HUKUM WARIS MENURUT BW
RESUME HUKUM WARIS MENURUT BW
sumber : http://anugrahjayautama.blogspot.com/2012/06/hukum-waris-menurut-bw.html
I. PENGERTIAN HUKUM WARIS.
Hukum waris adalah aturan hukum yang mengatur tentang perpindahan hak kepemilikan harta kekayaan, yaitu merupakan keseluruhan hak-hak dan kewajiban, dari orang yang mewariskan kepada ahli warisnya dan menentukan siapa-siapa yang berhak menerimanya..
Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan.
Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan harta warisan dari si pewaris.
II. CARA MENDAPATKAN WARISAN.
Menurut undang-undang, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :
Pewarisan menurut undang-undang atau disebut juga waris ab intestato adalah hukum yang mengatur pewarisan yang terjadi seperti yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini apabila tidak ada surat wasiat.
Pewarisan karena wasiat disebut juga waris terstamentair (abtesto) adalah hukum waris yang mengatur pewarisan karena adanya surat wasiat dari si pewaris.
III. ASAS HUKUM WARIS.
Dalam hukum waris berlaku asas, bahwa hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta benda saja yang dapat diwariskan. Atau hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Jadi hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau kepribadian, misalnya hak dan kewajiban sebagai suami atau ayah, tidak dapat diwariskan.
Selain itu berlaku juga asas, bahwa apabila seorang meninggal dunia, maka seketika itu pula segala hak dan kewajibannya beralih pada ahli warisnya. Asas ini dalam bahasa Perancis disebut “ le mort saisit le vif “. Sedangkan pengoperan segala hak dan kewajiban dari si pewaris oleh para ahli waris disebut “ saisine “.
Ada juga asas yang disebut dengan “ hereditatis petition “ yaitu hak dari ahli waris untuk menuntut semua yang termasuk dalam harta peninggalan dari si pewaris terhadap orang yang yang menguasai harta warisan tersebut untuk diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Asas ini diatur dalam pasal 834 BW.
Selain itu ada juga asas “ de naaste in het bloed, erft het goed “ yang artinya yang berdarah dekat, warisan didapat. Dan untuk mengetahui kedekatan tersebut, harus dilakukan perhitungan dan untuk ini dipakai ukuran perderajatan dengan rumus X-1. Semakin besar nilai derajat, maka semakin jauh hubungan kekeluargaan dengan si pewaris. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil nilai derajat, maka semakin dekat hubungan darah dengan si pewaris. Misal : ukuran derajat seorang anak kandung dengan si pewaris adalah 2-1=1 derajat.
IV. SYARAT MENDAPATKAN WARISAN.
Adapun syarat-syarat untuk mendapatkan warisan adalah :
1.Harus ada orang yang meninggal.
2.Harus dilahirkan hidup atau dianggap sebagai subyek hukum pada hari kematian pewaris.
3.Ahli waris itu patut / pantas menerima warisan.
Ketentuan mengenai ahli waris yang tidak patut menerima warisan, sebagaimana diatur dalam pasal 838, 839 dan 840 BW. Yang intinya adalah sebagai berikut :
Pasal 838 BW mengatur tentang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanyapun dikesampingkan dari pewarisan, yaitu :
1.Orang yang dihukum karena membunuh/mencoba membunuh si pewaris.
2.Orang yang dihukum karena memfitnah si pewaris pada waktu masih hidup.
3.Orang yang dengan kekerasan atau secara paksa mencegah si pewaris membuat wasiat atau memaksa untuk mencabut wasiatnya.
4.Orang yang telah menggelapkan dan merusak atau memalsukan surat wasiat.
Pasal 839 BW mengatur tentang ketentuan bahwa orang yang tidak patut menerima warisan, harus mengembalikan semua hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya semenjak warisan tersebut terbuka.
Pasal 840 BW mengatur tentang ketentuan bahwa anak-anak dari orang yang tidak patut menerima warisan tetap berhak menerima warisan, tetapi orang tuanya ( yang tidak patut menerima warisan tersebut ) tidak boleh menikmati hasil warisan tersebut.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana seandainya pewaris memberikan wasiat kepada seseorang yang kemudian ternyata orang tersebut dinyatakan tidak patut menerima warisan ? Bagaimana pula jika demikian halnya dengan suami/istri dan anak-anaknya ? Hal ini diatur dalam pasal 912 BW, yang intinya adalah istri/suami dan keturunan dari orang yang mendapat warisan berdasarkan wasiat dan kemudian dinyatakan tidak patut menerima warisan, tidak berhak mendapat warisan tersebut. Maka warisan ini jatuh pada saudara-saudara pewaris yang dekat ( golongan II ).
V. AHLI WARIS YANG BERHAK MENERIMA WARISAN.
Dalam ketentuan BW ditetapkan orang-orang yang berhak mendapatkan harta warisan atau yang disebut sebagai hak mutlak ( legitieme portie ) yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan harta warisan. Seseorang yang berhak atas suatu legitieme portie dinamakan “ legitimaris “.
Adapun golongan ahli waris yang berhak menerima warisan tersebut adalah :
1. Suami / isteri pewaris yang hidup lebih lama.
Anak dan keturunan anak terus ke bawah.
2. Bapak / ibu.
Saudara dan keturunan saudara terus ke bawah.
3. Nenek / kakek baik dari garis bapak atau garis ibu.
Orang tua kakek / nenek seterusnya ke atas.
4. Paman / bibi baik dari garis bapak atau garis ibu.
Keturunan paman / bibi sampai dengan derajat ke-6.
Saudara kakek / nenek serta keturunannya sampai dengan derajat ke-6.
Seandainya saja ke-4 golongan tersebut tidak ada ( jangka waktu untuk mengakui sebagai ahli waris adalah 3 tahun ), maka harta warisan jatuh pada Negara, dan dalam hal ini dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan.
Yang dimaksud keturunannya disini adalah dapat merupakan anak-anak yang sah yang lahir dalam perkawianan maupun anak-anak yang tidak sah tetapi diakui yaitu anak-anak yang lahir diluar perkawinan tetapi diakui ( erkend natuurlijk).
Tentang bagian legitieme portie bagi anak-anak yang sah ditetapkan dalam pasal 914 BW, sebagai berikut :
1. Jika hanya ada 1 orang anak yang sah, maka jumlah legitieme portie separuh dari bagian yang sebenarnya, akan diperoleh sebagai ahli waris menurut undang-undang.
2. Jika ada 2 orang anak yang sah, maka jumlah legitieme portie untuk masing-masing 2/3 dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh sebagai ahli waris menurut undang-undang.
3. Jika ada 3 orang anak atau lebih, maka jumlah legitieme portie itu menjadi ¾ dari bagian yang sebenarnya akan diperoleh masing-masing ahli waris menurut undang-undang.
Untuk bagian anak yang tidak sah tetapi diakui yaitu sebesar 1/3 bagian dari haknya sebagai anak yang sah. Sisa warisan dari anak tidak sah tetapi diakui tersebut dibagikan rata kepada anak-anak yang sah.
Misalnya : Jika ada 2 orang anak yang lahir diluar perkawinan dan ada 3 orang anak yang sah, maka pembagiannya adalah untuk 2 orang anak yang tidak sah tetapi diakui itu masing-masing akan menerima 1/3 x 1/5 = 1/15, atau secara bersama-sama mendapat 2/15. Bagian ini harus dikeluarkan dulu, lalu sisanya sebanyak 13/15 dibagi rata untuk 3 orang anak yang sah.
Hak mewarisi oleh suami / isteri dari si pewaris, baru sejak tahun 1935 dimasukkan dalam undang-undang, yaitu mereka dipersamakn dengan seorang anak yang sah. Dalam hal si pewaris mempunyai anak dari perkawinan yang pertama dan seorang isteri yang kedua, maka bagian isteri kedua dengan cara apapun tidak boleh melebihi bagian seorang anak dan paling banyak hanya ¼ dari seluruh harta warisan.
Bagi ahli waris dalam garis lurus ke atas, misalnya orang tua atau nenek / kakek, maka menurut pasal 915 BW, jumlah legitieme portie selalu separuh dari bagiannya sebagai ahli waris menurut undang-undang.
Dalam pembagian warisan untuk golongan 1 dan golongan 2 dimungkinkan adanya ahli waris pengganti, yaitu ahli waris yang menggantikan tempat ahli waris yang sebenarnya karena telah meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris.
Menurut undang-undang ada tiga macam penggantian (representatie) yaitu :
1. Penggantian dalam garis lurus ke bawah. Ini dapat terjadi dengan tiada batasnya. Tiap anak yang meninggal lebih dahulu digantikan oleh semua anak-anaknya.
2. Penggantian dalam garis samping ( zijlinie ). Bahwa tiap saudara yang meninggal lebih dahulu maka kedudukannya digantikan oleh anak-anaknya. Ini juga dapat terjadi tiada batas.
3. Penggatian dalam garis samping, dalam hal yang tampil ke muka sebagai ahli waris anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada seorang saudara, misalnya seorang paman atau keponakan. Disini ditetapkan bahwa saudara dari seorang yang tampil ke muka sebagai ahli waris itu meninggal lebih dahulu, dapat digantikan anak-anaknya.
Jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongan 1 dan golongan 2, maka harta warisan dibagi menjadi 2 bagian yang sama. Satu bagian untuk anggota keluarga dari pihak ayah dan satu bagian lagi untuk anggota keluarga dari pihak ibu si pewaris. Pembagian seperti ini dikenal dengan sebutan “ kloving “. Jika dari salah satu pihak orang tua tidak ada ahli waris lagi, maka seluruh harta warisan jatuh pada keluarga pihak orang tua yang masih ada. Dalam pembagian warisan golongan 3 ini tidak penggantian tempat.
Prinsip dari ke-4 golongan ahli waris ini adalah jika masih ada golongan 1 maka golongan 2, golongan 3 dan golongan 4 tidak berhak. Begitu juga bila golongan 1 tidak ada, maka golongan 2 yang berhak, sedang golongan 3 dan golongan 4 tidak berhak. Begitu seterusnya. Dan bila semua golongan tersebut memang benar-benar tidak ada maka harta warisan jatuh pada Negara, dalam hal ini Balai Harta Peninggalan.
Selain itu, oleh undang-undang telah ditetapkan bahwa ada orang-orang yang berhubung dengan jabatan atau pekerjaannya maupun hubungannya dengan si pewaris, tidak diperbolehkan menerima keuntungan dari suatu surat wasiat. Mereka adalah :
1. Dokter yang merawat selama pewaris sakit.
2. Notaris yang membuat akta wasiat.
3. Saksi-saksi pada waktu pembuatan surat wasiat.
4. Pendeta yang memberikan sakramen terakhir.
VI. SIKAP DALAM MENGHADAPI TERBUKANYA WARISAN.
Ada 3 ( tiga ) sikap yang dapat diambil oleh ahli waris sejak terbukanya warisan, yaitu :
Menerima tanpa syarat ( zuivere aanvaarding ) yaitu menerima secara penuh baik hak maupun kewajiban dari si pewaris. Dapat dilakukan secara tegas, yaitu jika seorang dengan suatu akta menerima kedudukannya sebagai ahli waris, atau secara diam-diam yaitu jika ia dengan melakukan suatu perbuatan, misalnya mengambil atau menjual barang-barang warisan atau melunasi hutang si pewaris dapat dianggap telah menerima warisan secara penuh.
Menerima dengan syarat ( beneficiaire aanvaarding ) yaitu menerima dengan catatan. Artinya ahli waris bersedia menerima warisan dengan syarat ia hanya membayar hutang si pewaris terbatas atau sebanyak harta warisan yang diterimanya. Sehingga ahli waris tidak menanggung pembayaran hutang si pewaris dengan kekayaan pribadinya.
Menolak warisan, yaitu menolak menerima warisan baik berupa harta maupun kewajiban dari si pewaris. Penolakan ini harus dilakukan dengan suatu akta pernyataan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat dimana warisan itu terbuka.
Peraturan-peraturan yang berlaku dalam hal penentuan sikap ahli waris sejak terbukanya warisan dapat diringkaskan sebagai berikut :
Pewaris tidak boleh membatasi hak ahli waris untuk memilih sikap tersebut.
Pemilihan sikap tersebut tidak dapat dilakukan selama warisan belum terbuka.
Pemilihan sikap tidak boleh digantungkan pada suatu ketetapan waktu atau suatu syarat. Kepentingan umum, terutama kepentingan orang-orang yang menghutangkan menghendaki dengan pemilihan itu sudah tercapai suatu keadaan yang pasti dan tidak berubah lagi.
Pemilihan sikap tidak dapat dilakukan hanya mengenai sebagian saja dari warisan yang jatuh kepada seseorang ahli waris, artinya jika ahli waris menerima atau menolak, perbuatan itu selalu mengenai seluruh bagian dalam warisan.
Menyatakan menerima atau menolak suatu warisan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam lapangan hukum kekayaan. Oleh karena itu seorang yang oleh undang-undang dianggap sebagai tidak cakap untuk bertindak sendiri, harus diwakili atau dibantu oleh orang yang berkuasa untuk itu.
Jika ahli waris sebelum menentukan sikapnya meninggal lebih dahulu, maka haknya untuk memilih beralih kepada ahli warisnya.
VII. PERIHAL WASIAT.
Surat wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia. Pada dasarnya suatu wasiat adalah keluar dari satu pihak saja ( eenzijdig ) dan setiap saat dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Pasal 874 BW telah menerangkan tentang arti wasiat bahwa isi wasiat itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting disini adalah terletak dalam pasal legitieme portie yaitu bagian warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak ahli waris dalam garis lencang dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Suatu wasiat dapat juga berisikan suatu “ legaat “ yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat berupa :
Satu atau beberapa benda tertentu.
Seluruh benda dari satu macam, misalnya seluruh benda bergerak.
Hak “ vruchtgebruik “ atas sebagian atau seluruh warisan.
Suatu hak lain boedel, misalnya hak untuk mengambil satu atau beberapa benda tertentu dari boedel.
Yang berhak mendapatkan wasiat, yaitu :
Orang yang patut menerima warisan.
Ahli waris.
Yang berhak membuat surat wasiat, yaitu :
Mereka yang sudah berumur 18 tahun ( dewasa ).
Mereka yang sudah menikah walaupun belum berumur 18 tahun.
Harus mempunyai pikiran yang sehat.
Orang yang belum dewasa atau belum dianggap dewasa, jika melakukan tindakan hukum maka akibat hukumnya adalah batal atau dapat dibatalkan. Orang yang pikirannya tidak sehat, jika membuat surat wasiat maka hukumnya tidak sah, dan tidak sahnya itu harus dibuktikan oleh hakim. Orang asing hanya diperkenankan membuat surat wasiat terbuka, dengan dasar hukumnya Stb. 1924 ; 556 ( Timur Asing bukan Tionghoa ).
Macam surat wasiat dibedakan menjadi 2, yaitu :
Surat wasiat menurut bentuknya ( sesuai pasal 931 BW ). Dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
Surat wasiat olografis ( olographis testament ).
Adalah surat wasiat yang seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani sendiri oleh si pewaris.
2. Surat wasiat umum ( openbaar testament ).
Adalah surat wasiat dengan akta umum yang harus dibuat di hadapan notaries dengan dihadiri oleh 2 orang saksi. Pewaris menerangkan kepada notaries apa yang dikehendakinya dan notaries dengan kata-kata yang jelas harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris.
3. Surat wasiat rahasia / tertutup.
Adalah surat wasiat yang dibuat pewaris dengan tulisan sendiri atau ditulis orang lain, yang ditandatangani oleh si pewaris. Kemudian surat wasiat / sampul yang berisi surat wasiat ini harus ditutup dan disegel dan diserahkan kepada notaries dengan dihadiri oleh 4 orang saksi.
Surat wasiat menurut isinya. Dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
Surat wasiat pengangkatan waris ( pasal 954 BW ).
Adalah surat wasiat yang berisi bahwa si pewaris memberikan kepada seseorang atau lebih seluruh atau sebagian dari harta kekayaannya jika ia meninggal dunia.
2. Surat wasiat hibah ( pasal 957 BW ).
Adalah surat wasiat yang memuat ketetapan-ketetapan khusus, dengan mana si pewaris memberikan kepada seseorang atau lebih, yaitu :
1. Satu atau beberapa benda tertentu, atau ;
2. Seluruh benda dari satu jenis tertentu, atau ;
3. Hak memungut hasil dari seluruh atau sebagain harta peninggalan.
Ada juga wasiat yang dibuat dengan akta di bawah tangan yang disebut dengan nama “ codicil “ yaitu akta di bawah tangan yang dibuat si pewaris tentang hal-hal yang termasuk dalam pembagian warisan. Jadi bukan mengenai harta kekayaan, tetapi berisi antara lain :
Pengangkatan pelaksana waris ( executeur testamentair ).
Penyelenggaraan penguburan.
Penghibahan pakaian, meubel tertentu, perhiasan tertentu.
Penunjukan wali untuk anaknya.
Pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan.
EXECUTEUR TESTAMENTAIR
Adalah pelaksana wasiat yang mengawasi pelaksanaan wasiat, agar supaya pembagian itu adil sehingga tidak ada perselisihan antar ahli waris.
Ketentuan-ketentuan mengenai executeur testamentair, antara lain :
Tidak boleh memegang/menyimpan harta warisan lebih dari 1 tahun. Setelah 1 tahun maka harta warisan tersebut harus dibagikan.
Berhak untuk menarik semua atau sebagian dari benda yang termasuk kedalam kekuasaannya. Hal ini untuk menghindari ketidakadilan antara bagian ahli waris dengan bagian orang yang menerima hibah wasiat.
Jika ada anak di bawah umum yang tidak mempunyai wali atau jika ada ahli waris yang masih berada di luar negeri, wajib untuk menyegel harta tersebut sampai ahli waris tersebut siap / dapat menerima warisan.
Wajib membuat catatan-catatan mengenai benda-benda warisan dengan dihadiri oleh ahli waris.
Tidak boleh menjual barang warisan dengan maksud untuk memudahkan pembagian warisan. Kecuali isi wasiat itu berupa wasiat benda dan wasiat benda tersebut berupa uang, sedang uang yang ada ( in cash ) tidak mencukupi jumlah dalam wasiat benda tersebut, maka boleh menjual barang bergerak yang ada dengan ijin dari ahli waris. Untuk penjualan barang yang tidak bergerak harus ada ijin dari ahli waris dan hakim, atau dengan kata lain harus dengan penjualan dimuka umum ( lelang ).
Pencabutan wasiat, dapat dilakukan dengan 2 jalan, yaitu :
Secara tegas.
Yaitu dengan cara dalam wasiat yang baru ditegaskan bahwa surat wasiat yang telah dibuat terlebih dahulu ditarik kembali dan diganti dengan yang baru.
Secara diam-diam.
Yaitu dengan cara dibuat kembali surat wasiat yang isinya berlainan dengan surat wasiat yang lama.
Surat wasiat yang tidak dapat dicabut kembali, yaitu surat wasiat yang berisi :
Pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan.
Pemberian warisan yang telah dilekatkan dalam suatu perjanjian perkawinan.
VIII. PENGURUS WARIS.
Pengurus waris adalah orang yang ditunjuk oleh si pewaris dalam surat wasiat atau akta notaries yang khusus untuk mengurus harta kekayaan yang berupa warisan yang didapat oleh ahli waris atau legaataris untuk selama waktu tertentu atau selama hidupnya ahli waris atau legitimaris tersebut.
Maksud dari penunjukan ini adalah mencegah supaya harta warisan yang diterima ahli waris tidak dihabiskan secara sewenang-wenang oleh ahli waris tersebut. Pengurus waris ini walaupun selamanya mengurus harta ini tetapi selamanya tidak akan memiliki harta kekayaan ini.
IX. PEMISAHAN HARTA WARISAN.
Pemisahan harta warisan diatur dalam pasal 1066 BW, adalah perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk mengakhiri suatu keadaan dimana terdapat suatu kekayaan bersama yang belum terbagi. Maksudnya adalah jika pewaris meninggal dunia, maka harta warisannya harus segera dibagi pada yang berhak, kecuali masih ada salah satu orang tuanya.
Jika harta warisan tersebut dibagi, maka untuk seorang kreditur ( orang yang memberi hutang/pinjaman kepada pewaris ) dalam hal ini dapat mengadakan perlawanan yaitu supaya hutang-hutang pewaris dibayar dulu.
Cara mengadakan pemisahan harta warisan, ada 2 yaitu :
Jika semua ahli waris cakap dan hadir, maka boleh diadakan pembagian berdasarkan perundingan diantara mereka.
Jika ada anak yang di bawah umur atau di bawah kuratil, maka harus dilakukan dengan akta notaries dan di hadapan Balai Harta Peninggalan.
X. FIDEI COMMIS.
Fidei commis adalah pemberian warisan kepada seorang ahli waris dengan ketentuan bahwa ia diwajibkan menyimpan warisan itu, dan setelah lewat suatu waktu tertentu atau kalau si ahli waris tersebut meninggal dunia, maka warisan itu harus diterimakan kepada orang lain yang sudah ditetapkan dalam surat wasiat. Hal ini bisa juga disebut pewarisan dengan cara lompat tangan atau pewarisan secara melangkah (erfstelling over de hand). Orangnya yang dibebani disebut fideicommisarius. Sedangkan orang yang ditunjuk untuk menerima warisan terkemudian ini disebut verwachter.
Misalnya : A adalah pewaris, mempunyai anak B, dan B mempunyai 2 anak yaitu C dan D. A membuat wasiat bahwa yang berhak atas warisan A adalah C dan D, bukan B sebagai ahli waris yang sah. Disini B dibebani tugas supaya menyerahkan warisan tersebut kepada C dan D. B hanya boleh menikmati hasil dari warisan tersebut. Penyerahan warisan dari B kepada C dan D harus dalam waktu tertentu. Jadi secara hukum B memang ahli waris, tapi sebenarnya B hanya menyimpan warisan tersebut dan ia tidak dapat memakai atau menggunakan harta warisan tersebut.
Bahaya fidei commis menurut undang-undang :
Adanya penyalahgunaan harta untuk waktu yang lama oleh ahli waris, dimana ia memperoleh keuntungan dari harta tersebut setinggi mungkin. Misalnya uang tersebut dibungakan, bukannya di depositokan.
Si ahli waris mula-mula tersebut akan menyia-nyiakan pemeliharaan harta warisan.
Kreditur dari ahli waris yang mula-mula, tidak dapat menuntut pengeksekusian dari harta warisan tersebut. Karena ternyata harta tersebut bukan haknya.
Meskipun ahli waris tersebut hanya sebagai pemakai hasil tetapi ia juga seorang penguasa dari harta warisan yang diikat secara fidei commissioner. Jadi apabila ia tidakmempunyai keturunan, maka ia dapat membuat wasiat atas harta tersebut.
Jika pada waktu ahli waris yang dibebani meninggal dunia, maka seorang verwachter langsung memperoleh warisan menurut hukum. Jadi dalam hal ini tanpa adanya penyerahan eigendom. Bahkan ia bertindak sebagai ahli waris dari orang yang dibebani harta tersebut. Kalau si verwachter ini meninggal terlebih dahulu sebelum warisan jatuh kepadanya, maka kedudukannya hapus, kecuali jika ia mempunyai anak maka anaknyalah yang mengganti kedudukannya.
Ada 2 macam fidei commis yang diperbolehkan undang-undang, yaitu :
Untuk memenuhi keinginan seseorang yang hendak mencegah kekayaannya dihabiskan oleh anak-anaknya. Dalam wasiat, orang boleh membuat penetapan agar anaknya tidak boleh menjual harta warisan dan agar harta tersebut diwariskan lagi kepada anak-anak si ahli waris sendiri.
Ketetapan yang berisi seorang waris harus mewariskan lagi dikemudian hari apa yang masih ketinggalan dari warisan yang diperolehnya itu. Jadi hanya sisanya saja kepada seorang lain sudah ditetapkan. Lazim disebut dengan fidei commis de residuo.
X. HARTA WARISAN YANG TIDAK TERURUS.
Jika ada suatu warisan terbuka dan tidak seorangpun yang tampil ke muka sebagai ahli waris atau semua ahli waris menolak warisan tersebut, maka harta warisan dianggap tidak terusus. Maka Negara, dalam hal ini Balai Harta Peninggalan atau disebut “ weeskamer “ dengan tidak usah menunggu perintah dari hakim wajib mengurus harta tersebut. Pada waktu mengambil pengurusan harta tersebut wajib memberitahukan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Dan diwajibkan membuat catatan tentang keadaan harta tersebut. Wajib pula memanggil para ahli waris yang mungkin ada melalui pemanggilan umum di surat kabar dan lain-lain yang dianggap layak.
Jika setelah lewat 3 tahun terhitung sejak mulai terbukanya warisan belum juga ada ahli waris yang tampil ke muka atau melaporkan diri, maka weeskamer akan melakukan pertanggungan-jawab tentang pengurusan harta itu kepada Negara, yang akan berhak untuk mengambil penguasaan atas segala harta warisan dan kemudian harta warisan tersebut akan menjadi milik Negara.
Diposkan oleh Muji Yono di 22.49
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar