08/04/13

TUGAS RESUME PROF.SETONO



I  WARIS
A. BERLAKUNYA HUKUM WARIS BW
B. UNSUR-UNSUR PEWARISAN
C. SYARAT MENDAPATKAN WARISAN
D. PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW
E.CARA MENDAPATKAN WARISAN
F. SIKAP DALAM MENGHADAPI TERBUKANYA WARISAN

II  WASIAT
A.PENGERTIAN WASIAT
B.SYARAT – SYARAT WASIAT
C.JENIS – JENIS WASIAT
D. WASIAT YANG DIBUAT DI LUAR NEGERI
E.WASIAT DALAM KEADAAN LUAR BIASA 
F . FIDEI COMMIS
G. PENCABUTAN DAN GUGURNYA WASIAT







I.     PENGERTIAN WARIS
Hukum waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma / aturan yang mengatur mengenai berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris) yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan yang mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain.
Menurut Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, di mana, berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
A.  BERLAKUNYA HUKUM WARIS BW
Berlaku kepada siapa saja ketentuan Hukum Waris BW,
BW membagi 3 golongan, yaitu :
1.Warga negara Indonesia Asli (Bumiputera)
2.Warga negara Indonesia Timur Asing, yang terdiri dari :
a.Timur Asing keturunan Tionghoa.
b.Timur Asing bukan keturunan Tionghoa (Arab, India, dan lain-lain)
3.Warga negara Indonesia keturunan Eropa.

1.Bagi orang-orang Indonesia asli (Bumiputera) pada pokoknya berlaku hukum adatnya yang berlaku di berbagai daerah yang disebabkan oleh berbagai faktor, bagi warga negara Indonesia asli yang beragama Islam terdapat pengaruh nyata dari hukum islam.
2.Bagi golongan Timur Asing.
a.Timur Asing keturunan Tionghoa, berdasarkan Stb. 1917 – 129, berlaku hukum waris BW (buku II titel 12 sampai dengan 18, pasal 830 sampai dengan 1130).
b.Timur asing lainnya (India, Arab, dll) berlaku hukum waris adat mereka masing-masing yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali untuk wasiat umum berdasar Stb. 1924 – 556 tunduk pada BW.
3.Bagi golongan Eropah yang tunduk pada hukum waris BW.

Jadi waris BW berlaku bagi golongan eropa dan timur asing, sedangkan untuk golongan bumiputra, berlaku hukum adat.

B.   UNSUR-UNSUR PEWARISAN
Di dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu mendapat perhatian, di mana ketiga hal ini merupakan unsur – unsur pewarisan :
1. Orang yang meninggal dunia / Pewaris / Erflater
Pewaris ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak dan kewajiban kepada orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal 830 BW, pewarisan hanya berlangsung karena kematian. Menurut ketentuan pasal 874 BW, segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang – undang sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambil setelah ketetapan yang sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua macam waris :
Hukum waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab intestato (tanpa wasiat). Hukum waris yang kedua disebut Hukum Waris Wasiat atau testamentair erfrecht.
2. Ahli waris yang berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam
Ahli waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk menerima hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris.Untuk anak yang masih berada di dalam kandungan, menurut pasal 2 BW, anak yang ada dalam kandungan dianggap sebagai telah dilahirkan bilamanakeperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan demikian seorang anak yang ada dalam kandungan, walaupun belum lahir dapat mewarisi karena dalam pasal ini hukum membuat fiksi seakan – akan anak sudah dilahirkan.
Ahli waris terdiri dari :
a.     Ahli waris menurut undang – undang ( abintestato )
Ahli waris ini didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau para keluarga sedarah. Ahli waris ini terdiri atas 4 golongan. Golongan I, terdiri dari anak – anak, suami ( duda ) dan istri ( janda ) si pewaris; Golongan II, terdiri dari bapak, ibu ( orang tua ), saudara – saudara si pewris; Golongan III, terdiri dari keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas ( seperti, kakek, nenek baik garis atau pancer bapak atau ibu ) si pewaris; Golongan IV, terdiri dari sanak keluarga dari pancer samping ( seperti, paman , bibi ).
b.    Ahli waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )
Ahli waris ini didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874 BW, setiap orang yang diberi wasiat secara sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas, testamentair erfgenaam yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi suatu erfstelling ( penunjukkan satu ataubeberapa ahli waris untuk mendapat seluruh atau sebagian harta peninggalan ); legataris yaitu ahli waris karena mendapat wasiat yang isinya menunjuk seseorang untuk mendapat berapa hak atas satu atau beberapa macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu, hak untuk memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari harta waris.
Jadi, dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu, ahli waris atas dasar hubungan darah dengan si pewaris, ahli waris hubungan perkawianan dengan si pewaris, ahli waris atas dasar wasiat.
3. Harta Waris
Hal – hal yang dapat diwarisi dari si pewaris, pada prinsipnya yang dapat diwarisi hanyalah hak – hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Hak dan kewajiban tersebut berupa, Aktiva ( sejumlah benda yang nyata ada dan atau berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu juga dapat berupa hak imateriil, seperti, hak cipta ); Passiva ( sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga maupun kewajiban lainnya ).
Dengan demikian, hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak dapat diwariskan.
C. SYARAT MENDAPATKAN WARISAN.
Adapun syarat-syarat untuk mendapatkan warisan adalah :
1.Harus ada orang yang meninggal.
2.Harus dilahirkan hidup atau dianggap sebagai subyek hukum pada hari kematian pewaris.
3.Ahli waris itu patut / pantas menerima warisan.
Ketentuan mengenai ahli waris yang tidak patut menerima warisan, sebagaimana diatur dalam pasal 838, 839 dan 840 BW. Yang intinya adalah sebagai berikut :
Pasal 838 BW mengatur tentang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan karenanyapun dikesampingkan dari pewarisan, yaitu :
1.Orang yang dihukum karena membunuh/mencoba membunuh si pewaris.
2.Orang yang dihukum karena memfitnah si pewaris pada waktu masih hidup.
3.Orang yang dengan kekerasan atau secara paksa mencegah si pewaris membuat wasiat atau memaksa untuk mencabut wasiatnya.
4.Orang yang telah menggelapkan dan merusak atau memalsukan surat wasiat.

D. CARA MENDAPATKAN WARISAN.
Menurut undang-undang, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :
a.  Pewarisan menurut undang-undang atau disebut juga waris Ab Intestato
Yaitu adalah hukum yang mengatur pewarisan yang terjadi seperti yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini apabila tidak ada surat wasiat.
Syarat atau unsur Ahli waris Ab Intestato dalam pasal 832 KUHPerdata (BW) adalah "Menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik syah maupun luar kawin, dan si suami atau isteri yang hidup terlama."
Pada dasarnya menurut undang-undang, untuk dapat mewarisi orang harus mempunyai hubungan darah dengan si pewaris.
Akibat dari ketentuan tersebut diatas adalah pada asasnya keluarga semenda tidak mewaris. Yang dimaksud dengan hubungan darah luar kawin adalah hubungan yang dianggap muncul sebagi akibat hubungan biologis antara si ayah biologis dengan ibu yang melahirkan anak luar kawin tersebut disertai dengan pengakuan yang sah terhadap si anak luar kawin yang bersangkutan.
b.  Pewarisan Menurut Testament (ad testamento)
Dalam pewarisan menurut testament maka ditinjau dari isinya kenal dua cara, yaitu :
1.  Erfstelling atau pengangkatan waris, Pasal 954 KUHPerdata menentukan bahwa, wasiat pengangkatan waris adalah suatu wasiat dimana si yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti setengahnya, sepertiga.
Jika dihubungkan dengan Pasal 876 KUHPerdata, erfstelling tidak perlu meliputi seluruh harta warisan, dengan ketentuan sebanding dengan harta warisan, dan berkedudukan sebagai ahli waris.
2.  Hibah Wasiat atau Legaat, di dalam Pasal 975 KUHPerdata, menetukan bahwa hibah wasiat adalah penetapan wasiat yang khusus dimana yang mewariskan kepada seseorang atau lebih memberikan beberapa dari barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, misalnya barang-barang.

E. PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW
1. Golongan I,
Merupakan ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak, suami / duda, istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama mendapatkan hak mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu, maksudnya, sepanjang ahli waris golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan kedua tidak bisa tampil.
Pasal 852 : Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain – lainan atau waktu kelahiran , laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama ( mewaris kepala demi kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama seperti anak yang lahir di dalam perkawinannya sendiri .
Yang dapat menggolongkannya sebagai berikut :
a.    Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan dengan tidak mempermasalahkan kapan anak itu dibangkitkan oleh kedua suami istri atau orang tuanya. Anak sah mewaris secara bersama – sama dengan tidak mempermasalahkan apakah ia lahir lebih dahulu atau kemudian atau apakah ia laki – laki atau perempuan.
b.    Anak luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua suami istri itu menikah atau anak yang diperoleh salah seorang dari suami atau istri dengan orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar perkawinan ini terbagi atas :
c.    Anak yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di luar perkawinan, dengan kemudian menikahnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, dengan pengakuan menurut undang – undang oleh kedua orang tuanya itu sebelum pernikahan atau atau dengan pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.
d.    Anak yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak di luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya tau dengan kata lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja atau bapaknya saja atau kedua – duanya akan memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akte kelahiran anak atau pada saat perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik atau dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.
Menurut Pasal 693, hak waris anak yang diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai anak sah, jika ia mewaris bersama – sama dengan ahli waris golongan pertama, ½ dari harta waris jika ia mewaris bersama – sama dengan golongan kedua, ¾ dari harta waris jika ia mewaris bersama dengan sanak saudara dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan ahli waris golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si pewaris tidak meninggalkan ahli wari yang sah.
Jika anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan keturunannya yang sah berhak menuntut bagian yang diberikan pada merka menurut Pasal 863, 865.
e.    Anak yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir dari orang laki – laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka itu atau kedua – duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain ), anak sumbang ( anak yang lahir dari orang lki – laki dan perempuan, sedangkan diantara mereka terdapat larangan kawin atau tidak boleh kawin karena masih ada hubungan kekerabatan yang dekat. Untuk kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris, mereka hanya mendapatkan nafkah seperlunya.
852 a. :
Bagian seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari perkawinannya dengan yang meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya seorang anak. Jika perkawinan itu bukan perkawinan yang pertama, dan dari perkawinan yang dahulu ada juga anak – anak, maka bagian dari janda ( duda ) itu tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak – anak yang meninggal dunia. Bagaimanapun juga seorang janda ( duda ) tidak boleh mendapat lebih dari ½ dari harta warisan. Di atas disebut bahwa jika ada anak dari perkawinan yang dahulu, maka bagian dari seorang janda ( duda ) tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak – anak peninggal warisan. Lebih dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah sama, meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata ” terkecil ” itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang disusulkan kemudian yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya dipersamakan dengan seorang anak.

2. Golongan II
Merupakan, ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris golongan pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan ketiga dan keempat.
a.       Dalam hal tidak ada saudara tiri :
854 : Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah : bapak, ibu, dan saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1 saudara; ¼ bagian, kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
855 : Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu, maka bagiannya ialah : ½ kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara; ¼ kalau ada lebih dari 2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi bagiannya saudara ( saudara – saudara )
856 : Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan menjadi bagian saudara – saudara.
857 : Pembagian antara saudara – saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai bapak dan ibu yang sama.

b. Dalam hal ada saudara tiri :
Sebelum harta waris dibagikan kepada saudara – saudaranya, maka harus dikeluarkan lebih dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup. Kemudian sisanya baru dibagi menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang ke satu adalah bagian bagi garis bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai bagian bagi garis ibu. Saudara – saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama mendapat bagian dari bagian bagi gariss bapak dan bagian bagi garis ibu. Saudara – saudara yang hanya sebapak atau seibu dapat bagian dari bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja.

3. Golongan III
Merupakan, keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik pancer bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga baru mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan pertama dan kedua tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan keempat.
853 : 858 ayat 1. Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada, maka warisan dibelah menjadi dua bagian yang sama.
Yang satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke atas; yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas. Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah warisan yang jatuh pada garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris itu pada tiap garis pancer mendapat bagian yang sama ( kepala demi kepala ). Kalau di dalam satu garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya, maka orang itu menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.
Pasal ini menguraikan keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri orang tua, dan saudara tidak ada. Maka di dalam hal ini warisan jatuh pada kakek dan nenek. Karena tiap orang itu mempunyai bapak dan ibu, dan bapak dan ibu itu mempunyai bapak dan ibu juga, maka tiap orang mempunyai 2 kakek dan 2 nenek.
1 kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari pancer ibu. Dengan telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika warisan itu jatuh pada orang – orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di dalam hal ini maka warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan kepada kakek dan nenek yang menurunkan bapak dan bagian lain kepada kakek dan nenek yang menurunkan ibu. Jika kakek dan nenek tidak ada maka warisan jatuh kepada orang tuanya kakek dan nenek. Jika yang tidak ada itu hanya kakek atau nenek maka bagian jatuh pada garisnya, menjadi bagian yang masih hidup.

4. Golongan IV
Merupakan, sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi.
Pasal 858 ayat 2. Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada tiap garis sebagai tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858 ayat 2, warisan jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis. Kalau ada beberapa orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi – bagi berdasarkan bagian yang sama.
Pasal 861. Di dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian kekeluargaannya berada dalam suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke – 6 tidak mewaris.
Kalau hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis itu,menjadi haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau orang ini mempunyai hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi derajat ke – 6.
Pasal 873. Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka seluruh warisan dapat dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui.
Pasal 832. Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka seluruh warisan jatuh pada Negara.

Ahli Waris berdasarkan Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling / representatie)
Adapun syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah sebagai berikut :
a.    Orang yang digantikan tempatnya harus telah meninggal dunia lebih dulu dari si pewaris.
b.    Orang yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan .
c.    Orang yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan.
Pasal-Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang penggantian atau ahli waris pengganti ini adalah Pasal 841-848 KUHPerdata, penggantian dalam undang-undang dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :
1) Penggantian dalam garis keturunan kebawah (penggantian dalam golongan pertama). Pasal yang mengatur penggantian dalam golongan pertama ini adalah Pasal 842 KUHPerdata, “penggantian dalam garis lurus kebawah yang sah berlangsung terus dengan tiada akhirnya”.
2) Penggantian dalam garis menyimpang (penggantian dalam golongan kedua), pasal yang mengatur penggantian golongan kedua ini adalah Pasal 844/845 KUHPerdata.
3) Penggantian dalam garis menyimpang yang lebih jauh (penggantian dalam golongan keempat) Pasal yang mengatur 844/845 KUHPerdata, dalam arti lebih diperluas. Yang penting dan harus diingat dalam proses penggantian ini adalah ahli waris yang masih hidup tidak dapat digantikan kedudukannya, yang dapat digantikan harus ahli waris telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, dan ahli waris tersebut meninggalkan keturunan yang sah, seperti yang diatur dalam Pasal 847 KUHPerdata, yaitu “tiada seorang pun diperbolehkan bertindak untuk orang yang masih hidup selaku penggantinya”.



F. SIKAP DALAM MENGHADAPI TERBUKANYA WARISAN.
Ada 3 sikap yang dapat diambil oleh ahli waris sejak terbukanya warisan, yaitu :
a.    Menerima tanpa syarat  ( zuivere aanvaarding ) yaitu menerima secara penuh baik hak maupun kewajiban dari si pewaris. Dapat dilakukan secara tegas, yaitu jika seorang dengan suatu akta menerima kedudukannya sebagai ahli waris, atau secara diam-diam yaitu jika ia dengan melakukan suatu perbuatan, misalnya mengambil atau menjual barang-barang warisan atau melunasi hutang si pewaris dapat dianggap telah menerima warisan secara penuh.
b.    Menerima dengan syarat ( beneficiaire aanvaarding ) yaitu menerima dengan catatan. Artinya ahli waris bersedia menerima warisan dengan syarat ia hanya membayar hutang si pewaris terbatas atau sebanyak harta warisan yang diterimanya. Sehingga ahli waris tidak menanggung pembayaran hutang si pewaris dengan kekayaan pribadinya.
c.    Menolak warisan, yaitu menolak menerima warisan baik berupa harta maupun kewajiban dari si pewaris. Penolakan ini harus dilakukan dengan suatu akta pernyataan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat dimana warisan itu terbuka.

Peraturan-peraturan yang berlaku dalam hal penentuan sikap ahli waris sejak terbukanya warisan dapat diringkaskan sebagai berikut :
a.       Pewaris tidak boleh membatasi hak ahli waris untuk memilih sikap tersebut.
b.      Pemilihan sikap tersebut tidak dapat dilakukan selama warisan belum terbuka.
c.       Pemilihan sikap tidak boleh digantungkan pada suatu ketetapan waktu atau suatu syarat. Kepentingan umum, terutama kepentingan orang-orang yang menghutangkan menghendaki dengan pemilihan itu sudah tercapai suatu keadaan yang pasti dan tidak berubah lagi.
d.      Pemilihan sikap tidak dapat dilakukan hanya mengenai sebagian saja dari warisan yang jatuh kepada seseorang ahli waris, artinya jika ahli waris menerima atau menolak, perbuatan itu selalu mengenai seluruh bagian dalam warisan.
e.       Menyatakan menerima atau menolak suatu warisan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam lapangan hukum kekayaan. Oleh karena itu seorang yang oleh undang-undang dianggap sebagai tidak cakap untuk bertindak sendiri, harus diwakili atau dibantu oleh orang yang berkuasa untuk itu.
f.        Jika ahli waris sebelum menentukan sikapnya meninggal lebih dahulu, maka haknya untuk memilih beralih kepada ahli warisnya.

II.  WASIAT

A.  PENGERTIAN WASIAT
Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal.
Pasal 875, surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisi pernyataan sesorang tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat ditarik kembali.
Yang berhak membuat surat wasiat, yaitu :
a.       Mereka yang sudah berumur 18 tahun ( dewasa ).
b.      Mereka yang sudah menikah walaupun belum berumur 18 tahun.
c.       Harus mempunyai pikiran yang sehat.
Orang yang belum dewasa atau belum dianggap dewasa, jika melakukan tindakan hukum maka akibat hukumnya adalah batal atau dapat dibatalkan. Orang yang pikirannya tidak sehat, jika membuat surat wasiat maka hukumnya tidak sah, dan tidak sahnya itu harus dibuktikan oleh hakim. Orang asing hanya diperkenankan membuat surat wasiat terbuka, dengan dasar hukumnya Stb. 1924 ; 556 ( Timur Asing bukan Tionghoa ).

B.   SYARAT – SYARAT WASIAT
Kecakapan  membuat wasiat atau testament dan untuk menariknya kembali diatur dalam Pasal 895 BW.
Syarat pokok bagi seseorang untuk dapat membuat atau cakap membuat wasiat atau testament pada umumnya adalah sama dengan syarat pokok bagi orang untuk melakukan perbuatan hukum yaitu bahwa orang itu harus mampu atau cakap untuk menentukan kemauannya secara bebas atau merdeka, yaitu :
Testament berlaku ketika pewaris sudah meninggal dunia, selama pewaris masih hidup, ia  masih berhak untuk merubah atau mencabut testamentnya, sehingga dapat dikatakan testament akan memiliki kekuatan hukum ketika si pewaris meningggal dunia. Pihak-pihak yang dapat menikmati  wasiat ( ahli waris testament) yaitu:
a.    Orang yang mempunyai hak atas hak waris yang timbul karena adanya pemberian/ testament.
b.    Ahli waris tidak dinyatakan sebagai orang yang tidak cakap.

1. Syarat – Syarat Pewasiat
Pasal 895 : Pembuat testament harus mempunyai budi – akalnya, artinya tidak boleh membuat testament ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
Pasal 897 : Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat  
                   membuat testament.
2. Syarat – Syarat Isi Wasiat
Pasal 888 : Jika testament memuat syarat – syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.
Pasal 890 : Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah syah.
Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.
Selain larangan – larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak para ahli waris ) menjadi kurang dari semestinya.

C.  JENIS – JENIS WASIAT
1. Jenis Wasiat menurut Isinya
Menurut isinya, maka ada 2 jenis wasiat :
a.       Wasiat yang berisi ” erfstelling ” atau wasiat pengangkatan waris. Seperti disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan waris, adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada seorang atau lebih dari seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga ) dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang – orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
b.      Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat ) atau legaat. Pasal 957 memberi keterangan seperti berikut : ” Hibah wasiat adalah suatu penetapan yang khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang mewasiatkan memberikan kepada seorang atau beberapa orang; beberapa barang tertentu, barang – barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya. Orang – orang yang mendapat harta kekayaan menurut pasal ini disebut waris di bawah titel khusus.

2. Jenis Wasiat menurut Bentuknya
Selain pembagian menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat dibagi menurut bentuknya. Menurut pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut bentuk :
a.       Wasiat ologafis, atau wasiat yang ditulis sendiri
Wasiat ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri, harus diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan, penyerahan harus dihadiri oleh dua orang saksi.
b.      Wasiat umum ( openbaar testament )
Dibuat oleh seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan menghadap para notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris ini membuat suatu akta dengan dihadiri oleh 2 orang saksi.
c.       Wasiat rahasia atau wasiat tertutup
Dibuat sendiri oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan menuliskan dengan tangannya sendiri, testament ini harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris harus disaksikan 4 orang saksi.

Ada juga wasiat yang dibuat dengan akta di bawah tangan yang disebut dengan nama “ codicil “ yaitu akta di bawah tangan yang dibuat si pewaris tentang hal-hal yang termasuk dalam pembagian warisan. Jadi bukan mengenai harta kekayaan, tetapi berisi antara lain :
a.Pengangkatan pelaksana waris ( executeur testamentair ).
b.Penyelenggaraan penguburan.
c.Penghibahan pakaian, meubel tertentu, perhiasan tertentu.
d.Penunjukan wali untuk anaknya.
e.Pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan.

D. WASIAT YANG DIBUAT DI LUAR NEGERI
Jika orang yang berada diluar negeri, maka bagaimana cara membuat testament ditentukan dalam pasal 954 : testament harus dibuat dengan akta otentik dengan mengindahkan cara yang berlaku di negara dimana testament itu dibuat. Didalam hal ini, karena ada ketentuan bahwa testament itu harus dibuat dengan akta otentik, maka jenis testament ini tidak lain adalah jenis testament umum. membuat testament dengan akta dibawah tangan dapat juga dilakukan sebagai berikut, dalam pasal 955 (codicil).
Seperti contoh warga negara berlanda yang berada diluar negeri, hanyalah dapat membuat wasiat dengan akta otentik serta mengindahkan aturan formalitas yang berlaku dari negara dimana akta itu dibuat, demikian tertera dalam pasal 992, dalam ayat kedua, pasal itu memberikan pengecualian bagi condicil.

E.   WASIAT DALAM KEADAAN LUAR BIASA  
Untuk keadaan yang darrurat atau luar biasa, UU membuka kemungkinan untuk membuat wasiat dengan cara yang sederhana, keadaan itu dapat timbul apabila dihadapkan dalam keadaan perang, berlayar dilautan, berada ditempat terpencil, karena terjangkit penyakit yang menular, dll.
Pasal 946 : apabila dalam keadaan waktu perang, didalam gelanggang pertempuran, atau dikepung musuh, maka para prajurit dapat membuat suatu testamernt. Testament iniharus dibuat dimuka seseorang perwira yang berpangkat, paling rendah letnan, atau seseorang yang ditempat itu memangku kekuasaan yang paling tinggi, dan harus dihadiri dua orang saksi.
Pasal 947 : apabila berada di laut, maka membuatnya itu harus dimuka nahkoda, atau mu’alim, hal ini harus dihadiri ole dua orang saksi.
Pasal 948  : jika berada ditempat yang terkurung, karena tidak adanya dengan dunia luar, berhubung karena terjangkit penyakit pes atau penyakit menular lainnya, maka testament harus dibuat dimuka tiap-tiap pegawai umum, dan harus dihadiri dua orang saksi (ayat 1).
: didalam keadaan sakit atau kecelakaan mendadak, atau timbulnya bentrok, gempa bumi atau bencana lainnya yang hebat, atau dalam keadaan dimana orang sungguh-sungguh diancam bahaya mati, sedangkan ditempat sekitarnya tidak ada notaris/ pejabat lainnya (sebagai pengganti notaris) karena putusnya hubungan atau tidak ada hadirnya pejabat, orang dapat membuat testament, asal alasan untuk membuat testament yang demikian itu dissebu, testament ini harus dibuat dimuka pegawai umum dan harus dihadiri dua orang saksi (ayat 2).

F . FIDEI COMMIS.
Fidei commis adalah pemberian warisan kepada seorang ahli waris dengan ketentuan bahwa ia diwajibkan menyimpan warisan itu, dan setelah lewat suatu waktu tertentu atau kalau si ahli waris tersebut meninggal dunia, maka warisan itu harus diterimakan kepada orang lain yang sudah ditetapkan dalam surat wasiat. Hal ini bisa juga disebut pewarisan dengan cara lompat tangan atau pewarisan secara melangkah (erfstelling over de hand). Orangnya yang dibebani disebut fideicommisarius. Sedangkan orang yang ditunjuk untuk menerima warisan terkemudian ini disebut  verwachter.
 Misalnya : A adalah pewaris, mempunyai anak B, dan B mempunyai 2 anak yaitu C dan D. A membuat wasiat bahwa yang berhak atas warisan A adalah C dan D, bukan B sebagai ahli waris yang sah. Disini B dibebani tugas supaya menyerahkan warisan tersebut kepada C dan D. B hanya boleh menikmati hasil dari warisan tersebut. Penyerahan warisan dari B kepada C dan D harus dalam waktu tertentu. Jadi secara hukum B memang ahli waris, tapi sebenarnya B hanya menyimpan warisan tersebut dan ia tidak dapat memakai atau menggunakan harta warisan tersebut.

Bahaya fidei commis menurut undang-undang :
a.       Adanya penyalahgunaan harta untuk waktu yang lama oleh ahli waris, dimana ia memperoleh keuntungan dari harta tersebut setinggi mungkin. Misalnya uang tersebut dibungakan, bukannya di depositokan.
b.      Si ahli waris mula-mula tersebut akan menyia-nyiakan pemeliharaan harta warisan.
c.       Kreditur dari ahli waris yang mula-mula, tidak dapat menuntut pengeksekusian dari harta warisan tersebut. Karena ternyata harta tersebut bukan haknya.

Meskipun ahli waris tersebut hanya sebagai pemakai hasil tetapi ia juga seorang penguasa dari harta warisan yang diikat secara fidei commissioner. Jadi apabila ia tidakmempunyai keturunan, maka ia dapat membuat wasiat atas harta tersebut.
Jika pada waktu ahli waris yang dibebani meninggal dunia, maka seorang verwachter langsung memperoleh warisan menurut hukum. Jadi dalam hal ini tanpa adanya penyerahan eigendom. Bahkan ia bertindak sebagai ahli waris dari orang yang dibebani harta tersebut. Kalau si verwachter ini meninggal terlebih dahulu sebelum warisan jatuh kepadanya, maka kedudukannya hapus, kecuali jika ia mempunyai anak maka anaknyalah yang mengganti kedudukannya.

Ada 2 macam fidei commis yang diperbolehkan undang-undang, yaitu :
a.       Untuk memenuhi keinginan seseorang yang hendak mencegah kekayaannya dihabiskan oleh anak-anaknya. Dalam wasiat, orang boleh membuat penetapan agar anaknya tidak boleh menjual harta warisan dan agar harta tersebut diwariskan lagi kepada anak-anak si ahli waris sendiri.
b.      Ketetapan yang berisi seorang waris harus mewariskan lagi dikemudian hari apa yang masih ketinggalan dari warisan yang diperolehnya itu. Jadi hanya sisanya saja kepada seorang lain sudah ditetapkan. Lazim disebut dengan fidei commis de residuo.

G.  PENCABUTAN DAN GUGURNYA WASIAT
Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan; pencabutan ialah di dalam hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament, sedangkan, gugur ialah tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal – hal di luar kemauan pewaris.
1. Tentang Pencabutan Suatu Wasiat
Mengenai pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan – ketentuan seperti berikut :
992 : Suatu surat wasiat dapat dicabut dengan ; surat wasiat baru dan akta notaris khusus. Arti kata ” khusus ” di dalam hal ini ialah bahwa isi dari akta itu harus hanya penarikan kembali itu saja.
2. Tentang Gugurnya Suatu Wasiat
997 : Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada suatu peristiwa yang tak tentu : maka jika si waris atau legataris meninggal dunia, sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur.
998 : Jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar