I
WARIS
A. BERLAKUNYA HUKUM
WARIS BW
B. UNSUR-UNSUR
PEWARISAN
C. SYARAT MENDAPATKAN
WARISAN
D. PEMBAGIAN WARIS
MENURUT BW
E.CARA MENDAPATKAN
WARISAN
F. SIKAP DALAM
MENGHADAPI TERBUKANYA WARISAN
II
WASIAT
A.PENGERTIAN WASIAT
B.SYARAT – SYARAT
WASIAT
C.JENIS – JENIS WASIAT
D. WASIAT YANG DIBUAT
DI LUAR NEGERI
E.WASIAT DALAM KEADAAN
LUAR BIASA
F . FIDEI COMMIS
G. PENCABUTAN DAN
GUGURNYA WASIAT
I.
PENGERTIAN
WARIS
Hukum
waris ( erfrecht ) yaitu seperangkat norma / aturan yang mengatur mengenai
berpindahnya atau beralihnya hak dan kewajiban ( harta kekayaan ) dari orang
yang meninggal dunia ( pewaris ) kepada orang yang masih hidup ( ahli waris)
yang berhak menerimanya. Atau dengan kata lain, hukum waris yaitu peraturan
yang mengatur perpindahan harta kekayaan orang yang meninggal dunia kepada satu
atau beberapa orang lain.
Menurut
Mr. A. Pitlo, hukum waris yaitu suatu rangkaian ketentuan – ketentuan, di mana,
berhubung dengan meninggalnya seorang, akibat- akibatnya di dalam bidang
kebendaan, diatur, yaitu : akibat dari beralihnya harta peninggalan dari
seorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara
mereka sendiri, maupun dengan pihak ketiga.
A. BERLAKUNYA
HUKUM WARIS BW
Berlaku kepada siapa
saja ketentuan Hukum Waris BW,
BW membagi 3 golongan,
yaitu :
1.Warga negara
Indonesia Asli (Bumiputera)
2.Warga negara
Indonesia Timur Asing, yang terdiri dari :
a.Timur Asing keturunan
Tionghoa.
b.Timur Asing bukan
keturunan Tionghoa (Arab, India, dan lain-lain)
3.Warga negara
Indonesia keturunan Eropa.
1.Bagi orang-orang
Indonesia asli (Bumiputera) pada pokoknya berlaku hukum adatnya yang berlaku di
berbagai daerah yang disebabkan oleh berbagai faktor, bagi warga negara
Indonesia asli yang beragama Islam terdapat pengaruh nyata dari hukum islam.
2.Bagi golongan Timur
Asing.
a.Timur
Asing keturunan Tionghoa, berdasarkan Stb. 1917 – 129, berlaku hukum waris BW
(buku II titel 12 sampai dengan 18, pasal 830 sampai dengan 1130).
b.Timur
asing lainnya (India, Arab, dll) berlaku hukum waris adat mereka masing-masing
yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, kecuali untuk wasiat umum berdasar
Stb. 1924 – 556 tunduk pada BW.
3.Bagi golongan Eropah
yang tunduk pada hukum waris BW.
Jadi
waris BW berlaku bagi golongan eropa dan timur asing, sedangkan untuk golongan
bumiputra, berlaku hukum adat.
B. UNSUR-UNSUR
PEWARISAN
Di
dalam membicarakan hukum waris maka ada 3 hal yang perlu mendapat perhatian, di
mana ketiga hal ini merupakan unsur – unsur pewarisan :
1. Orang yang meninggal
dunia / Pewaris / Erflater
Pewaris
ialah orang yang meninggal dunia dengan meningalkan hak dan kewajiban kepada
orang lain yang berhak menerimanya. Menurut pasal 830 BW, pewarisan hanya
berlangsung karena kematian. Menurut ketentuan pasal 874 BW, segala harta
peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli
warisnya menurut undang – undang sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak
telah diambil setelah ketetapan yang sah. Dengan demikian, menurut BW ada dua
macam waris :
Hukum
waris yang disebut pertama, dinamakan Hukum Waris ab intestato (tanpa wasiat).
Hukum waris yang kedua disebut Hukum Waris Wasiat atau testamentair erfrecht.
2. Ahli waris yang
berhak menerima harta kekayaan itu / Erfgenaam
Ahli
waris yaitu orang yang masih hidup yang oleh hukum diberi hak untuk menerima
hak dan kewajiban yang ditinggal oleh pewaris.Untuk anak yang masih berada di
dalam kandungan, menurut pasal 2 BW, anak yang ada dalam kandungan dianggap
sebagai telah dilahirkan bilamanakeperluan si anak menghendaki. Jadi, dengan
demikian seorang anak yang ada dalam kandungan, walaupun belum lahir dapat
mewarisi karena dalam pasal ini hukum membuat fiksi seakan – akan anak sudah
dilahirkan.
Ahli
waris terdiri dari :
a.
Ahli waris menurut undang – undang (
abintestato )
Ahli waris ini
didasarkan atas hubungan darah dengan si pewaris atau para keluarga sedarah.
Ahli waris ini terdiri atas 4 golongan. Golongan I, terdiri dari anak – anak,
suami ( duda ) dan istri ( janda ) si pewaris; Golongan II, terdiri dari bapak,
ibu ( orang tua ), saudara – saudara si pewris; Golongan III, terdiri dari
keluarga sedarah bapak atau ibu lurus ke atas ( seperti, kakek, nenek baik
garis atau pancer bapak atau ibu ) si pewaris; Golongan IV, terdiri dari sanak
keluarga dari pancer samping ( seperti, paman , bibi ).
b. Ahli
waris menurut wasiat ( testamentair erfrecht )
Ahli waris ini
didasarkan atas wasiat yaitu dalam pasal 874 BW, setiap orang yang diberi
wasiat secara sah oleh pewaris wasiat, terdiri atas, testamentair erfgenaam
yaitu ahli waris yang mendapat wasiat yang berisi suatu erfstelling (
penunjukkan satu ataubeberapa ahli waris untuk mendapat seluruh atau sebagian
harta peninggalan ); legataris yaitu ahli waris karena mendapat wasiat yang
isinya menunjuk seseorang untuk mendapat berapa hak atas satu atau beberapa
macam harta waris, hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu, hak untuk
memungut hasil dari seluruh atau sebagian dari harta waris.
Jadi,
dengan demikian ada tiga dasar untuk menjadi ahli waris, yaitu, ahli waris atas
dasar hubungan darah dengan si pewaris, ahli waris hubungan perkawianan dengan
si pewaris, ahli waris atas dasar wasiat.
3. Harta Waris
Hal
– hal yang dapat diwarisi dari si pewaris, pada prinsipnya yang dapat diwarisi
hanyalah hak – hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan. Hak dan
kewajiban tersebut berupa, Aktiva ( sejumlah benda yang nyata ada dan atau
berupa tagihan atau piutang kepada pihak ketiga, selain itu juga dapat berupa
hak imateriil, seperti, hak cipta ); Passiva ( sejumlah hutang pewaris yang
harus dilunasi pada pihak ketiga maupun kewajiban lainnya ).
Dengan demikian,
hak dan kewajiban yang timbul dari hukum keluarga tidak dapat diwariskan.
C. SYARAT MENDAPATKAN WARISAN.
Adapun syarat-syarat untuk
mendapatkan warisan adalah :
1.Harus ada orang yang meninggal.
2.Harus dilahirkan hidup atau dianggap sebagai
subyek hukum pada hari kematian pewaris.
3.Ahli waris itu patut / pantas menerima warisan.
Ketentuan mengenai ahli waris yang tidak patut
menerima warisan, sebagaimana diatur dalam pasal 838, 839 dan 840 BW. Yang
intinya adalah sebagai berikut :
Pasal 838 BW mengatur tentang yang dianggap tidak
patut menjadi ahli waris dan karenanyapun dikesampingkan dari pewarisan, yaitu
:
1.Orang
yang dihukum karena membunuh/mencoba membunuh si pewaris.
2.Orang
yang dihukum karena memfitnah si pewaris pada waktu masih hidup.
3.Orang yang dengan kekerasan atau
secara paksa mencegah si pewaris membuat wasiat atau memaksa untuk mencabut
wasiatnya.
4.Orang
yang telah menggelapkan dan merusak atau memalsukan surat wasiat.
D. CARA MENDAPATKAN WARISAN.
Menurut undang-undang, ada dua cara untuk
mendapatkan warisan, yaitu :
a. Pewarisan
menurut undang-undang atau disebut juga waris Ab Intestato
Yaitu adalah hukum yang mengatur pewarisan yang
terjadi seperti yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal ini apabila
tidak ada surat wasiat.
Syarat atau unsur Ahli waris Ab Intestato dalam
pasal 832 KUHPerdata (BW) adalah "Menurut Undang-Undang yang berhak untuk
menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah, baik syah maupun luar kawin,
dan si suami atau isteri yang hidup terlama."
Pada dasarnya menurut undang-undang, untuk dapat
mewarisi orang harus mempunyai hubungan darah dengan si pewaris.
Akibat dari ketentuan tersebut diatas adalah pada
asasnya keluarga semenda tidak mewaris. Yang dimaksud dengan hubungan darah
luar kawin adalah hubungan yang dianggap muncul sebagi akibat hubungan biologis
antara si ayah biologis dengan ibu yang melahirkan anak luar kawin tersebut
disertai dengan pengakuan yang sah terhadap si anak luar kawin yang
bersangkutan.
b. Pewarisan
Menurut Testament (ad testamento)
Dalam
pewarisan menurut testament maka ditinjau dari isinya kenal dua cara, yaitu :
1. Erfstelling
atau pengangkatan waris, Pasal 954 KUHPerdata menentukan bahwa, wasiat
pengangkatan waris adalah suatu wasiat dimana si yang mewariskan kepada
seseorang atau lebih memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkannya
apabila ia meninggal dunia baik seluruhnya maupun sebagian seperti setengahnya,
sepertiga.
Jika
dihubungkan dengan Pasal 876 KUHPerdata, erfstelling tidak perlu meliputi
seluruh harta warisan, dengan ketentuan sebanding dengan harta warisan, dan
berkedudukan sebagai ahli waris.
2. Hibah
Wasiat atau Legaat, di dalam Pasal 975 KUHPerdata, menetukan bahwa hibah wasiat
adalah penetapan wasiat yang khusus dimana yang mewariskan kepada seseorang
atau lebih memberikan beberapa dari barang-barangnya dari suatu jenis tertentu,
misalnya barang-barang.
E. PEMBAGIAN WARIS MENURUT BW
1. Golongan I,
Merupakan
ahli waris dalam garis lurus ke bawah dari pewaris, yaitu anak, suami / duda,
istri / janda dari si pewaris. Ahli waris golongan pertama mendapatkan hak
mewaris menyampingkan ahli waris golongan kedu, maksudnya, sepanjang ahli waris
golongan pertama masih ada, maka, ahli waris golongan kedua tidak bisa tampil.
Pasal 852
: Seorang anak biarpun dari perkawinan yang berlain – lainan atau waktu
kelahiran , laki atau perempuan, mendapat bagian yang sama ( mewaris kepala
demi kepala ). Anak adopsi memiliki kedudukan yang sama seperti anak yang lahir
di dalam perkawinannya sendiri .
Yang
dapat menggolongkannya sebagai berikut :
a. Anak
sah, yaitu anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan dengan
tidak mempermasalahkan kapan anak itu dibangkitkan oleh kedua suami istri atau
orang tuanya. Anak sah mewaris secara bersama – sama dengan tidak
mempermasalahkan apakah ia lahir lebih dahulu atau kemudian atau apakah ia laki
– laki atau perempuan.
b. Anak
luar perkawinan, yaitu anak yang telah dilahirkan sebelum kedua suami istri itu
menikah atau anak yang diperoleh salah seorang dari suami atau istri dengan
orang lain sebelum mereka menikah. Anak luar perkawinan ini terbagi atas :
c. Anak
yang disahkan, yaitu anak yang dibuahkan atau dibenihkan di luar perkawinan,
dengan kemudian menikahnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, dengan pengakuan
menurut undang – undang oleh kedua orang tuanya itu sebelum pernikahan atau
atau dengan pengakuan dalam akte perkawinannya sendiri.
d. Anak
yang diakui, yaitu dengan pengakuan terhadap seorang anak di luar kawin,
timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya tau dengan kata
lain, yaitu anak yang diakui baik ibunya saja atau bapaknya saja atau kedua –
duanya akan memperoleh hubungan kekeluargaan dengan bapak atau ibu yang
mengakuinya. Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan dalam akte
kelahiran anak atau pada saat perkawinan berlangsung atau dengan akta autentik
atau dengan akta yang dibuat oleh catatan sipil.
Menurut
Pasal 693, hak waris anak yang
diakui; 1/3 bagian sekiranya ia sebagai anak sah, jika ia mewaris bersama –
sama dengan ahli waris golongan pertama, ½ dari harta waris jika ia mewaris
bersama – sama dengan golongan kedua, ¾ dari harta waris jika ia mewaris
bersama dengan sanak saudara dalam yang lebih jauh atau jika mewaris dengan
ahli waris golongan ketiga dan keempat, mendapat seluruh harta waris jika si
pewaris tidak meninggalkan ahli wari yang sah.
Jika
anak diakui ini meninggal terlebih dahulu, maka anak dan keturunannya yang sah
berhak menuntut bagian yang diberikan pada merka menurut Pasal 863, 865.
e. Anak
yang tidak dapat diakui, terdiri atas; anak zina ( anak yang lahir dari orang
laki – laki dan perempuan, sedangkan salah satu dari mereka itu atau kedua –
duanya berada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain ), anak sumbang ( anak
yang lahir dari orang lki – laki dan perempuan, sedangkan diantara mereka
terdapat larangan kawin atau tidak boleh kawin karena masih ada hubungan
kekerabatan yang dekat. Untuk kedua anak ini tidak mendapatkan hak waris,
mereka hanya mendapatkan nafkah seperlunya.
852
a. :
Bagian
seorang isteri ( suami ), kalau ada anak dari perkawinannya dengan yang
meninggal dunia, adalah sama dengan bagiannya seorang anak. Jika perkawinan itu
bukan perkawinan yang pertama, dan dari perkawinan yang dahulu ada juga anak –
anak, maka bagian dari janda ( duda ) itu tidak boleh lebih dari bagian
terkecil dari anak – anak yang meninggal dunia. Bagaimanapun juga seorang janda
( duda ) tidak boleh mendapat lebih dari ½ dari harta warisan. Di atas disebut
bahwa jika ada anak dari perkawinan yang dahulu, maka bagian dari seorang janda
( duda ) tidak boleh lebih dari bagian terkecil dari anak – anak peninggal
warisan. Lebih dahulu telah ada ketentuan bahwa bagian dari seorang anak adalah
sama, meskipun dari lain perkawinan. Untuk dapat mengerti arti dari kata ”
terkecil ” itu, perlu diingat bahwa pasal ini adalah pasal yang disusulkan
kemudian yaitu dengan Stbld. 1935 No. 486, dengan maksud supaya memperbaiki
kedudukan seorang janda ( duda ) yang dengan adanya pasal itu bagiannya
dipersamakan dengan seorang anak.
2. Golongan II
Merupakan,
ahli waris dalam garis lurus ke atas dari pewaris, yaitu, bapak, ibu dan
saudara si pewaris. Ahli waris ini baru tampil mewaris jika ahli waris golongan
pertama tidak ada sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan ketiga
dan keempat.
a. Dalam
hal tidak ada saudara tiri :
854
: Jika golongan I tidak ada, maka yang berhak mewaris ialah : bapak, ibu, dan
saudara. Ayah dan ibu dapat : 1/3 bagian, kalau hanya ada 1 saudara; ¼ bagian,
kalau ada lebihh dari saudara. Bagian dari saudara adalah apa yang terdapat
setelah dikurangi dengan bagian dari orang tua.
855
: Jika yang masih hidup hanya seorang bapak atau seorang ibu, maka bagiannya
ialah : ½ kalau ada 1 saudara; 1/3 kalau ada 2 saudara; ¼ kalau ada lebih dari
2 orang saudara. Sisa dari warisan, menjadi bagiannya saudara ( saudara –
saudara )
856
: Kalau bapak dan ibu telah tidak ada, maka deluruh warisan menjadi bagian
saudara – saudara.
857
: Pembagian antara saudara – saudara adalah sama, kalau mereka itu mempunyai
bapak dan ibu yang sama.
b. Dalam hal ada
saudara tiri :
Sebelum
harta waris dibagikan kepada saudara – saudaranya, maka harus dikeluarkan lebih
dulu untuk orang tua si pewaris, jika masih hidup. Kemudian sisanya baru dibagi
menjadi dua bagian yang sama. Bagian yang ke satu adalah bagian bagi garis
bapak dan bagian yang kedua adalah sebagai bagian bagi garis ibu. Saudara –
saudara yang mempunyai bapak dan ibu yang sama mendapat bagian dari bagian bagi
gariss bapak dan bagian bagi garis ibu. Saudara – saudara yang hanya sebapak
atau seibu dapat bagian dari bagian bagi garis bapak atau bagi garis ibu saja.
3. Golongan III
Merupakan,
keluarga sedarah si bapak atau ibu pewaris, yaitu kakek, nenek baik pancer
bapak atau ibu dari si pewaris. Dalam hal ini, ahli waris golongan ketiga baru
mempunyai hak mewaris, jika ahli waris golongan pertama dan kedua tidak ada
sama sekali dengan menyampingkan ahli waris golongan keempat.
853 : 858 ayat 1.
Jika waris golongan 1 dan garis golongan 2 tidak ada, maka warisan dibelah
menjadi dua bagian yang sama.
Yang
satu bagian diperuntukkan bagi keluarga sedarah dalam garis bapak lurus ke
atas; yang lain bagian bagi keluarga sedarah dalam garis ibu lurus ke atas.
Waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas. Waris yang terdekat
derajatnya dalam garis lurus ke atas mendapat setengah warisan yang jatuh pada
garisnya ( pancernya ). Kalau derajatnya sama, maka waris itu pada tiap garis
pancer mendapat bagian yang sama ( kepala demi kepala ). Kalau di dalam satu
garis ( pancer ) ada keluarga yang terdekat derajatnya, maka orang itu
menyampingkan keluarga dengan derajat yang lebih jauh.
Pasal
ini menguraikan keadaan jika anak ( dan keturunannya ), isteri orang tua, dan
saudara tidak ada. Maka di dalam hal ini warisan jatuh pada kakek dan nenek.
Karena tiap orang itu mempunyai bapak dan ibu, dan bapak dan ibu itu mempunyai
bapak dan ibu juga, maka tiap orang mempunyai 2 kakek dan 2 nenek.
1
kakek dan 1 nenek dari pancer bapak dan 1 kakek dan 1 nenek dari pancer ibu.
Dengan telah meninggalnya bapak dan ibu maka adalah wajar jika warisan itu
jatuh pada orang – orang yang menurunkan bapak dan ibu. Di dalam hal ini maka
warisan dibelah menjadi dua. Satu bagian diberikan kepada kakek dan nenek yang
menurunkan bapak dan bagian lain kepada kakek dan nenek yang menurunkan ibu.
Jika kakek dan nenek tidak ada maka warisan jatuh kepada orang tuanya kakek dan
nenek. Jika yang tidak ada itu hanya kakek atau nenek maka bagian jatuh pada
garisnya, menjadi bagian yang masih hidup.
4. Golongan IV
Merupakan,
sanak keluarga dalamgaris ke samping dari si pewaris, yaitu paman, bibi.
Pasal 858 ayat 2.
Kalau waris golongan 3 tidak ada maka bagian yang jatuh pada tiap garis sebagai
tersebut dalam pasal 853 dan pasal 858
ayat 2, warisan jatuh pada seorang waris yang terdekatpada tiap garis.
Kalau ada beberapa orang yang derajatnya sama maka warisan ini dibagi – bagi
berdasarkan bagian yang sama.
Pasal 861.
Di dalam garis menyimpang keluarga yang pertalian kekeluargaannya berada dalam
suatu derajat yang lebih tinggi dari derajat ke – 6 tidak mewaris.
Kalau
hal ini terjadi pada salah satu garis, maka bagian yang jatuh pada garis itu,menjadi
haknya keluarga yang ada di dalam garis yang lain, kalau orang ini mempunyai
hak kekeluargaan dalam derajat yang tidk melebihi derajat ke – 6.
Pasal 873.
Kalau semua orang yang berhak mewaris tidak ada lagi maka seluruh warisan dapat
dituntut oleh anak di luar kawin yang diakui.
Pasal 832.
Kalau semua waris seperti disebut di atas tidak ada lagi, maka seluruh warisan
jatuh pada Negara.
Ahli Waris berdasarkan
Penggantian Tempat / Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling / representatie)
Adapun
syarat untuk menjadi ahli waris pengganti adalah sebagai berikut :
a. Orang
yang digantikan tempatnya harus telah meninggal dunia lebih dulu dari si
pewaris.
b. Orang
yang sudah meninggal dunia itu meninggalkan keturunan .
c. Orang
yang digantikan tempat itu tidak menolak warisan.
Pasal-Pasal
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang penggantian atau
ahli waris pengganti ini adalah Pasal
841-848 KUHPerdata, penggantian dalam undang-undang dibedakan dalam tiga
jenis, yaitu :
1)
Penggantian dalam garis keturunan kebawah (penggantian dalam golongan pertama).
Pasal yang mengatur penggantian dalam golongan pertama ini adalah Pasal 842
KUHPerdata, “penggantian dalam garis lurus kebawah yang sah berlangsung terus
dengan tiada akhirnya”.
2)
Penggantian dalam garis menyimpang (penggantian dalam golongan kedua), pasal
yang mengatur penggantian golongan kedua ini adalah Pasal 844/845 KUHPerdata.
3)
Penggantian dalam garis menyimpang yang lebih jauh (penggantian dalam golongan
keempat) Pasal yang mengatur 844/845
KUHPerdata, dalam arti lebih diperluas. Yang penting dan harus diingat
dalam proses penggantian ini adalah ahli waris yang masih hidup tidak dapat
digantikan kedudukannya, yang dapat digantikan harus ahli waris telah meninggal
lebih dahulu dari pewaris, dan ahli waris tersebut meninggalkan keturunan yang
sah, seperti yang diatur dalam Pasal 847
KUHPerdata, yaitu “tiada seorang pun diperbolehkan bertindak untuk orang
yang masih hidup selaku penggantinya”.
F. SIKAP DALAM MENGHADAPI TERBUKANYA
WARISAN.
Ada 3 sikap yang
dapat diambil oleh ahli waris sejak terbukanya warisan, yaitu :
a. Menerima
tanpa syarat ( zuivere aanvaarding )
yaitu menerima secara penuh baik hak maupun kewajiban dari si pewaris. Dapat
dilakukan secara tegas, yaitu jika seorang dengan suatu akta menerima kedudukannya
sebagai ahli waris, atau secara diam-diam yaitu jika ia dengan melakukan suatu
perbuatan, misalnya mengambil atau menjual barang-barang warisan atau melunasi
hutang si pewaris dapat dianggap telah menerima warisan secara penuh.
b. Menerima
dengan syarat ( beneficiaire aanvaarding ) yaitu menerima dengan catatan.
Artinya ahli waris bersedia menerima warisan dengan syarat ia hanya membayar
hutang si pewaris terbatas atau sebanyak harta warisan yang diterimanya.
Sehingga ahli waris tidak menanggung pembayaran hutang si pewaris dengan
kekayaan pribadinya.
c. Menolak
warisan, yaitu menolak menerima warisan baik berupa harta maupun kewajiban dari
si pewaris. Penolakan ini harus dilakukan dengan suatu akta pernyataan kepada
Panitera Pengadilan Negeri setempat dimana warisan itu terbuka.
Peraturan-peraturan
yang berlaku dalam hal penentuan sikap ahli waris sejak terbukanya warisan
dapat diringkaskan sebagai berikut :
a.
Pewaris tidak boleh membatasi hak ahli
waris untuk memilih sikap tersebut.
b.
Pemilihan sikap tersebut tidak dapat
dilakukan selama warisan belum terbuka.
c.
Pemilihan sikap tidak boleh digantungkan
pada suatu ketetapan waktu atau suatu syarat. Kepentingan umum, terutama
kepentingan orang-orang yang menghutangkan menghendaki dengan pemilihan itu
sudah tercapai suatu keadaan yang pasti dan tidak berubah lagi.
d.
Pemilihan sikap tidak dapat dilakukan
hanya mengenai sebagian saja dari warisan yang jatuh kepada seseorang ahli
waris, artinya jika ahli waris menerima atau menolak, perbuatan itu selalu
mengenai seluruh bagian dalam warisan.
e.
Menyatakan menerima atau menolak suatu
warisan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam lapangan hukum
kekayaan. Oleh karena itu seorang yang oleh undang-undang dianggap sebagai
tidak cakap untuk bertindak sendiri, harus diwakili atau dibantu oleh orang
yang berkuasa untuk itu.
f.
Jika ahli waris sebelum menentukan
sikapnya meninggal lebih dahulu, maka haknya untuk memilih beralih kepada ahli
warisnya.
II. WASIAT
A. PENGERTIAN
WASIAT
Suatu wasiat
atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang
dikehendaki setelahnya ia meninggal.
Pasal
875,
surat wasiat atau testament adalah suatu akta yang berisi pernyataan sesorang
tentang apa yang akan terjadi setelah ia meninggal, dan yang olehnya dapat
ditarik kembali.
Yang berhak
membuat surat wasiat, yaitu :
a. Mereka
yang sudah berumur 18 tahun ( dewasa ).
b. Mereka
yang sudah menikah walaupun belum berumur 18 tahun.
c. Harus
mempunyai pikiran yang sehat.
Orang yang belum
dewasa atau belum dianggap dewasa, jika melakukan tindakan hukum maka akibat
hukumnya adalah batal atau dapat dibatalkan. Orang yang pikirannya tidak sehat,
jika membuat surat wasiat maka hukumnya tidak sah, dan tidak sahnya itu harus
dibuktikan oleh hakim. Orang asing hanya diperkenankan membuat surat wasiat
terbuka, dengan dasar hukumnya Stb. 1924 ; 556 ( Timur Asing bukan Tionghoa ).
B. SYARAT
– SYARAT WASIAT
Kecakapan
membuat wasiat atau testament dan untuk menariknya kembali diatur dalam
Pasal 895 BW.
Syarat pokok bagi seseorang untuk dapat membuat atau
cakap membuat wasiat atau testament pada umumnya adalah sama dengan syarat
pokok bagi orang untuk melakukan perbuatan hukum yaitu bahwa orang itu harus
mampu atau cakap untuk menentukan kemauannya secara bebas atau merdeka, yaitu :
Testament berlaku ketika pewaris sudah meninggal
dunia, selama pewaris masih hidup, ia
masih berhak untuk merubah atau mencabut testamentnya, sehingga dapat
dikatakan testament akan memiliki kekuatan hukum ketika si pewaris meningggal
dunia. Pihak-pihak yang dapat menikmati
wasiat ( ahli waris testament) yaitu:
a. Orang
yang mempunyai hak atas hak waris yang timbul karena adanya pemberian/
testament.
b. Ahli waris tidak dinyatakan sebagai orang
yang tidak cakap.
1.
Syarat – Syarat Pewasiat
Pasal 895
: Pembuat testament harus mempunyai budi – akalnya, artinya tidak boleh membuat
testament ialah orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat,
sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.
Pasal 897
: Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat
membuat
testament.
2.
Syarat – Syarat Isi Wasiat
Pasal 888
: Jika testament memuat syarat – syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak
mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang
demikian itu harus dianggap tak tertulis.
Pasal 890
: Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu
menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan
kepalsuannya maka testament tidaklah syah.
Pasal 893
: Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.
Selain
larangan – larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris
terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat dalam
testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat
suatu ketentuan sehingga legitieme portie ( bagian mutlak para ahli waris )
menjadi kurang dari semestinya.
C. JENIS
– JENIS WASIAT
1. Jenis Wasiat
menurut Isinya
Menurut isinya,
maka ada 2 jenis wasiat :
a.
Wasiat yang berisi ” erfstelling ” atau
wasiat pengangkatan waris. Seperti disebut dalam pasal 954 wasiat pengangkatan
waris, adalah wasiat dengan mana orang yang mewasiatkan, memberikan kepada
seorang atau lebih dari seorang, seluruh atau sebagian ( setengah, sepertiga )
dari harta kekayaannya, kalau ia meninggal dunia. Orang – orang yang mendapat
harta kekayaan menurut pasal itu adalah waris di bawah titel umum.
b.
Wasiat yang berisi hibah ( hibah wasiat
) atau legaat. Pasal 957 memberi keterangan seperti berikut : ” Hibah wasiat
adalah suatu penetapan yang khusus di dalam suatu testament, dengan mana yang
mewasiatkan memberikan kepada seorang atau beberapa orang; beberapa barang
tertentu, barang – barang dari satu jenis tertentu, hak pakai hasil dari
seluruh atau sebagian dari harta peninggalannya. Orang – orang yang mendapat
harta kekayaan menurut pasal ini disebut waris di bawah titel khusus.
2. Jenis Wasiat
menurut Bentuknya
Selain pembagian
menurut isi, masih ada lagi beberapa jenis wasiat dibagi menurut bentuknya.
Menurut pasal 931 ada 3 rupa wasiat menurut bentuk :
a.
Wasiat ologafis, atau wasiat yang
ditulis sendiri
Wasiat ini harus
ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri, harus
diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan, penyerahan harus
dihadiri oleh dua orang saksi.
b.
Wasiat umum ( openbaar testament )
Dibuat oleh
seorang notaris, orang yang akan meninggalkan warisan menghadap para notaris
dan menyatakan kehendaknya. Notaris ini membuat suatu akta dengan dihadiri oleh
2 orang saksi.
c.
Wasiat rahasia atau wasiat tertutup
Dibuat sendiri
oleh orang yang akan meninggalkan warisan, tetapi tidak diharuskan menuliskan
dengan tangannya sendiri, testament ini harus selalu tertutup dan disegel.
Penyerahannya kepada notaris harus disaksikan 4 orang saksi.
Ada
juga wasiat yang dibuat dengan akta di bawah tangan yang disebut dengan nama “ codicil “ yaitu akta di bawah tangan
yang dibuat si pewaris tentang hal-hal yang termasuk dalam pembagian warisan.
Jadi bukan mengenai harta kekayaan, tetapi berisi antara lain :
a.Pengangkatan
pelaksana waris ( executeur testamentair ).
b.Penyelenggaraan
penguburan.
c.Penghibahan
pakaian, meubel tertentu, perhiasan tertentu.
d.Penunjukan
wali untuk anaknya.
e.Pengakuan anak
yang lahir diluar perkawinan.
D.
WASIAT YANG DIBUAT DI LUAR NEGERI
Jika
orang yang berada diluar negeri, maka bagaimana cara membuat testament
ditentukan dalam pasal 954 : testament harus dibuat dengan akta otentik dengan
mengindahkan cara yang berlaku di negara dimana testament itu dibuat. Didalam
hal ini, karena ada ketentuan bahwa testament itu harus dibuat dengan akta otentik,
maka jenis testament ini tidak lain adalah jenis testament umum. membuat
testament dengan akta dibawah tangan dapat juga dilakukan sebagai berikut,
dalam pasal 955 (codicil).
Seperti
contoh warga negara berlanda yang berada diluar negeri, hanyalah dapat membuat
wasiat dengan akta otentik serta mengindahkan aturan formalitas yang berlaku
dari negara dimana akta itu dibuat, demikian tertera dalam pasal 992, dalam
ayat kedua, pasal itu memberikan pengecualian bagi condicil.
E.
WASIAT DALAM KEADAAN LUAR BIASA
Untuk
keadaan yang darrurat atau luar biasa, UU membuka kemungkinan untuk membuat
wasiat dengan cara yang sederhana, keadaan itu dapat timbul apabila dihadapkan
dalam keadaan perang, berlayar dilautan, berada ditempat terpencil, karena
terjangkit penyakit yang menular, dll.
Pasal
946 : apabila dalam keadaan waktu perang, didalam gelanggang pertempuran, atau
dikepung musuh, maka para prajurit dapat membuat suatu testamernt. Testament
iniharus dibuat dimuka seseorang perwira yang berpangkat, paling rendah letnan,
atau seseorang yang ditempat itu memangku kekuasaan yang paling tinggi, dan
harus dihadiri dua orang saksi.
Pasal
947 : apabila berada di laut, maka membuatnya itu harus dimuka nahkoda, atau
mu’alim, hal ini harus dihadiri ole dua orang saksi.
Pasal
948 : jika berada ditempat yang
terkurung, karena tidak adanya dengan dunia luar, berhubung karena terjangkit
penyakit pes atau penyakit menular lainnya, maka testament harus dibuat dimuka
tiap-tiap pegawai umum, dan harus dihadiri dua orang saksi (ayat 1).
:
didalam keadaan sakit atau kecelakaan mendadak, atau timbulnya bentrok, gempa
bumi atau bencana lainnya yang hebat, atau dalam keadaan dimana orang
sungguh-sungguh diancam bahaya mati, sedangkan ditempat sekitarnya tidak ada
notaris/ pejabat lainnya (sebagai pengganti notaris) karena putusnya hubungan
atau tidak ada hadirnya pejabat, orang dapat membuat testament, asal alasan
untuk membuat testament yang demikian itu dissebu, testament ini harus dibuat
dimuka pegawai umum dan harus dihadiri dua orang saksi (ayat 2).
F . FIDEI COMMIS.
Fidei commis adalah pemberian
warisan kepada seorang ahli waris dengan ketentuan bahwa ia diwajibkan
menyimpan warisan itu, dan setelah lewat suatu waktu tertentu atau kalau si
ahli waris tersebut meninggal dunia, maka warisan itu harus diterimakan kepada
orang lain yang sudah ditetapkan dalam surat wasiat. Hal ini bisa juga disebut
pewarisan dengan cara lompat tangan atau pewarisan secara melangkah
(erfstelling over de hand). Orangnya yang dibebani disebut fideicommisarius.
Sedangkan orang yang ditunjuk untuk menerima warisan terkemudian ini
disebut verwachter.
Misalnya : A adalah pewaris, mempunyai anak B,
dan B mempunyai 2 anak yaitu C dan D. A membuat wasiat bahwa yang berhak atas
warisan A adalah C dan D, bukan B sebagai ahli waris yang sah. Disini B
dibebani tugas supaya menyerahkan warisan tersebut kepada C dan D. B hanya
boleh menikmati hasil dari warisan tersebut. Penyerahan warisan dari B kepada C
dan D harus dalam waktu tertentu. Jadi secara hukum B memang ahli waris, tapi
sebenarnya B hanya menyimpan warisan tersebut dan ia tidak dapat memakai atau
menggunakan harta warisan tersebut.
Bahaya
fidei commis menurut undang-undang :
a. Adanya
penyalahgunaan harta untuk waktu yang lama oleh ahli waris, dimana ia
memperoleh keuntungan dari harta tersebut setinggi mungkin. Misalnya uang
tersebut dibungakan, bukannya di depositokan.
b. Si
ahli waris mula-mula tersebut akan menyia-nyiakan pemeliharaan harta warisan.
c. Kreditur
dari ahli waris yang mula-mula, tidak dapat menuntut pengeksekusian dari harta
warisan tersebut. Karena ternyata harta tersebut bukan haknya.
Meskipun ahli waris tersebut hanya
sebagai pemakai hasil tetapi ia juga seorang penguasa dari harta warisan yang
diikat secara fidei commissioner. Jadi apabila ia tidakmempunyai keturunan,
maka ia dapat membuat wasiat atas harta tersebut.
Jika pada waktu ahli waris yang
dibebani meninggal dunia, maka seorang verwachter langsung memperoleh warisan
menurut hukum. Jadi dalam hal ini tanpa adanya penyerahan eigendom. Bahkan ia bertindak
sebagai ahli waris dari orang yang dibebani harta tersebut. Kalau si verwachter
ini meninggal terlebih dahulu sebelum warisan jatuh kepadanya, maka
kedudukannya hapus, kecuali jika ia mempunyai anak maka anaknyalah yang
mengganti kedudukannya.
Ada
2 macam fidei commis yang diperbolehkan undang-undang, yaitu :
a. Untuk
memenuhi keinginan seseorang yang hendak mencegah kekayaannya dihabiskan oleh
anak-anaknya. Dalam wasiat, orang boleh membuat penetapan agar anaknya tidak
boleh menjual harta warisan dan agar harta tersebut diwariskan lagi kepada
anak-anak si ahli waris sendiri.
b. Ketetapan
yang berisi seorang waris harus mewariskan lagi dikemudian hari apa yang masih
ketinggalan dari warisan yang diperolehnya itu. Jadi hanya sisanya saja kepada
seorang lain sudah ditetapkan. Lazim disebut dengan fidei commis de residuo.
G.
PENCABUTAN DAN GUGURNYA WASIAT
Di
antara pencabutan dan gugurnya wasiat ada perbedaan; pencabutan ialah di dalam
hal ini ada suatu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament,
sedangkan, gugur ialah tidak ada tindakan dari pewaris tapi wasiat tidak dapat
dilaksanakan, karena ada hal – hal di luar kemauan pewaris.
1.
Tentang Pencabutan Suatu Wasiat
Mengenai
pencabutan wasiat secara tegas ada ketentuan – ketentuan seperti berikut :
992
: Suatu surat wasiat dapat dicabut dengan ; surat wasiat baru dan akta notaris
khusus. Arti kata ” khusus ” di dalam hal ini ialah bahwa isi dari akta itu
harus hanya penarikan kembali itu saja.
2.
Tentang Gugurnya Suatu Wasiat
997
: Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada suatu
peristiwa yang tak tentu : maka jika si waris atau legataris meninggal dunia,
sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur.
998
: Jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanaannya saja, maka wasiat itu tetap
berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar