24/04/13

Status Anak Hasil Nikah Siri (apakah mendapatkan warisan?)

Senin, 10 Desember 2012 – dibaca:14749
Apakah Anak Hasil Perkawinan Siri Berhak Mewaris?
Anthonyy
Kategori:Hukum Keluarga dan Waris
Saya mau tanya bagaimana dengan pewarisan dalam Hukum Islam, apakah anak berhak mendapatkan hak waris dari perkawinan bapak dengan ibu yang dilakukan secara nikah siri? Terima kasih atas perhatiannya.
Jawaban:


Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.
Mengenai anak yang lahir dari perkawinan siri ini masih menjadi perdebatan yang cukup panjang. Menurut Pasal 4Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”) yang menyebutkan “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”Namun, perkawinan tersebut harus dilaporkan dan dicatat di Kantor Urusan Agama atau di Catatan Sipil bagi yang bukan beragama Islam. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUP yang menyatakan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Begitu pula di dalam Pasal 5 KHI disebutkan:

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah

sebagaimana yang diaturdalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954.


Tanpa adanya pencatatan tersebut, maka anak yang lahir dari pernikahan siri hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya atau keluarga ibunya. Pasal 42 UUP menyebutkan bahwa “Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”, dan Pasal 43 ayat (1)UUP menyebutkan “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”Ini juga dikuatkan dengan ketentuan KHI mengenai waris yaitu Pasal 186 yang berbunyi ”Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.” Oleh karena itu, dia hanya mewaris dari ibunya saja.


Jika berdasarkan Pasal 863 – Pasal 873 KUHPerdata, maka anak luar kawin yang berhak mendapatkan warisan dari ayahnya adalah anak luar kawin yang diakui oleh ayahnya (Pewaris) atau anak luar kawin yang disahkan pada waktu dilangsungkannya perkawinan antara kedua orang tuanya.


Untuk anak luar kawin yang tidak sempat diakui atau tidak pernah diakui oleh Pewaris (dalam hal ini ayahnya), berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 yang menguji Pasal 43 ayat (1) UUP, sehingga pasal tersebut harus dibaca:

“Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya


Jadi anak luar kawin tersebut dapat membuktikan dirinya sebagai anak kandung dari pewaris. Namun demikian, jika mengacu pada Pasal 285 KUHPerdata yang menyatakan bahwa apabila terjadi pengakuan dari ayahnya, sehingga menimbulkan hubungan hukum antara pewaris dengan anak luar kawinnya tersebut, maka pengakuan anak luar kawin tersebut tidak boleh merugikan pihak istri dan anak-anak kandung pewaris. Artinya, anak luar kawin tersebut dianggap tidak ada. Oleh karena itu, pembuktian adanya hubungan hukum dari anak hasil perkawinan siri tersebut tidak menyebabkan dia dapat mewaris dari ayah kandungnya (walaupun secara tekhnologi dapat dibuktikan). Pendapat ini juga dikuatkan oleh Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia tanggal 10 Maret 2012 yang menyatakan bahwa anak siri tersebut hanya berhak atas wasiat wajibah.


Penjelasan tentang anak dari pernikahan siri ini dibahas secara mendetail dalam beberapa artikel saya, yaitu:

- Apakah anak dari perkawinan siri berhak mewaris?

- Prosedur Pengesahan Nikah Siri

- Bagaimana agar anak yang lahir dari Perkawinan Siri Bisa Memperoleh Warisan dari ayah kandungnya?

- Dampak Putusan MK bahwa anak luar kawin memiliki hubungan hukum dengan ayahnya

- Pengertian Anak Luar Kawin menurut putusan MK

- Perlindungan Anak Luar Kawin Pasca Putusan MK


Penjelasan rincinya juga terdapat di dalam buku Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Memahami HUKUM WARIS, karya Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn. (Kaifa, Desember 2012).


Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

2. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam


Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar