syarat Debitor pailit pada pasal 2 ayat 1, demikian sederhana, yaitu :
1. Debitor terhadap
siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai dua kreditor atau
dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor;
2. Debitor tidak
membayar sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya;
3. Utang yang tidak
dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih.
Yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004. Kalimat yang pertama adalah untuk mensyaratkan bahwa debitor tidak
hanya mempunyai utang kepada satu kreditor saja. Dengan demikian, pengertian
kreditor di sini adalah untuk mensyaratkan bahwa debitor tidak hanya mempunyai
utang kepada satu kreditor saja. Dengan demikian, pengertian kreditor di sini
adalah menunjuk pada sembarang kreditor, yaitu baik kreditor konkuren maupun
kreditor preferen. Yang ditekankan di sini adalah keuangan kreditor bukan bebas
dari utang, tetapi memikul beban kewajiban membayar utang-utang.
Sedangkan maksud kalimat yang kedua adalah untuk menentukan
bahwa permohonan pailit dapat diajukan bukan saja oleh debitor sendiri tetapi
juga oleh kreditor. Kreditor yang dimaksud di sini adalah kreditor konkuren.
Mengapa harus kreditor konkuren adalah karena seorang kreditor preferen atau
separatis pemegang hak-hak jaminan tidak mempunyai kepentingan untuk diberi hak
mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditor separatis telah
terjamin sumber pelunasan tagihannya yaitu dari barang-barang yang telah
dibebani dengan hak jaminan.[7]
Syarat kedua permohonan pailit adalah adanya suatu “utang”.
Kata utang (diambil dari kata Gotisch “skulan” atau “sollen”)77. Pada mulanya
harus dikerjakan menurut hukum, sehingga utang dalam pengertian ini merupakan
hal yang dapat timbul pada kedua belah pihak. Dalam Perikatan, kewajiban
(pemenuhan prestasi) yang harus dijalankan menurut hukum dan merupakan
tagihannya yang dapat dimintakan ganti rugi bila tidak dipenuhi oleh si
debitor, sehingga si berpiutang atau kreditor memiliki piutang (inschuld) dan
hak atas tuntutan ganti rugi, sementara pada pihak si berutang atau debitor
memiliki utang (uitschuld) dan tanggungjawab atas tuntutan gantirugi (haftung).
Menurut Sutan Remy[8], rumusan Pasal 2 ayat (1) UUK tersebut
tidak sejalan dengan asas hukum kepailitan yang umum berlaku secara global.
Seharusnya tidaklah cukup hanya disyaratkan bahwa Debitor memiliki lebih dari
satu Kreditor saja (mempunyai dua atau lebih kreditor). Tetapi harus disyaratkan
pula bahwa utang-utang kepada para kreditor yang lain haruslah pula telah jatuh
waktu dan dapat ditagih serta tidak dibayar. Artinya, debitor harus dalam
keadaan insolven. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa debitor harus telah
berada dalam keadaan berhenti membayar kepada satu atau dua orang kreditor
saja. Sedangkan kepada kreditor lainnya Debitor masih melaksanakan kewajiban
pembayaran utang-utangnya dengan baik. Dalam hal Debitor hanya tidak mambayar
kepada satu atau dua orang Kreditor saja, sedangkan kepada para Kreditor yang
lain Kreditor masih mambayar utangutangnya, maka terhadap Debitor tidak dapat
diajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga tetapi diajukan gugatan
kepada Pengadilan Negeri.
Ada sebuah contoh yang sangat menarik mengenai putusan
pailit Pengadilan Niaga terhadap suatu perusahaan yang masih solven hanya
berdasarkan dalih bahwa perusahaan tersebut tidak membayar kewajibannya kepada
salah satu kreditor tertentu saja, sekalipun kepada Kreditor-Kreditor lainnya
perusahaan tersebut masih memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan baik. Putusan
yang dimaksud adalah Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No. 10/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 13 Juni 2002 itu, yang
menyatakan PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (PT. AJMI) pailit. Putusan
tersebut telah memicu reaksi yang keras tidak saja dari dalam negeri, tetapi
juga dari dunia internasional.
1. Kepailitan Badan Hukum Perseroan Terbatas
adalah kepailitan dirinya sendiri bukan kepailitan para pengurusnya, walaupun
kepailitan itu terjadi karena adanya kelalaian dari para pengurusnya. Sehingga
seharusnya pengurus tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya secara tanggung
renteng atas adanya kerugian karena kelalaiannya dan hanya dapat dimintai
pertangungjawaban apabila kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian
akibat kepailitan (Pasal 90 ayat (2) UUPT).
2. Pembubaran
perseroan yang dimaksud dalam pasal 142 butir 1 huruf d dan e, adalah
penghetian kegiatan perseroan terbatas yang dilakukan oleh organ-organ PT yang
meliputi RUPS, Direksi dan Dewan Direksi, Perseroan Terbatas yang telah
dinyatakan dalam keadaan Insolvensi wajib mencantumkan “Likuidasi” dibelakang
nama Perseroan Terbatas. Sedangkan Badan
Hukum PT, tidak secara otomatis bubar (Pasal 143 ayat 1). Pembubaran Badan
Hukum PT tetap mengunakan prosedur RUPS sebgai organ tertinggi dalam PT.
Pelaksanaan Pembubaran Badan Hukum PT dilaksanakan setelah pengurusan dan
pemberesan perseroan telah selesai dilaksanakan.
3. Pembubaran perseroan
terbatas setelah putusan pailit dibacakan hanya dapat dimintakan penetapan
pengadilan oleh kreditor dengan alasan perseroan tidak mampu membayar hutangnya
setelah dinyatakan pailit atau harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk
melunasi seluruh hutangnya setelah pernyataan pailit dicabut. Hal mana juga
ditegaskan di dalam penjelasan UUK dan PKPU bahwa asas di dalam Undang-undang
ini di antaranya adalah asas kelangsungan usaha yang artinya bahwa kepailitan
tidak demi hukum menjadikan perseroan bubar.
4. Kelanjutan usaha dari perseroan terbatas
pailit tergantung dari cara pandang Kurator serta kreditur atas prospek usaha
debitur pailit di masa datang, kepailitan perseroan terbatas demi hukum tidak
membubarkan perseroan terbatas. Dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 104
dan Asas Kelangsungan Usaha, maka Kurator bersama-sama Panitia Kreditor dengan
persetujuan Hakim Pengawas, dapat mengusulkan agar PT yang telah dinyatakan
Insolensi dapat tetap melangsungkan Usaha. Jika dianggap Perseroan Terbatas
tersebut masih memilik Prospek Bisnis yang menguntungkan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusterima kasih pencerahannya :D
BalasHapus@rizki roemjanim : senang bs membantu :)
Hapus